Langsung ke konten utama

Filosofi Cangkir

“Seindah apa pun cangkir yang kau ukir, dapatkah ia bermakna apabila tak berisi? Dapatkah ia bermakna jika hanya berisi? Dapatkah ia tahan banting jika kau lemparkan pada dinding? Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada ruang? Dan selalu berhati-hati jika suatu saat kita terlempar karna kita berada pada realitas ilusi” ― jack riyan
Suatu ketika kita berkumpul di kediaman salah seorang teman, kita sebut saja Sopi. Dan kami dihidangi bebarapa cangkir, yang mana bentuk serta warna dari cangkir tersebut berbeda satu sama lainnya. Kalau dapat saya klasifkasikan ada dua model bentuk cangkir tersebut, lima cangkir terlihat retak-retak dan hampir tak layak pakai. Namun lima lainya memiliki bentuk dan warna yang indah, sepertinya hasil dari ukiran seorang profesional ukir.
“Pilihlah cangkir sesuai keinginan kalian dan tuanglah kopi tersebut kedalamnya” ujar si Sopi kepada kita.
Kelima teman kami mengambil cangkir indah, sedangkan ketiga teman kami mengambil cangkir yang tersisa. “huuuu, masak kami disuruh minum kopi dengan cangkir yang jelek bro” kata mereka.
“tenanglah dulu bro, karena ada sesuatu hal yang akan kita pelajari malam ini” jawabnya serambi menungkan kopi kepada teman temannya.
Tak tinggal diam aku bertanya pada Sopi, “emang pelajaran apa sofia, hanya sebatas minum kopi dengan cangkir jelek gini kau bilang pelajaran?” dengan wajah agak kesal kepada Sopi.
“ada tiga hal dalam pelajaran malam ini Jack: pertama nilai Ontologis si cangkir tersebut, ke dua nilai epistemologis si cangkir tersebut, ke tiga nilai Aksiologis si cangkir.” Penjelasan singkat dari Sopi.
Serentak kami diam dan berfikir dalam keheningan malam tak berbintang, yang ada hanyalah cahaya lampu jalanan yang menerobos jendela kaca. Hingga mata kami berkaca-kaca bukan karna tersentuhnya hati, akan tetapi akibat silaunya lampu jalanan itu.
“nilai Ontologis: bukankah cangkir itu ada, ada dalam ruang dan waktu, keberadaannya dapat kita lihat dari berbagai persepektif. Begitu juga manusia, manusia ada dapat dilihat dari berbagai persepektif, yang nantinya melahirkan perspektif antropologi. Selain itu, cangkir juga memiliki nilai-nilai historisitasnya masing-masing, begitu juga manusia dari zaman ke zaman manusia ada dalam historis. Sedangkan mengenai bentuk dan warna itu hanyalah tampilan yang tak bermakna. Walupun cangkir tersebut jelek dan tak layak pakai, apakah ia mempengaruhi kualitas rasa kopi yang aku sedu untuk kalian. Ini adalah sebuah analogi manusia yang memiliki beragam bentuk fisik dan warna kulit, itu hanyalah aksidensi yang melekat pada diri manusia. Bersyukurlah bahwa kita ada karna ada yang mengadakan kita, sebut saja Realitas Mutlak.” Panjang lebar Sofia menjelaskan yang pertama.
“nilai epistemologis si cangkir:  cangkir memiliki wadah, wadah yang dapat menampung berbagai jenis minuman, teh, kopi, susu dll. Di sisi lain fungsionalnya, cangkir dapat menjadi wadah benda padat, seperti pasir, gula, agar-agar dll. Ini kita analogikan kepada manusia yang memiliki wadah, yaitu akal dan intuisi. Kedua wadah tersebut tak bermakna jika kita hanya mengakui keberadaannya tanpa mengisinya dengan berbagai pengetahuan yang ada, baik pengetahuan konsepsional dan persepsional.” Penjelasan Sopi yang kedua.
Setelah penjelasan kedua dari Sopi, tak disengaja karena proses kontemplasi si Arif, dia menjawab yang ketiga, katanya: “Nilai aksiologis dari si cangkir adalah bagaimana kita mengimplementasikan segala pengetahuan yang kita peroleh dari proses akal dan intuisi. Pengetahuan kita akan bermanfaat jika kita amalkan kepada sesama manusia dan alam semesta.”
Sopi dengan intonasi agak terharu menjawab, ”betul, betul kata si arif. Bahwa cangkir yang berisi kopi ini tidak ada manfaatnya jika tidak kita minum, kita tidak akan mendapatkan ilmu jika kita tidak mendapatkan penjelasan dari seorang guru yang menjelaskan, penulis dengan tulisannya, pengusaha dengan produknya, dan masih banyak hal. “
Statemen Sopi yang terakhir: “masihkah kita memilih cangkir yang indah dan membuang cangkir yang jelek, yang mana secara tidak langsung kita mendiskriminasi si cangkir jelek?”
Serentak menjawab:
“kita pilih cangkir yang bagus, selama masih ada cangkir bagus kenapa tidak memilih yang bagus”
“????????” Sopi terdiam sedikit kesal.
Sekian dan terima kasih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjaga Keturunan Sebagai Upaya Perlindungan (Hifdzu Nasl)

