Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

IMM as the Theology of Hope

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah hadir sebagai the theology of hope. Sebagai harapan pencerahan, harapan bagi lahirnya lokomotif pengembangan tajdid, pengembangan pemikiran, dan kemajuan peradaban bagi Ikatan, Persyariakatan, umat, dan bangsa. Jika esensi ini mampu dipahami oleh segenap kader, maka IMM bisa menjadi garda terdepan sebagai pelopor kemajuan, pemecah kebuntuan pemikiran, pencair kemandekan konstekstualisasi ajaran-ajaran yang lebih membumi, praksis, dan berlaku lebih universal. Ranah yang menjadi garapan IMM harusnya bukan lagi pada purifikasi dan ibadah murni. saatnya IMM sebagai pelanjut ranah dinamisasi dan modernisasi, wacana dan praksis yang lebih universal, dan tidak sempit.

Kaligrafi Karya Siradjuddin*

“Kaligrafi Arab merupakan jenis tulisan yang elastis, tampil dengan bentuk keindahan yang sensitif. Seperti dalam kaligrafi Cina, seorang kaligrafer dalam seni khat memiliki daya sensitivitas yang tinggi di samping kepandaian teknik menulis. Maka, nilai pribadi seniman tampak pada setiap jenis karya seni khat yang menjadi sumber pertumbuhan dari gaya dalam kaligrafi Arab.” (Wiyoso Yudoseputro dalam Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia) *Siradjuddin merupakan kader IMM Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

BUNDA

Oleh: Ulfa Nurul Ashari*   Ku buka album biru penuh debu dan usang ku pandangi semua gambar diri kecil bersih belum ternoda pikirku pun melayang dahulu penuh kasih teringat semua cerita orang tentang riwayatku kata mereka diriku slalu dimanja kata mereka diriku slalu di timang nada^ yang indah selalu terurai darimu tangisan nakal dari bibirku tak kan jadi deritanya tangan halus dan suci tlah menerkam tubuh ini jiwa raga dan seluruh hidup telah dia berikan kata mereka diriku slalu dimanja kata mereka diriku slalu di timang oohh bunda ada dan tiada dirimu kan selalu ada di dalam hatiku [*]

Quote today

Kamil bin Ziyad meriwayatkan: "bahawa pada suatu hari Ali bin Abi Talib menarik kedua belah tanganku, lalu aku dibawanya ke suatu tempat dan dia berkata kepadaku: "Wahai Kamil bin Ziyad, sebaik-baik hati ialah hati yang dipergunakan untuk mengendalikan ilmu. Ingatlah apa yang hendak aku katakan kepadamu: setiap manusia itu berbeza, ada di antara mereka seorang yang alim, sedangkan ilmu mereka selalu mengalami pasang surut dan ada pula beberapa orang di antara mereka yang tekun belajar sampai ia berhasil mencapai hajatnya, tetapi yang paling rendah ialah orang yang bodoh. Walaupun bermacam-macam keadaan mereka, semuanya condong ke kanan dan ke kiri apabila dihembus oleh angin. Tiada yangkuasa menyinari perjalanan dengan pengetahuan mereka". Seterusnya Ali menyambung lagi: "Sesungguhnya ilmu itu lebih berharga daripada harta kekayaan, kerana bila engkau menjadi alim, engkau akan dijaga dan dibimbingnya. Berbeza dengan hartamu, dialah yang akan mem

