Langsung ke konten utama

BEBERAPA CATATAN TENTANG PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH*


Oleh: Prof. Dr. Imam Suprayogo



1. Sebelum menyampaikan pandangan saya tentang pendidikan Muhammadiyah, maka ada baiknya saya akan memperjelas posisi saya saat ini. Tidak kurang dari 20 tahun, saya turut ambil bagian dalam mengembangkan lembaga pendidikan di lingkungan Muhammadiyah. Sejak tahun 1976, saya menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Tidak lama kemudian, diangkat sebagai Pembantu Dekan, dilanjutkan sebagai Dekan FISIP. Setelah itu, selama 13 tahun (1983-1996) menjabat sebagai Pembantu Rektor I di kampus tersebut. Selain itu, selama dua periode (10 tahun) mendapatkan amanah sebagai ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah Kabupaten Malang. Saya juga tercatat sebagai pengurus Majelis Pendidikan Tinggi PP Muhammadiyah. Saat ini, sudah lebih dari 10 tahun saya absen mengurus lembaga pendidikan Muhammadiyah. Namun, selama tidak ikut aktif mengurus pendidikan Muhammadiyah, rasanya tidak mudah melepaskan diri dari ikatan emosional pendidikan Muhammadiyah, sekalipun agak terbatas. Pada poosisi seperti ini, barangkali saya bisa dipandang sebagai orang dalam (in-group) dan sekaligus orang luar (out-group) Muhammadiyah. Dengan posisi seperti ini, saya bisa lebih objektif, dan sekaligus potensial subjektif.

2. Banyak hal kenangan dan sekaligus hasil pengamatan saya terhadap lembaga pendidikan Muhammadiyah, apalagi setelah saya bandingkan dengan tempat hikmat saya setelah itu, yaitu memimpin STAIN Malang hingga sekarang berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Saya membenarkan statemen dalam proposal kegiatan ini, bahwa banyak hal pengalaman dan rumusan berharga yang bisa ditarik dari penyelenggaraan pendidikan Muhammadiyah, yang dalam sejarahnya telah melebihi usia negeri ini, yakni sudah genap seabad. Keterlibatan saya di lembaga pendidikan Muhammadiyah, menjadikan pergaulan saya dengan berbagai penggerak organisasi ini di berbagai lapisan, mulai tingkat ranting hingga pimpinan pusat dan juga pengamatan saya selama absen dari keterlibatan mengurus lembaga pendidikan Muhammadiyah, akan saya gunakan sebagai bahan catatan yang sekiranya perlu.

3. Lembaga pendidikan Muhammadiyah yang merata menjangkau hampir seluruh wilayah negeri ini, keadaannya bervariasi, sesuai dengan tingkat kekuatan organisasi di masing-masing daerah atau wilayah. Pendidikan Muhammadiyah yang tumbuh dari bawah, menjadikan keadaannya sangat beragam. Di daerah atau wilayah tertentu yang memiliki kepemimpinan yang kuat, maka lembaga pendidikannya berkembang dengan baik. Sebaliknya, di daerah atau wilayah lainnya, yang kebetulan tidak didukung oleh kepemimpinan yang kuat, maka lembaga pendidikan Muhammadiyah berjalan apa adanya. Sekalipun demikian, hal yang patut dihargai adalah semangat juang dan pengorbanan para penggeraknya selalu mewarnai penyelenggaraan pendidikannya. Pendidikan Muhammadiyah tidak pernah tampak dijalankan atas hubungan-hubungan transaksional, namun selalu diwarnai oleh semangat berjuang dan berkorban yang tulus itu. Prinsip-prinsip manajerial modern, sekalipun Muhammadiyah seringkali menyebut dirinya sebagai organisasi modern, sebagian banyak justru ditinggalkan. Akan tetapi di sinilah justru kekuatan sesungguhnya lembaga amal usaha Muhammadiyah. Lembaga pendidikan Muhammadiyah, bagaimana pun keadaannya, tetap berjalan, sekalipun dalam keadaan apa adanya.