Oleh: Immawan Muhammad Asro Al Aziz Keturunan ( nasl ) merupakan serangkaian karakteristik seseorang yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki seseorang dari orang tua melalui gen-gen. Keturunan juga merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan individu. Perhatian Islam terhadap keturunan dapat dilihat dari sejarahnya yang membuktikan bahwa merupakan hal yang sangat penting dalam, sehingga terdapat beberapa ayat al-Qur’an yang secara spesifik berbicara tentang penjagaan keturunan. Misalnya pada QS. al-Ahzab: 4-5 yang memberi tuntunan tentang proses pemberian nasab terhadap anak kandung dan anak angkat. Karena, perhatian terhadap keturunan juga berimplikasi terhadap hak pemberian nafkah, pewarisan harta, pengharaman nikah, dan lain-lain. Islam memberikan perhatian yang besar terhadap keturunan untuk mengukuhkan aturan dalam keluarga yang bertujuan untuk mengayominya melalui perbaikan serta menjamin kehidupannya

Implementasi Strategi Inovasi Produk Perspektif Al-Qur'an

A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk individual juga sebagai makhluk ekonomi. Banyak kebutuhan yang di perlukan oleh setiap manusia menjadikan ekonomi sebagai suatu ilmu untuk memenuhi keberlangsungan hidup seseorang. Hal bisa itu terjadi karena perubahan lingkungan yang fundamental merupakan daya dorong (driving forces) perubahan perekonomian dan bisnis. Perubahan dalam semua aspek kehidupan harus direspons sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kemanfaatan bisnis. Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan perusahaan beroperasi di tingkat lokal, regional dan global, tanpa harus membangun system bisnis di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Proses informasi dan komunikasi memperluas kemungkinan operasi jaringan perusahaan.  Disebutkan bahwa Koperasi di Jawa Tengah mengalami perkembangan jumlah koperasi aktif 22.674 (81,37%), tetapi tidak disertai dengan berkurangnya jumlah koperasi tidak aktif di Jawa Tengah dengan jumlah 5.19

Strategi Dakwah Ala Rasulullah

Oleh: Immawati Afifatur Rasyidah Islam merupakan agama perdamaian yang dianugrahkan oleh Allah swt dan perlu dijaga eksistensinya. Sebagai kader umat dan pewaris tampuk pimpinan umat kelak, sejatinya dewasa ini para generasi muda dilatih agar dapat menghadapi tantangan dan menjaga agama Islam ini. Berbagai kontroversi terjadi, agama dimonsterisasi, ulama didiskriminalisasi, umat dicurigai, dakwah dianggap provokasi, bahkan kebaikan pun dianggap radikalisasi. Salah satu   maqashidu syariah dalam agama Islam ialah hifdzu al-din (menjaga agama). Penjagaan terhadap agama dapat diimplementasikan dengan berbagai hal, salah satunya adalah dengan dakwah. Penyebaran dakwah tentu tak terlepas dengan metode atau manhaj atau thariqah. At-Thariqat Ahammu Min Al-Maddah, metode itu jauh lebih penting daripada materi. Ia merupakan sebuah seni (estetika) dalam proses penyampaian dakwah. Secara leksikal, metode ialah the way of doing. Sebaik-baik kualitas materi yang disampaikan dalam pembelajaran