Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2015

Landasan Penyatuan Kalender Hijriah*

Oleh : Prof. Dr. Syamsul Anwar MA. Saya sudah sering menyampaikan bahwa penyatuan kalender Hijriah adalah suatu kemestian. Yang perlu dipikirkan adalah dasar  filisofi penyatuan itu. Dasar penyatuan tersebut dapat dirujukkan kepada fungsi kalender Hijriah, yaitu (1) fungsi sivil, dan (2) fungsi relijius. Fungsi sivil sudah hampir seluruhnya diambil alih oleh kalender Masehi yang terlihat dalam kenyataan bahwa kita dalam kehidupan sehari-hari menggunakan kalender Masehi untuk berbagai tujuan: menjadwal kegiatan, membuat rencana, mencatat kelahiran anak atau cucu, kesanggupan membayar hutang, dan sebagainya. Sekarang tinggal fungsi relijiusnya, yaitu menata waktu-waktu ibadah. Salah satu bentuk ibadah Islam adalah suatu ibadah yang dilaksanakan di suatu tempat tertentu di muka bumi (seperti di Indonesia), tetapi waktunya terkait dengan peristiwa di tempat lain. Ibadah itu adalah puasa Arafah yang dikerjakan di mana pun di dunia termasuk di Indonesia, tetapi wakt

ISLAM NUSANTARA DAN ISLAM BERKEMAJUAN

KH. Salahuddin Wahid Pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang 1. Mendengar banyaknya penolakan terhadap Islam Nusantara termasuk dari dalam kalangan NU, perlu diajukan pertanyaan : Islam Nusantara itu barang baru dengan nama baru, atau barang lama dengan nama baru atau barang lama dimodifikasi lalu diberi nama baru? Kalau barang lama sudah disukai masyarakat, untuk apa diberi nama baru? Tampaknya itu adalah barang lama di modifikasi lalu diberi nama baru.   2. Kenapa memilih nama Nusantara? Kenapa tidak memilih nama Indonesia? Atau menggunakan istilah Aswaja atau rahmatan lil alamin? Islam di Nusantara memang telah Menuhin citra sebagai Islam yang disebarkan dengan cara damai, menggunakan idiom dan budaya setempat. Prof Naguib al Attas Islam di Nusantara disebarkan dengan cara sistematis oleh para ulama yang hebat. Tetapi tidak bisa dibantah bahwa Islam di Nusantara ditaklukkan oleh Belanda. Islam Indonesia yang mampu memerdekakan Nusantara dari Belanda.   3. Islam Ber

ISLAM BERKEMAJUAN DALAM KONTEKS KEBANGSAAN

  Oleh Haedar Nashir   PENDAHULUAN Islam hadir di kepulauan Indonesia secara kesejarahan dalam suatu matarantai yang panjang, berwarna-warna, dan tidak sekali jadi dengan melibatkan banyak sekali pelaku dakwah dan penyebar Islam yang tak berbilang. Islam di negeri Nusantara tidaklah tunggal dan linier, dia tumbuh-berkembang sarat dinamika persambungan dan perubahan yang mengalami pembentukan terus menerus sejak abad ketujuh atau ketigabelas hingga saat ini. Hingga kapanpun Islam dalam kehidupan pemeluknya akan terus mengalami perkembangan pasang-surut sesuai hukum perubahan yang sepenuhnya bercorak kesejarahan. Para ahli mencermati keragaman proses dan pelaku Islamisasi di negeri ini secara dialektik. Islam masuk ke Indonesia berhadapan dengan kebudayaan masyarakat Indonesia yang bertumpu pada stratum masayarakat petani yang banyak dipengaruhi oleh kepercayaan animisme ( Dobbin ,   2008: 185). Islam masuk ke Nusantara ketika agama Hindu telah mengakar kuat dalam masyara

Hakekat Manusia

aku kamu dan Dia Oleh : Joko Riyanto Aku hidup di dalam suka dan duka Ingin bahagia tapi tak tau seperti apa Ketika Dia melemparku ketempat yang berbeda Aku kamu berjumpa pada kibaran merah   merona Namun, sebelum aku mengenalmu Aku harus tau siapa diriku Agar aku dapat bercinta dengan kamu Agar aku dan kamu telanjang dalam berkendak Dia Aku dapat berfikir, merasa, dan bersolidaritas jua Apakah kamu seperti itu? Mari kita bersatu untuk memanifestasikan Dia Agar menjadi aku dan kamu seutuhnya Aku dalam puisi diatas dapat kita manaknai sebagi ego dalam terminologinya Muhammad Iqbal (1887-1938). Pernahkah dalam hidup kita bertanya mengenai siapa diriku? Jika pertanyaan filosofis tersebut dilontarkan kepada para priyai dikampung halaman, maka jawaban yang diperoleh bersifat religius dan tektual. Namun, tidak semua agama menjawab secara normatif itu tergantung kaca mata apa yag dipakai para priyai (penafsir). Seperti apa jawaban normatif agama Islam? Di

KIBAR Gelar Kongres di Sukoharjo

KIBAR IMM Sleman kian melebarkan sayapnya, tidak lagi hanya mengurusi majalah dan buletin. Hal ini penting dilakukan mengingat fakta persaingan di bidang media era global yang sudah semakin ketat. Jika tidak ingin tenggelam atau tertinggal, solusinya adalah melakukan improvisasi, inovasi, dan transformasi. Gagasan ini mengemuka dalam Kongres KIBAR pada Minggu (4/10) di Sukoharjo. Menurut Hamam Alfajari, selaku Pemimpin Umum terpilih, menyatakan bahwa KIBAR yang baru harus tetap konsisten menjadi garda terdepan dalam memajukan persyarikatan dan membela kaum marjinal. Tidak hanya melalui media majalah –yang menjadi fokus garapan KIBAR selama ini--, namun juga melalui pelatihan, training, leadership, outbont, tentor iqra, forum diskusi, hingga penerbitan. Hasbullah Syarif, salah satu peserta dan sekaligus Direktur Eksekutif KIBAR Training-Education Centre terpilih mengungkapkan, “Kedepan, KIBAR penting untuk memprakarsai adanya wadah perkumpulan, koordinasi, dan silaturrahmi media-me