4. Orang luar selalu menyatakan bahwa Muhammadiyah memiliki kekuatan organisasi yang luar biasa. Organisasi Muhammadiyah mampu menggerakkan dan memanage lembaga pendidikan yang tersebar seluas negeri ini. Banyak orang luar mengira bahwa sedemikian kuat organisasi Muhammadiyah hingga melahirkan lembaga pendidikan yang sedemikian besar, dan di antaranya meraih keunggulan yang diakui banyak orang. Padahal, sesungguhnya, organisasi itu tidaklah sekokoh gambaran itu. Keberhasilan Muhammadiyah dibanding dengan organisasi lainnya, termasuk dengan organisasi resmi pemerintah, adalah dalam hal menumbuh-kembangkan jiwa beramal shalih yang sedemikian kuat di lingkungan warga atau simpatisannya. Dengan mengatas-namakan Muhammadiyah, orang rela berjuang dan berkorban. Muhammadiyah di beberapa tempat memiliki penggerak sekaligus kepemimpinan yang tangguh. Atas kekuatan orang-orang (figur), yang sayangnya tidak merata ini, Muhammadiyah bisa digerakkan olehnya. Saya mengamati bahwa sesungguhnya kekuatan Muhammadiyah bukan pada tataran organisasinya, melainkan pada komitmennya terhadap perjuangan dalam wadah organisasi Muhammadiyah dengan berbagai resikonya. Sekali lagi sayangnya, kekayaan Muhammadiyah berupa pemimpin, penggerak, dan pejuang yang ikhlash ini tidak merata dimiliki oleh seluruh wilayah atau daerah Muhammadiyah.

5. Dengan modal kekuatan orang-orang (figur) yang menyandang komitmen itulah maka Muhammadiyah berhasil mengembangkan lembaga pendidikan di mana-mana, di hampir seluruh Indonesia. Diakui, bahwa penggerak pendidikan Muhammadiyah adalah para pegawai negeri (guru, dosen atau birokrat), pengusaha atau lainnya. Anehnya, mereka mengabdi di Muhammadiyah dirasakan sebagai tuntutan ibadah, dan hal itu berbeda tatkala mereka menunaikan tugas, bekerja di tempat dinasnya yang dianggap sebagai menunaikan kewajiban yang bersifat profane. Muhammadiyah seperti memiliki "magnet" tersendiri untuk beramal atau bekerja. Keberhasilan Muhammadiyah menjadi kekuatan penggerak ini, kiranya perlu dipelajari dalam mengembangkan nilai-nilai dan ruh birokrasi yang pada umumnya sulit dikembangkan di berbagai tempat, termasuk di birokrasi pemerintahan sekalipun.

6. Nilai dan semangat mengabdi, berjuang, dan berkorban yang dikembangkan di lembaga pendidikan Muhammadiyah, ternyata sebagiannya berhasil ditransfer pada peserta didik Muhammadiyah. Mirip dengan pendidikan pesantren, pendidikan Muhammadiyah juga mampu melahirkan jiwa entrepeneourship bagi para lulusannya. Mereka dengan semangat berwirausaha, berani mengembangkan usaha-usaha ekonomi, termasuk juga bergerak mengembangkan lembaga pendidikan Muhammadiyah di tempat asal kelahirannya. Semangat berdakwah, lahir melalui lembaga pendidikan Muhammadiyah. Bandingkan dengan lulusan lembaga pendidikan pada umumnya, setelah lulus mencari kerja untuk kepentingan diri dan keluarganya. Sebaliknya, lulusan lembaga pendidikan Muhammadiyah, sekalipun tidak semuanya, berhasil menumbuhkan semangat berdakwah dan berjuang membangun masyarakat melalui organisasi Muhammadiyah atau lainnya.

7. Kecuali itu, hal yang masih perlu dikembangkan di lingkungan pendidikan Muhammadiyah adalah terkait dengan bangunan keilmuan (body of knowledge) yang belum sepenuhnya sesuai dengan jargon besar yang dikembangkan oleh organisasi Muhammadiyah. Organisasi ini selalu menyerukan ”kembali kepada al-Qur’an dan as-sunnah Nabi Saw.” Saya berpandangan, alangkah indahnya jika Muhammadiyah berhasil merumuskan secara utuh dan komprehensif, pendidikan yang benar-benar diwarnai oleh pesan-pesan Kitab Suci dan Tradisi Rasulullah itu. Saya melihat bahwa isi pendidikan di lembaga pendidikan Muhammadiyah masih terkesan adanya pembagian ilmu secara dikotomik, yaitu adanya ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama. Muhammadiyah juga sebagaimana organisasi Islam lainnya, masih memahami Islam sebatas sebagai "agama", dan belum memandang Islam sebagai agama sekaligus juga peradaban. Terlihat di sana, misalnya, ada pemisahan antara ilmu-ilmu umum dan ilmu agama plus Ke-Muhammadiyahan. Dari gambaran struktur keilmuan seperti itu, seolah-olah al-Qur’an hanya dipahami sebatas kitab pedoman melakukan kegiatan ritual dan spiritual, yang meliputi bidang-bidang aqidah, fiqh, akhlak, sejarah dan bahasa Arab, sebagaimana hal ini dapat dilihat pada lembaga-lembaga pendidikan Islam pada umumnya. Jika saja jargon besar itu berhasil dirumuskan secara integral dan komprehensif dalam konteks bangunan keilmuan yang utuh, dengan memadukan ilmu umum dan ilmu agama, sebagaimana petunjuk al Qur’an dan hadis, maka ini akan menjadi ciri khas dan sekaligus keunggulan pendidikan Muhammadiyah. Dan, kegagalan di bidang ini menyebabkan masyarakat di luar Muhammadiyah menganggapnya sebagai titik lemahnya.