Landasan Penyatuan Kalender Hijriah*

Oleh : Prof. Dr. Syamsul Anwar MA. Saya sudah sering menyampaikan bahwa penyatuan kalender Hijriah adalah suatu kemestian. Yang perlu dipikirkan adalah dasar  filisofi penyatuan itu. Dasar penyatuan tersebut dapat dirujukkan kepada fungsi kalender Hijriah, yaitu (1) fungsi sivil, dan (2) fungsi relijius. Fungsi sivil sudah hampir seluruhnya diambil alih oleh kalender Masehi yang terlihat dalam kenyataan bahwa kita dalam kehidupan sehari-hari menggunakan kalender Masehi untuk berbagai tujuan: menjadwal kegiatan, membuat rencana, mencatat kelahiran anak atau cucu, kesanggupan membayar hutang, dan sebagainya. Sekarang tinggal fungsi relijiusnya, yaitu menata waktu-waktu ibadah. Salah satu bentuk ibadah Islam adalah suatu ibadah yang dilaksanakan di suatu tempat tertentu di muka bumi (seperti di Indonesia), tetapi waktunya terkait dengan peristiwa di tempat lain. Ibadah itu adalah puasa Arafah yang dikerjakan di mana pun di dunia termasuk di Indonesia, tetapi wakt

ISLAM NUSANTARA DAN ISLAM BERKEMAJUAN

KH. Salahuddin Wahid Pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang 1. Mendengar banyaknya penolakan terhadap Islam Nusantara termasuk dari dalam kalangan NU, perlu diajukan pertanyaan : Islam Nusantara itu barang baru dengan nama baru, atau barang lama dengan nama baru atau barang lama dimodifikasi lalu diberi nama baru? Kalau barang lama sudah disukai masyarakat, untuk apa diberi nama baru? Tampaknya itu adalah barang lama di modifikasi lalu diberi nama baru.   2. Kenapa memilih nama Nusantara? Kenapa tidak memilih nama Indonesia? Atau menggunakan istilah Aswaja atau rahmatan lil alamin? Islam di Nusantara memang telah Menuhin citra sebagai Islam yang disebarkan dengan cara damai, menggunakan idiom dan budaya setempat. Prof Naguib al Attas Islam di Nusantara disebarkan dengan cara sistematis oleh para ulama yang hebat. Tetapi tidak bisa dibantah bahwa Islam di Nusantara ditaklukkan oleh Belanda. Islam Indonesia yang mampu memerdekakan Nusantara dari Belanda.   3. Islam Ber

ISLAM BERKEMAJUAN DALAM KONTEKS KEBANGSAAN

  Oleh Haedar Nashir   PENDAHULUAN Islam hadir di kepulauan Indonesia secara kesejarahan dalam suatu matarantai yang panjang, berwarna-warna, dan tidak sekali jadi dengan melibatkan banyak sekali pelaku dakwah dan penyebar Islam yang tak berbilang. Islam di negeri Nusantara tidaklah tunggal dan linier, dia tumbuh-berkembang sarat dinamika persambungan dan perubahan yang mengalami pembentukan terus menerus sejak abad ketujuh atau ketigabelas hingga saat ini. Hingga kapanpun Islam dalam kehidupan pemeluknya akan terus mengalami perkembangan pasang-surut sesuai hukum perubahan yang sepenuhnya bercorak kesejarahan. Para ahli mencermati keragaman proses dan pelaku Islamisasi di negeri ini secara dialektik. Islam masuk ke Indonesia berhadapan dengan kebudayaan masyarakat Indonesia yang bertumpu pada stratum masayarakat petani yang banyak dipengaruhi oleh kepercayaan animisme ( Dobbin ,   2008: 185). Islam masuk ke Nusantara ketika agama Hindu telah mengakar kuat dalam masyara

Hakekat Manusia

aku kamu dan Dia Oleh : Joko Riyanto Aku hidup di dalam suka dan duka Ingin bahagia tapi tak tau seperti apa Ketika Dia melemparku ketempat yang berbeda Aku kamu berjumpa pada kibaran merah   merona Namun, sebelum aku mengenalmu Aku harus tau siapa diriku Agar aku dapat bercinta dengan kamu Agar aku dan kamu telanjang dalam berkendak Dia Aku dapat berfikir, merasa, dan bersolidaritas jua Apakah kamu seperti itu? Mari kita bersatu untuk memanifestasikan Dia Agar menjadi aku dan kamu seutuhnya Aku dalam puisi diatas dapat kita manaknai sebagi ego dalam terminologinya Muhammad Iqbal (1887-1938). Pernahkah dalam hidup kita bertanya mengenai siapa diriku? Jika pertanyaan filosofis tersebut dilontarkan kepada para priyai dikampung halaman, maka jawaban yang diperoleh bersifat religius dan tektual. Namun, tidak semua agama menjawab secara normatif itu tergantung kaca mata apa yag dipakai para priyai (penafsir). Seperti apa jawaban normatif agama Islam? Di

