Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2016

Kuntowidjoyo: Muhammadiyah Bekerja dalam Diam

Bagi kalangan awam tentang sejarah, banyak yang bertanya-tanya, selama ini Muhammadiyah ngapain aja sih? Atau Muhammadiyah sudah melahirkan karya apa saja sih? Atau tokoh-tokoh Muhammadiyah siapa saja sih? etc. Ya. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu sangat lumrah ditujukan bagi Persyarikatan Muhammadiyah, yang prinsipnya adalah bekerja tanpa publikasi dan tanpa tepuk tangan. Kuntowijoyo membahasakan warga Muhammadiyah sebagai orang-orang yang bekerja dalam diam. Mungkin sebagian langsung tidak terima dengan pernyataan itu, mengingat Kuntowijoyo adalah kader dan bagian dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Karena bagian dari Muhammadiyah maka pernyataan Kuntowijoyo dianggap subjektif. Tapi sosok Kuntowijoyo sendiri menguatkan alasan itu. Beliau sebagai intelektual yang berpengaruh besar di Indonesia jarang disebut2 sebagai bagian dari Muhammadiyah. Tidak dibangga-banggakan namanya sebagai Muhammadiyah. Sama dengan tidak dibangga2kannya sosok2 intelektual Azumardi Azra, Suyatno, Suyanto,

IMM Sebagai Lokomotif Pengembangan Pemikiran (Tajdid)

Kelahiran Muhammadiyah bermula sebagai respon atas penjajahan dan keterbelakangan. Atas kesadaran itu, Muhammadiyah tumbuh bersama kaum marjinal. Bergandengan tangan dengan kaum lemah. Berangkulan dengan orang-orang tertindas. Utamanya mereka yang mengalami ketertindasan dalam bidang sosial, ekonomi, dan agama. Dengan begitu, Muhammadiyah merasa harus melakukan sesuatu demi memperbaiki keadaan. Muhammadiyah mulai mendobrak kondisi kemapanan, melakukan pembaharuan (tajdid). Semisal, Kaum marjinal yang awalnya hanya mempercayai dukun (tabib) dan tidak mau berobat ke dokter yang ketika itu hanya ada RS Kristen, kemudian beralih. Dengan adanya RS PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem), rakyat tercerahkan. Satu tahun setelah berdiri, RS PKO mengalami kebangkrutan, karena ketika itu semua biaya perawatan digratiskan untuk semua kalangan, dengan tenaga dokter profesional yang sebagian besar adalah Kristen. Demikian halnya dalam ranah pendidikan dan pengorganisasian ritual2 rutinan, Muhammadi

Re-orientasi Gerak Muhammadiyah Melintasi Abad Kedua

Muhammadiyah awal --bisa dikatakan-- meniru gerakan zending Kristen. Dalam kasus ini, hadis "man tasyabbaha bi qaumin fahuwa minhum" meniru secara selektif dalam hal baik justru membawa kemajuan. Atas kesadaran kondisi realitas itu, Kyai Ahmad Dahlan mengupayakan perbaikan umat. Menjadikan Muhammadiyah sebagai payung yang meneduhkan siapa saja, beragam agama dan beragam latar belakang manusia merapa ... tkan barisan demi pencerahan. Membebaskan manusia dari keterbelakangan, kemiskinan, dan ketidakberdayaan. Mengupayakan solusi meskipun dari hal terkecil, dibanding harus mengutuk keadaan. Namun, dilandasi niat yang tulus dan kematangan berpikir, Kyai Dahlan justru diikuti dan diteladani, dari yang semula dimusuhi. Di masa sekarang, kehidupan masyarakat berubah semakin rumit, dengan kondisi menggejalanya kompetisi global dan pengaruh ilmu pengetahuan dan arus teknologi informasi, yang mengakibatkan berbagai masalah sosial-ekonomi-budaya. Akibatnya, orang-orang yang termarj

KH. Ahmad Dahlan Pelaku Demistifikasi Kyai

Tersebutlah sebuah zaman ketika para Kyai dan para ulama disanjung di luar batas kewajaran. Terlepas dari nilai positifnya untuk menghormati ahli ilmu, perilaku itu di segi yang lain telah menyuburkan paham yang tidak patut. Padahal sejak terbitnya cahaya Islam di ufuk timur, Muhammad mengajak manusia untuk menganut prinsip kesamaan kedudukan (egalitariansm), peny amarataan (equalizing), dan kesamaan (levelling). Di saat yang bersamaan, juga menyeru untuk meninggalkan sikap yang sebaliknya, sikap zalim, perbudakan, penghambaan kepada manusia, dan seterusnya. Di zaman ketika Kyai hanya boleh didatangi, ketika kyai hanya ditunggu, ketika kyai harus diperlakukan semulia itu, Kyai Ahmad Dahlan menggebrak sakralisasi Kyai. Beliau mendatangi dan mencari santri, begitu menemukan santri, beliau mengajar di tempat itu dengan membentuk majelis taklim. Kini, apa yang dicontohkan Kyai Ahmad Dahlan diikuti dan menjadi tren baru, majelis taklim menjadi fenomenal dan menjadi gaya baru dalam mend

Muhammadiyah dan Perannya untuk Mempersatukan Umat

Secara Historis, berdirinya Majelis Tarjih pada 1927 atas usul KH. Mas Mansur adalah untuk mempersatukan umat. Ketika itu, kelahirannya sebagai respon atas kondisi sosio-historis umat Islam yang mudah terkotak-kotak, serta adanya sikap fanatik dan mudah mengkafir-kafirkan antar sesama. Fenomena kemunduran itulah yang menginspirasi dan menjadi tuju ... an utama berdirinya Majelis Tarjih, yaitu mempersatukan dan memberikan kedamaian dan kenyamanan dalam kehidupan beragama. Demikian halnya dengan sejarah berdirinya Majelis Ulama Indonesia pada tahun 1970-an. Buya Hamka sebagai tokoh Muhammadiyah dan tokoh nasional, mengusulkan dan menginisiasi gagasan berdirinya Majelis Ulama Indonoesia (MUI). Tujuan awalnya adalah untuk mempersatukan umat dan menciptakan wujud Islam yang rahmatan lil alamin. Muhammadiyah, jangan kau berubah. Teruslah begitu sebagai organisasi yang dewasa dan menjadi payung besar bagi semua komponen bangsa yang majemuk dan segenap umat manusia yang beragam. Jangan di