8. Sekadar bahan perbandingan dan sekaligus pertimbangan, bagaimana memulai pengembangan bangunan keilmuan di lembaga pendidikan Islam, seperti Muhammadiyah, ini saya telah mengembangkan apa yang disebut dengan integrasi Islam dan sains di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Model integrasi ini tentu harus diterjemahkan secara utuh dan komprehensif ke dalam seluruh struktur institusi yang ada, dengan pertama-tama, misalnya, mengembangkan keterpaduan pendidikan tinggi dengan tradisi pesantren, di mana yang unsur yang pertama tumbuh dan berkembang di atas basis kultural persantren. Selanjutnya adalah pengembangan bilingual system, yakni pengembangan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, di mana Bahasa Arab diperlukan untuk memahami sumber ajaran Islam, yaini al-Qur’an dan al-Hadis, sementara Bahasa Inggris sebagai alat mengeksplorasi sains. Di UIN Malang, penguatan bilingual tersebut dikembangkan melalui program-program unggulan, yakni Program Khusus Pembelajaran Bahasa Arab (PKPBA), dan Program Khusus Pembelajaran Bahasa Inggris (PKPBI). Setelah itu disusul dengan apa yang disebut dengan arkân al-jâmi'ah (tiang penyangga perguruan tinggi), yaitu dosen, mahasiswa, laboratorium, perpustakaan, ruang perkuliahan, perkantoran, masjid, ma'had, pendanaan, dan manajemen. Tentu semua komponen fundamental ini telah dijabarkan ke dalam seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dan kurikulum pendidikan tingggi secara utuh, praktis, dan implementatif, untuk melahirkan karakter generasi yang unggul di masa mendatang.

9. Selanjutnya, Muhammadiyah yang senantiasa mencitrakan diri sebagai organisasi pembaharu, senantiasa melakukan inovasi-inovasi, maka selalu ditunggu-tunggu konsep dan implementasi pembaharuannya di bidang pendidikan. Pembaharuan bidang pendidikan oleh Muhammadiyah seharusnya tidak boleh berhenti. Masyarakat dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan, dan oleh karena itu pula selalu menuntut pembaharuan. Lembaga pendidikan Muhammadiyah pada gilirannya diposisikan dan dipfungsikan sebagai kekuatan pembaharu, the agent of change, tidak boleh hanya sebatas memosisikan diri sebagai pewaris sejarah lama, apalagi membanggakannya. Bahkan bentuk-bentuk pembaharuan yang dulu pernah dijalankan, pada saat ini perlu diperbaharui ulang sejalan dengan tuntutan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Muhammadiyah harus berani mengeluarkan kekuatan ampuh dan strategisnya, yaitu melakukan ijtihad besar dalam membangun lembaga pendidikan, yang diperlukan oleh bangsa dan umat manusia. Selain minimnya konsep pembaharuan, atau bahkan redupnya semangat ijtihad di kalangan generasi muda, ternyata akhir-akhir ini juga Muhammadiyah terbawa oleh arus dinamika yang bersifat teknis. Misalnya, Muhammadiyah ikut disibukkan oleh perbincangan ujian nasional, sekolah kejuruan, dan perubahan-perubahan lain yang kurang mendasar, bahkan sangat insidental. Menurutt hemat saya, Muhammadiyah harus selalu memosisikan diri sebagai pencetus dan pengusung ide pembaharuan itu, dan bukannya malah sebagai penumpang pembaharuan. Tekad dan peran sebagai pembaharu, sebagaimana misi awal kelahirannya, pada saat sekarang mestinya sangat dimungkinkan untuk dilakukan, mengingat akhir-akhir ini sumber daya manusia yang dimiliki Muhammadiyah semakin banyak dan berkualitas.

