Langsung ke konten utama

Syariat Berbusana Muslimah



Dunia itu adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah wanita shalihah. Betapa besar kekuasaan Allah swt dengan seluruh ciptaan-Nya, hingga tak ada suatu hal yang diciptakan-Nya secara sia-sia. Wanita merupakan sosok yang menarik dan begitu mulia di muka bumi ini, bahkan dalam Al-Quran pun dijelaskan bahwa wanita adalah sosok yang sangat dihormati dalam Islam. Salah satu perangai dari wanita sholihah adalah wanita yang dapat menjaga aurat dan kehormatan (kemaluannya). Hal tersebut tentunya sangat berkaitan dengan sikap, tingkah laku, dan cara berpakaiannya. Dalam hal berbusana, Islam mengajarkan bahwa busana memiliki fungsi utama sebagai penutup aurat selain fungsi-fungsi yang lain seperti fungsi sebagai hiasan dan penahan rasa panas atau dingin. Dengan demikian, maka bagi orang-orang yang beriman busana adalah sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan. Dewasa ini, wanita muslimah sedang dihadapkan pada tantangan fashion atau cara berbusana yang beragam, berbagai budaya luar hadir dan tak jarang menjadikan syariat islam tak dihiraukan kembali. Perbedaan pandangan tentang pemahaman dalam berbusana muslim ini masih menjadi wacana hangat, khususnya di kalangan para wanita muslimah. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis mencoba menawarkan pandangannya mengenai tata cara berbusana wanita muslimah yang sesuai dengan syariat islam, serta pemahamannya terhadap kandungan surat Al-Ahzab ayat 59 dan implementasinya dalam konteks modern ini.
Selain makanan dan tempat tinggal, seluruh manusia tentunya membutuhkan pakaian. Pakaian merupakan suatu matetial yang dipakai manusia untuk menjaga dirinya dan sebagai kebutuhan wajib baginya. Salah satu syariat yang membedakan wanita muslimah dengan wanita pemeluk agama lainnya yaitu dari cara berbusananya, yakni mengenakan jilbab sebagai penutup aurat baginya. Allah swt telah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 59, bahwa telah diperintahkan dan diwajibkan bagi seluruh wanita muslimah untuk mengenakan jilbab. Prinsip dasar berbusana seorang wanita muslimah tentunya tak terlepas dari aturan islam tentang aurat. Jilbab tak hanya berfaedah sebagai satrul „auroh fahasb (penutup aurat semata), melainkan seorang yang berjilbab tentunya juga harus dapat menjaga pandangannya dan menjauhkan hal-hal yang akan menimbulkan syahwat, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Al-haya' minal iman, malu adalah sebagian dari iman, maka dari itu wanita muslimah hendaknya mempunyai rasa malu pula dalam berbusana, yakni dengan menjaga auratnya yaitu dengan cara menutupnya.
Terdapat beberapa pandangan ulama klasik dalam memahami batasan-batasan aurat wanita muslimah. Menurut madzhab Syafi’i dan Hanafi aurat wanita muslimah dengan muhrimnya adalah dari pusar hingga lutut. Sedangkan madzhab Maliki mengatakan bahwa aurat wanita dengan sesama muhrimnya adalah seluruh tubuh kecuali wajah, kepala, leher, serta kedua tangan dan kaki, dan Madzhab Hanbali mengatakan bahwa betis pun termasuk aurat wanita muslimah bagi wanita muslimah lainya. Wahbah Az-Zuhaili pun mengatakan bahwa aurat wanita muslimah adalah “seluruh auratnya dalam sholat kecuali wajah dan telapak tangan”. Secara etimologi aurat berasal dari beberapa sumber kata „awira, „aara, dan a‟wara. „Awira berarti hilang perasaan, „aara berarti menutup dan menimbun, sedangkan a‟wara artinya sesuatu yang jika dilihat akan mencemarkan. Namun secara terminologi aurat adalah sesuatu yang menimbulkan berahi atau syahwat dan membangkitkan nafsu, serta adanya unsur kehormatan dengan diiringi rasa malu dan perlu dijaga sebaik-baiknya.
Di era abad 21 ini, para wanita muslimah terutama dari kalangan remaja sangat konsumtif terhadap berbagai macam trend atau fashion dalam berbusana. Berbagai budaya Barat masuk ke Indonesia, hingga tak jarang syariat berbusanana di zaman modern ini terlupakan bahkan diabaikan. Melihat konteks sosial masyarakat dalam hal perekonomian tentunya sudah menjadi kebutuhan primer untuk melangsungkan kehidupannya. Salah satu dari sebuah usaha adalah dengan berbisnis busana. Namun tak jarang pula usaha tersebut justru mengantarkan seseorang pada dosa yang mungkin tidak disadari, yakni pemasaran busana yang fashion tetapi tidak memenuhi syari’at Islam. Sebaliknya, busana fashion syar’i yang dijual dengan usahanya yang halal maka akan mengantarkan kepada kebaikan (pahala). Hal tersebut tentunya tak telepas dari etika berbusana. Etika berbusana adalah kumpulan norma dalam berbusana yang didasarkan pada konteks budaya adat istiadat masyarakat dan sesuai dengan nilai-nilai religius yang dianut serta dipelihara leh masyarakat setempat. Oleh sebab itu, seorang wanita muslimah pun harus selektif dalam menerima adat atau kultur masyarakat setempat. Jika adat tersebut keluar dari syariat agama Islam, maka tak ada salahnya jika seorang wanita muslimah tidak mengikuti aturan tersebut, namun dengan disertai dalil yang kuat.
Setiap wanita tentu mempunyai hak dalam memilih gaya atau model pakaian yang sesuai pada konteks era modern ini. Namun, hal tersebut hendaknya diiringi dengan etika, logika, dan estetika. Menutup aurat hukumnya adalah wajib bagi seluruh umat muslim, tak terkecuali wanita muslimah. Hemat penulis, bahwa dalam berbusana hendaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni:
Pertama,  Etika. Wanita muslimah hendaknya berbusana sesuai dengan syariat Islam, yakni dengan tetap menjaga auratnya, tidak melanggar aturan agama Islam, serta aturan normatif yang ada pada lingkungannya. Khimar atau kerudung merupakan salah satu etika wajib bagi wanita muslimah dalam berbusana.
Kedua, Logika. Setiap tempat tentu ada pembicaraannya, dan setiap pembicaraan tentu ada tempatnya. Begitupun dalam berbusana, wanita muslimah tentunya dapat menyesuaikan busananya dalam suatu keadaan, contohnya yakni berbusana santai ketika jalan-jalan, tidak berbusana kantor ketika berkunjung ke suatu pesta, dan lain sebagainya.
Ketiga, Estetika. Bukan berarti menjalankan syariat agama Islam adalah tidak memperhatikan dan menghiraukan seni yang ada dalam berbusana, tetapi estetika atau fashion dalam berpakaian juga menjadi hal yang penting. Innallaha jamiilun wa yuhibbu bil jamal, Allah pun sangat mencintai keindahan. Keserasian warna, motif, bahan, hiasan, dan seni lain dalam berpakaian merupakan gambaran dari perangai seorang pemakainya. Seorang yang berpakaian rapi dan serasi tentunya akan terlihat lebih indah dibandingkan dengan seorang yang berpakaian berantakan dan tidak serasi.

