Langsung ke konten utama

IMM dan Warna Merah*

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) didirikan pada tanggal 14 Maret 1964 di Kota Yogyakarta, yang diprakarsai oleh Drs. Moh. Djasman al-Kindi, M. Husni Thamrin, Drs. Rosjad Shaleh, Sudibjo Markoes, dll. Sebelumnya, Muhammadiyah sudah mempunyai ortom (organisasi otonom) lain di masing-masing tingkatan. Ada Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) di tingkat pelajar, Pemuda Muhammadiyah (PM) ditingkat pemuda putra dan Nasyiatul Aisyiah untuk putri. Alasan tidak dibentuknya ortom ditingkat mahasiswa saat itu dikarenakan Muhammadiyah belum mempunyai Perguruan Tinggi yang mampu menjadi wadah bagi arah gerak mahasiswa. Sedangkan Perguruan Tinggi Muhammadiyah baru didirikan pada tahun 1955. Selain itu, banyak diantara anggota Muhammadiyah yang sudah nyaman berada di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), yang memang mempunyai beberapa kesamaan ideologi dengan Muhammadiyah.
Seiring berjalannya waktu, dan semakin berkembangnya Perguruan Tinggi Muhammadiyah, keinginan untuk mendirikan ortom di tingkat mahasiswa semakin kuat. Proses mewujudkan keinginan tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan, banyak persoalan yang hadir silih berganti. Salah satunya adalah pendapat yang mengatakan tidak perlunya pembentukan ortom di tingkat mahasiswa. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya dibentuklah ortom di tingkat mahasiswa dengan nama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah atau biasa disingkat IMM pada tahun 1964.
Setelah resmi didirikan, persoalan yang ada tidak lantas hilang. IMM dianggap sebagai alternatif bagi mahasiswa Islam jika nantinya HMI dibubarkan, sehingga ketika HMI tidak jadi dibubarkan, banyak muncul pertanyaan kenapa IMM masih tetap ada. Anggapan ini kemudian ditepis oleh kedua belah pihak, HMI dan IMM. Meskipun mempunyai kedekatan dengan Muhammadiyah serta mempunyai banyak kesamaan antara ideologi yang diusung HMI dan Muhammadiyah secara umum, tetapi HMI merupakan organisasi mahasiswa Islam yang berdiri secara independen, sementara IMM berada dalam naungan Muhammadiyah.
Didirikannya IMM ini tidak lantas menjadikan hubungannya dengan HMI memburuk. Ketua PP Muhammadiyah saat itu, KH Ahmad Badawi, berkata dalam khutbah idul adha sebelum peristiwa G 30 S (Gerakan tiga puluh September) bahwa persoalan yang sedang dihadapi HMI adalah persoalan bersama ummat Islam. Beliau juga menyatakan bahwa Muhammadiyah siap untuk membimbing dan membina HMI. Penjelasan KH Ahmad badawi tersebut menegaskan bahwa, selain didirikan sebagai wadah kaderisasi persyarikatan, IMM juga bertugas untuk membela dan membantu HMI dalam melawan PKI (Partai Komunis Indonesia).
Sebagaimana yang kita ketahui, sekitar tahun ‘60-an sedang terjadi polemik besar di Indonesia yang diakibatkan oleh PKI. Dengan adanya IMM, HMI, serta organisasi Islam di tingkat mahasiswa lainnya, diharapkan mampu untuk meredam konflik yang sedang mengalami klimaksnya.
Warna Merah
Pemilihan warna merah oleh IMM menimbulkan banyak kontroversi. IMM memang didirikan pada era yang penuh dengan gejolak, dan pada saat itu warna merah dianggap sebagai simbol komunisme (PKI) bukan hanya oleh pihak komunis sendiri, tetapi juga oleh sebagian ummat Islam. Sehingga banyak muncul pertanyaan, ada hubungan apa IMM dengan komunisme?. Sedangkan organisasi Islam Indonesia seperti Muhammadiyah (sebagai payung IMM) dan Nahdlatul ‘Ulama saat itu menggunakan warna hijau sebagai simbol Islam.
Sejarah pemilihan warna merah oleh pendiri IMM merupakan sesuatu yang harus diketahui oleh khalayak ramai, supaya tidak terjadi kesalahpahaman. Karena sampai saat ini masih banyak pihak yang mempertanyakan hal tersebut.
Menurut Drs. Rosjad Shaleh dalam Seminar Milad Muhammadiyah ke-42, pemilihan warna merah oleh IMM bukanlah hal yang tidak disengaja. Ia menegaskan bahwa pada masa Rasulullah, panji-panji Islam selalu dihiasi dengan warna merah. Warna merah menyimbolkan keberanian dalam berfikir dan berbuat kaum muda, jadi tidak bisa dikatakan bahwa warna merah identik dengan suatu golongan tertentu, dalam kasus ini adalah PKI.
Dalam pandangan Toynbee, sebuah kebudayaan akan mampu bertahan ketika mampu memberi jawaban atas segala tantangan yang diberikan pada zaman itu. Dengan warna merahnya, IMM ingin menjawab tantangan yang dilancarkan oleh PKI, dan mengubur asumsi baik dari pihak komunis maupun sebagian ummat Islam bahwa warna bagi golongan tertentu bukanlah hal yang sakral atau ekslusif.
*selengkapnya bisa baca di buku “IMM Bersaksi di tengah Badai”, karya Ajib Purnawan, 2007.
Billahi fii Sabilil Haq
Fastabiqul Khairat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjaga Keturunan Sebagai Upaya Perlindungan (Hifdzu Nasl)