10. Sekali lagi, melewati usianya yang sekian panjang, Muhammadiyah dengan berbagai perguruan tingginya, sudah semestinya telah melakukan reorientasi serta pengembangan sistem pendidikan, dari sebatas memberikan pelayanan pendidikan, kepada kegiatan-kegiatan yang memungkinkan dilahirkannya pemikiran-pemikiran baru, para pembaharu, dan para penggerak pembaharuan, baik menyangkut keislaman, ilmu, dan peradaban. Muhammadiyah tidak lagi hanya sebatas sebagai lembaga pendidikan komplementer sebagaimana yang diselenggarakan oleh pemerintah. Tetapi, lembaga pendidikan Muhammadiyah diangankan mampu memberikan nilai tambah dan lebih di tengah-tengah desakan perubahan global, seperti tuntutan sekolah berbasis isternasional (SBI), pendidikan yang mampu menciptakan lulusan profesional dan skilled, dan pendidikan yang mampu mengakses dimensi-dimensi global dengan tanpa menyingkirkan dimensi kearifan lokal yang ada. Karena itu, di tengah pengapnya sistem dan lembaga pendidikan Islam di Indonesia, yang kebanyakan adalah swasta dan senantiasa menuai kritik, maka Muhammadiyah harus berani tampil ke permukaan dengan senantiasa mengibarkan lagi-lagi semangat pembaruan dan modernisasi dalam arti yang sesungguhnya.

11. Maka, pada bagian akhir tulisan ini, saya perlu mengingatkan kembali akan arti pentingnya doktrin Muhammadiyah, yaitu pencerahan umat (selain itu adalah tauhid, mengembirakan amal shalih, kerjasama untuk kebajikan, dan tidak berpolitik praktis [H.M. Amien Rais dalam Nurhadi M. Musawir, 1996: 1-8]). Doktrin pencerahan umat ini tentu hanya bisa dimulai dengan mengembangkan lembaga pendidikan. Karena itu, para tokoh Muhammadiyah pendahulu, demikian Amien Rais, tidak pernah bosan mengingatkan masyarakat Islam Indonesia bahwa ilmu pengetahuan adalah barang yang hilang dari kaum muslimin yang harus direbut kembali. Tidak salah bila di awal pertumbuhannya, Muhammadiyah tidak membangun kongsi-kongsi dagang, tetapi membangun sekolah sebanyak mungkin. Logikanya jelas bahwa kebodohan telah menjerat umat Islam ke dalam ketertinggalan, keterbelakangan, kemiskinan, dan hilangnya daya saing. Atau, meminjam istilah Muhammad Abduh, bahwa umat Islam mahjûb bi nafsihî (tertutup/terbelakang karena dirinya sendiri) dan karena itu, untuk menginstal kembali peran strategis umat Islam haruslah dimulai dengan menghidupkan lembaga-lembaga pendidikan dengan misi utama pencerahan umat.

12. Doktrin pencerahan umat melalui pengembangan lembaga pendidikan bagi Muhammadiyah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Semangat doktrin ini akan menggelegak manakala kita mau membaca kisah nyata dalam novel Laskar Pelangi, karya Andrea Hirata (2008), di mana SDI Muhammadiyah Belitoeng yang dilihat sebelah mata oleh masyarakat kala itu. Artinya, melalui pembacaan itu kita (warga Muhammadiyah) diajak untuk mengintrodusir kembali pencerahan dan sekaligus penyelamatan umat Islam melalui sistem dan lembaga pendidikan dengan mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah yang lebih berwibawa, bergengsi, dan tentu tidak lepas dari akar-akar keislaman/kemuham-madiyahan yang telah dibangun oleh para pendahulu.

13. Untuk mengejawantahkan doktrin mulia tadi, kiranya semangat amal shaleh yang akrab dikenal dengan semboyan amar ma'ruf nahi mungkar (menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar), sebagaimana terpatri pada pribadi Pak K.A. Harfan Effendy Noor bin K.A. Fadillah Zein Noor (dikenal Pak Harfan) dan Ibu N.A. Muslimah Hafsari Hamid binti K.A. Abdul Hamid (dikenal Bu Mus) dalam novel itu, kiranya harus menjadi sumber dinamika dan kreativitas. Semboyan itu harus senantiasa menjadi semangat yang built-in dalam perjuangan Muhammadiyah.

