Dalam sehari-semalam, semua makhluk Tuhan yang bernyawa diberikan
jatah waktu 24 jam. Tak peduli dia punya banyak pekerjaan. Atau justru
pengangguran. Tak beda ia seorang presiden yang super sibuk mengurus ratusan juta rakyatnya.
Atau pemalas yang asik tidur menggenapi mimpi-mimpinya. Atau ia sedang
bersenang hati tak bertepi. Atau bersedih pilu tak terhingga. Atau bugar dan sehat fisik dan batin. Atau
terbaring lemah tak berdaya di ranjang sempit. Tuhan samakan semua waktu
mereka. Untuk manusia, hewan, tumbuhan, dan siapa saja.
Semua mendapat jatah waktu yang sama. Namun kemudian kualitas pribadi
mereka berbeda. Jauh berbeda kadarnya. Dengan 24 jam waktu yang Tuhan sediakan,
produktifitas mereka bervariasi. Ada yang dengan 24 jam waktu, digunakan untuk
melakukan banyak aktifitas positif. Namun tak sedikit seseorang yang tak mampu menyelesaikan
satu pekerjaan apapun. Ada yang dalam waktu demikian seseorang telah memberikan
manfaat untuk banyak makhluk Tuhan. Di sudut yang berbeda, juga ada manusia
yang justru meimpakan mudarat kepada banyak makhluk Tuhan. Semua dalam waktu
yang sama.
Tak dipungkiri disana ada manusia yang bahkan menghabiskan waktu untuk
tidur. Menyisihkan umurnya untuk aktifitas ini lebih banyak. Mari kita
berhitung. Semua kita memiliki waktu 24 jam sehari semalam. Jika rata-rata digunakan
8 jam untuk tidur, maka berarti itu 1/3 dari jatah waktu yang Tuhan berikan dalam
sehari semalam. Lalu, kalikan seminggu, sebulan, setahun, lalu seumur hidup
kita. Sudah seberapa jamkah kita habiskan waktu untuk tidur? Jika umur kita
–misalkan—60 tahun, lalu digunakan untuk tidur 1/3 nya, maka tanpa terasa
setelah 60 usia yang Tuhan berikan, kita telah tidur 20 tahun. Waaw!! Ya. dua
puluh tahun untuk aktifitas di atas ranjang. Usia terpotong untuk aktivitas ini
20 tahun.
Belum lagi jika kita kalikan dengan umur yang kita habiskan di
jalan. Di kamar mandi. Di meja makan. Di depan televisi. Di depan warung,
bahkan di tempat gosib bersama tetangga. Tak terasa umur kita tergunakan untuk
semua itu. Lalu kita bandingkan dengan umur yang kita gunakan untuk mengabdi
kepada ilahi. Kepada kebaikan. Belajar. Menolong sesama. Membaca Quran.
Menengadah pada ilahi. Membaca ayat kauniyah dan Quraniyah. Ah sedemikian
sedikitnya bukan? Jadi, mari ber-Fastabiqul khairat! Tak ada waktu tersisa untuk
bersantai. Bukankah istirahatnya hamba sejati itu kelak di surganya Tuhan yang
penuh kenikmatan?
Komentar
Posting Komentar