Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2017

SIAPA PENYULUT KONFLIK

Oleh: Sirajudin Bariqi Konflik yang dialamatkan kepada isu-isu SARA seakan tidak ada habisnya, bahkan dapat dibilang terus bertambah. Padahal, manusia dengan potensi akal-budinya sudah semestinya mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam hal pemikiran. Sehingga, meskipun potensi konflik semakin meningkat, ia bisa menganalisis dan menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Sayangnya, kenyataan tidaklah demikian. Hampir setiap jengkal tanah yang menjadi pijakan manusia untuk menghidupi penghidupannya ini mempunyai potensi konflik. Sumbu penyulut api telah disiapkan. Hanya butuh pemicu, dan api permusuhan pun akan segera berkobar. Telah disepakati bahwa realitas kehidupan manusia bersifat plural. Manusia tidak diciptakan dalam satu cetakan yang sama. Mereka yang seagama, senegara bahkan sekeluarga tetap mempunyai perbedaaan; baik dari segi fisik, kebiasaan, pemikiran, dan lain-lain. Adalah sebuah kesalahan jika ada upaya penyamaan dan penyeragaman visi-misi manusia secara keselu

SEMUA AGAMA SAMA

source: kompasiana.com Oleh: Usman al-Mudi Pertama-pertama kita harus menyadari bahwa ada golongan tertentu pemeluk agama yang mengaku bahwa kebenaran hanya berada di dalam agama miliknya dan selain yang bersumber dari kitab sucinya dianggap salah. Hal ini tidak hanya terjadi pada satu agama tertentu, eksklusivitas beberapa golongan dalam sikap beragama diistilahkan dengan truth claim . Hal ini terlihat sangat manusiawi, bahwa setiap orang akan teguh mempertahankan apa yang diyakininya, dipelajarinya, dan proses sungguh-sungguh untuk mendapatkan ilmunya. Ketika seseorang dilahirkan sebagai anak dari seorang pemimpin, maka seiring tumbuh kembangnya ia akan melakukan proses internalisasi nilai-nilai bahwa untuk mendapatkan keberhasilan seperti orangtuanya ia harus melakukan kerja yang sama atau paling tidak, tidak jauh beda, yakni memimpin. Cara lain mungkin saja dilakukan namun hal ini akan berdampak pada kondisi psikologis sang anak, sebab dalam proses internalisasi nilai-ni