Oleh: Immawan Muhammad Asro Al Aziz Keturunan ( nasl ) merupakan serangkaian karakteristik seseorang yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki seseorang dari orang tua melalui gen-gen. Keturunan juga merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan individu. Perhatian Islam terhadap keturunan dapat dilihat dari sejarahnya yang membuktikan bahwa merupakan hal yang sangat penting dalam, sehingga terdapat beberapa ayat al-Qur’an yang secara spesifik berbicara tentang penjagaan keturunan. Misalnya pada QS. al-Ahzab: 4-5 yang memberi tuntunan tentang proses pemberian nasab terhadap anak kandung dan anak angkat. Karena, perhatian terhadap keturunan juga berimplikasi terhadap hak pemberian nafkah, pewarisan harta, pengharaman nikah, dan lain-lain. Islam memberikan perhatian yang besar terhadap keturunan untuk mengukuhkan aturan dalam keluarga yang bertujuan untuk mengayominya melalui perbaikan serta menjamin kehidupannya

Implementasi Strategi Inovasi Produk Perspektif Al-Qur'an

A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk individual juga sebagai makhluk ekonomi. Banyak kebutuhan yang di perlukan oleh setiap manusia menjadikan ekonomi sebagai suatu ilmu untuk memenuhi keberlangsungan hidup seseorang. Hal bisa itu terjadi karena perubahan lingkungan yang fundamental merupakan daya dorong (driving forces) perubahan perekonomian dan bisnis. Perubahan dalam semua aspek kehidupan harus direspons sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kemanfaatan bisnis. Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan perusahaan beroperasi di tingkat lokal, regional dan global, tanpa harus membangun system bisnis di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Proses informasi dan komunikasi memperluas kemungkinan operasi jaringan perusahaan.  Disebutkan bahwa Koperasi di Jawa Tengah mengalami perkembangan jumlah koperasi aktif 22.674 (81,37%), tetapi tidak disertai dengan berkurangnya jumlah koperasi tidak aktif di Jawa Tengah dengan jumlah 5.19

Strategi Dakwah Ala Rasulullah

Oleh: Immawati Afifatur Rasyidah Islam merupakan agama perdamaian yang dianugrahkan oleh Allah swt dan perlu dijaga eksistensinya. Sebagai kader umat dan pewaris tampuk pimpinan umat kelak, sejatinya dewasa ini para generasi muda dilatih agar dapat menghadapi tantangan dan menjaga agama Islam ini. Berbagai kontroversi terjadi, agama dimonsterisasi, ulama didiskriminalisasi, umat dicurigai, dakwah dianggap provokasi, bahkan kebaikan pun dianggap radikalisasi. Salah satu   maqashidu syariah dalam agama Islam ialah hifdzu al-din (menjaga agama). Penjagaan terhadap agama dapat diimplementasikan dengan berbagai hal, salah satunya adalah dengan dakwah. Penyebaran dakwah tentu tak terlepas dengan metode atau manhaj atau thariqah. At-Thariqat Ahammu Min Al-Maddah, metode itu jauh lebih penting daripada materi. Ia merupakan sebuah seni (estetika) dalam proses penyampaian dakwah. Secara leksikal, metode ialah the way of doing. Sebaik-baik kualitas materi yang disampaikan dalam pembelajaran