KIBAR Gelar Kongres di Sukoharjo

KIBAR IMM Sleman kian melebarkan sayapnya, tidak lagi hanya mengurusi majalah dan buletin. Hal ini penting dilakukan mengingat fakta persaingan di bidang media era global yang sudah semakin ketat. Jika tidak ingin tenggelam atau tertinggal, solusinya adalah melakukan improvisasi, inovasi, dan transformasi. Gagasan ini mengemuka dalam Kongres KIBAR pada Minggu (4/10) di Sukoharjo. Menurut Hamam Alfajari, selaku Pemimpin Umum terpilih, menyatakan bahwa KIBAR yang baru harus tetap konsisten menjadi garda terdepan dalam memajukan persyarikatan dan membela kaum marjinal. Tidak hanya melalui media majalah –yang menjadi fokus garapan KIBAR selama ini--, namun juga melalui pelatihan, training, leadership, outbont, tentor iqra, forum diskusi, hingga penerbitan. Hasbullah Syarif, salah satu peserta dan sekaligus Direktur Eksekutif KIBAR Training-Education Centre terpilih mengungkapkan, “Kedepan, KIBAR penting untuk memprakarsai adanya wadah perkumpulan, koordinasi, dan silaturrahmi media-me

IMM Ushuluddin UIN Adakan Bakti Sosial Idul Adha

Gerakan filantropi tak boleh berhenti di tanah ibu pertiwi. Masih banyak energi dan solusi yang harus dibagi untuk membenahi Indonesia, hingga ke pelosok negeri. Tak harus menjadi pejabat publik atau tokoh masyarakat, berbagi dan iuran solusi bisa diwujudkan dengan aksi turun tangan bersama. Sekedar mengutuk situasi tak akan merubah apa-apa. Dalam rangka moment idul adha 1436 H, misalnya, tidak perlu mengutuk atau menyesali adanya daerah-daerah terpencil di Gunung Kidul yang tidak menerima jatah hewan qurban, walaupun hanya satu ekor kambing. Sementara di sudut-sudut kota, justru terdapat banyak hewan qurban yang turah atau berlebih. Disinilah urgensi dibutuhkan orang-orang yang mau berbagi, menjadi relawan, menawarkan diri sebagai penyalur dan perantara antara pihak yang ingin menyumbang dengan warga yang sangat membutuhkan sumbangan. Hal ini menjadi latar belakang kegiatan Bakti Sosial IMM Ushuluddin yang bertempat di desa Bulaksalak, Wukirsari, Sleman, Yogyakarta. Kegiatan ruti

Harmoni dalam Kemajemukan

Judul                : Fikih Kebinekaan (Pandangan Islam Indonesia Tentang Umat, Kewargaan dan Kepemimpinan non-Muslim Penulis              : Azyumardi Azra, dkk Editor               : Wawan Gunawan Abdul Wahid, Muhammad Adullah Darraz, dan Ahmad Fuad Fanani Penerbit            : Kerjasama Mizan dan Maarif Institute Tahun Terbit     : Cetakan Pertama,   Agustus 2015 Tebal                : 360 halaman ISBN                : 978-979-433-896-4 Peresensi          : Muhammad Ridha Basri* Indonesia adalah negara yang bineka. Majemuk dalam agama, budaya, bahasa, suku, hingga sumber daya, flora dan fauna. Lestarinya keberagaman komponen bangsa ini salah satunya disebabkan oleh sikap kepercayaan diri yang teguh serta lantang dalam menunjukkan identitas kebinekaan yang bermoral. Yudi Latif --pengamat isu-isu kebangsaan-- menunjukkan keabsahan betapa segenap manusia yang dilahirkan di bumi Indonesia patut berbangga. Dalam tulisannya, Yudi Latif mengutip pernyataan sekelo