Oleh: Immawati Afifatur Rasyidah

Referensi:
Baso, Muthmainnah. 2015. Aurat dan Busana. Dalam Jurnal Al-Qadau. Volume 2, Nomor.2.
Fachruddin, Fuad Muhammad. 1984. Aurat dan Jilbab Dalam Pandangan Mata Islam. Jakarta: Yayasan Al-Amin.
Ilyas, Musyfikah. 2016. Memaknai Fashion Dalam Hukum Islam. Dalam Jurnal Ad-Daulah. Volume. 5, Nomor.1, Juni 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjaga Keturunan Sebagai Upaya Perlindungan (Hifdzu Nasl)

Oleh: Immawan Muhammad Asro Al Aziz Keturunan ( nasl ) merupakan serangkaian karakteristik seseorang yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki seseorang dari orang tua melalui gen-gen. Keturunan juga merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan individu. Perhatian Islam terhadap keturunan dapat dilihat dari sejarahnya yang membuktikan bahwa merupakan hal yang sangat penting dalam, sehingga terdapat beberapa ayat al-Qur’an yang secara spesifik berbicara tentang penjagaan keturunan. Misalnya pada QS. al-Ahzab: 4-5 yang memberi tuntunan tentang proses pemberian nasab terhadap anak kandung dan anak angkat. Karena, perhatian terhadap keturunan juga berimplikasi terhadap hak pemberian nafkah, pewarisan harta, pengharaman nikah, dan lain-lain. Islam memberikan perhatian yang besar terhadap keturunan untuk mengukuhkan aturan dalam keluarga yang bertujuan untuk mengayominya melalui perbaikan serta menjamin kehidupannya

Implementasi Strategi Inovasi Produk Perspektif Al-Qur'an

A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk individual juga sebagai makhluk ekonomi. Banyak kebutuhan yang di perlukan oleh setiap manusia menjadikan ekonomi sebagai suatu ilmu untuk memenuhi keberlangsungan hidup seseorang. Hal bisa itu terjadi karena perubahan lingkungan yang fundamental merupakan daya dorong (driving forces) perubahan perekonomian dan bisnis. Perubahan dalam semua aspek kehidupan harus direspons sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kemanfaatan bisnis. Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan perusahaan beroperasi di tingkat lokal, regional dan global, tanpa harus membangun system bisnis di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Proses informasi dan komunikasi memperluas kemungkinan operasi jaringan perusahaan.  Disebutkan bahwa Koperasi di Jawa Tengah mengalami perkembangan jumlah koperasi aktif 22.674 (81,37%), tetapi tidak disertai dengan berkurangnya jumlah koperasi tidak aktif di Jawa Tengah dengan jumlah 5.19

Strategi Dakwah Ala Rasulullah

Oleh: Immawati Afifatur Rasyidah Islam merupakan agama perdamaian yang dianugrahkan oleh Allah swt dan perlu dijaga eksistensinya. Sebagai kader umat dan pewaris tampuk pimpinan umat kelak, sejatinya dewasa ini para generasi muda dilatih agar dapat menghadapi tantangan dan menjaga agama Islam ini. Berbagai kontroversi terjadi, agama dimonsterisasi, ulama didiskriminalisasi, umat dicurigai, dakwah dianggap provokasi, bahkan kebaikan pun dianggap radikalisasi. Salah satu   maqashidu syariah dalam agama Islam ialah hifdzu al-din (menjaga agama). Penjagaan terhadap agama dapat diimplementasikan dengan berbagai hal, salah satunya adalah dengan dakwah. Penyebaran dakwah tentu tak terlepas dengan metode atau manhaj atau thariqah. At-Thariqat Ahammu Min Al-Maddah, metode itu jauh lebih penting daripada materi. Ia merupakan sebuah seni (estetika) dalam proses penyampaian dakwah. Secara leksikal, metode ialah the way of doing. Sebaik-baik kualitas materi yang disampaikan dalam pembelajaran