14. Selain itu, peran Muhammadiyah yang sedemikian besar dalam pendidikan, seharusnya pemerintah berani memosisikan lembaga pendidikan yang dikelola oleh organisasi ini sebagai mitra pemerintah, bukan sebagai pesaing, baik secara konseptual maupun operasional dalam memberikan pelayanan pendidikan pada masyarakat di negeri ini. Sebagaimana mitra, pemerintah dituntut memberikan otonomi sekaligus memfasilitasi segala kebutuhan yang belum berhasil dipenuhi oleh Muhammadiyah. Akhirnya, mari kita mulai pembangunan dan pengembangan lembaga pendidikan Muhammadiyah ini dengan semangat, "hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, dan bukan hidup untuk menerima sebanyak-banyaknya," sebagaimana seringkali diinjeksikan Pak Harfan kepada anak-didiknya di SDI Muhammadiyah Belitoeng. Wallahu a’lam bis-shawab!

Catatan : Tulisan ini merupakan bahan diskusi di Univ.Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 17 Juli 2009
*Artikel ini pernah dimuat di website uin-malang.ac.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjaga Keturunan Sebagai Upaya Perlindungan (Hifdzu Nasl)

Oleh: Immawan Muhammad Asro Al Aziz Keturunan ( nasl ) merupakan serangkaian karakteristik seseorang yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki seseorang dari orang tua melalui gen-gen. Keturunan juga merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan individu. Perhatian Islam terhadap keturunan dapat dilihat dari sejarahnya yang membuktikan bahwa merupakan hal yang sangat penting dalam, sehingga terdapat beberapa ayat al-Qur’an yang secara spesifik berbicara tentang penjagaan keturunan. Misalnya pada QS. al-Ahzab: 4-5 yang memberi tuntunan tentang proses pemberian nasab terhadap anak kandung dan anak angkat. Karena, perhatian terhadap keturunan juga berimplikasi terhadap hak pemberian nafkah, pewarisan harta, pengharaman nikah, dan lain-lain. Islam memberikan perhatian yang besar terhadap keturunan untuk mengukuhkan aturan dalam keluarga yang bertujuan untuk mengayominya melalui perbaikan serta menjamin kehidupannya

Implementasi Strategi Inovasi Produk Perspektif Al-Qur'an

A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk individual juga sebagai makhluk ekonomi. Banyak kebutuhan yang di perlukan oleh setiap manusia menjadikan ekonomi sebagai suatu ilmu untuk memenuhi keberlangsungan hidup seseorang. Hal bisa itu terjadi karena perubahan lingkungan yang fundamental merupakan daya dorong (driving forces) perubahan perekonomian dan bisnis. Perubahan dalam semua aspek kehidupan harus direspons sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kemanfaatan bisnis. Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan perusahaan beroperasi di tingkat lokal, regional dan global, tanpa harus membangun system bisnis di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Proses informasi dan komunikasi memperluas kemungkinan operasi jaringan perusahaan.  Disebutkan bahwa Koperasi di Jawa Tengah mengalami perkembangan jumlah koperasi aktif 22.674 (81,37%), tetapi tidak disertai dengan berkurangnya jumlah koperasi tidak aktif di Jawa Tengah dengan jumlah 5.19

Strategi Dakwah Ala Rasulullah

Oleh: Immawati Afifatur Rasyidah Islam merupakan agama perdamaian yang dianugrahkan oleh Allah swt dan perlu dijaga eksistensinya. Sebagai kader umat dan pewaris tampuk pimpinan umat kelak, sejatinya dewasa ini para generasi muda dilatih agar dapat menghadapi tantangan dan menjaga agama Islam ini. Berbagai kontroversi terjadi, agama dimonsterisasi, ulama didiskriminalisasi, umat dicurigai, dakwah dianggap provokasi, bahkan kebaikan pun dianggap radikalisasi. Salah satu   maqashidu syariah dalam agama Islam ialah hifdzu al-din (menjaga agama). Penjagaan terhadap agama dapat diimplementasikan dengan berbagai hal, salah satunya adalah dengan dakwah. Penyebaran dakwah tentu tak terlepas dengan metode atau manhaj atau thariqah. At-Thariqat Ahammu Min Al-Maddah, metode itu jauh lebih penting daripada materi. Ia merupakan sebuah seni (estetika) dalam proses penyampaian dakwah. Secara leksikal, metode ialah the way of doing. Sebaik-baik kualitas materi yang disampaikan dalam pembelajaran