Langsung ke konten utama

Krisis Iklim dan Islam yang Memihak

Sources: Kompas.com
Oleh: Immawan Jauzi Sandiah

Cuaca dan iklim di bumi sering berubah dan berlangsung secara alamiah, baik secara musiman, tahunan, dan sepuluh tahunan. Tetapi, cuaca ekstrem makin sering terjadi dari apa yang seharusnya alamiah itu, Inter-governmetal Panel on Climate Change (IPCC), menyimpulkan bahwa dalam 150 tahun terakhir pengaruh kegiatan atau intervensi manusia (anthropogenic intervention) memicu terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim yang lebih ekstrem, mulai dari pemanfaatan sumber daya energi fosil, yakni minyak bumi, gas bumi, dan batu bara, serta pembabatan hutan dan alih guna lahan.

Berubahnya iklim di bumi secara ekstrem, langsung maupun tidak langsung yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global, dan pelbagai kondisi bumi yang mengakibatkan bencana. Ismid Hadad, dalam Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan (2010) menyebutkan, perubahan iklim merupakan tantangan multidimensi paling serius, kompleks dan dilematis yang dihadapi umat manusia pada awal abad ke-21, bahkan mungkin hingga abad ke-22.

Perubahan iklim merupakan tantangan multidimensi yang serius, tetapi sayagnya, isu ini dianggap masalah teknis lingkungan belaka, yang tidak berkaitan dengan soal pembangunan, seolah-olah masalah lingkungan berkutat di sekitar “jangan buah sampah sembarangan”, lebih kompleks dari itu, perebutan sumber daya alam, hingga ambisi pertumbuhan ekonomi, tidak hanya merusak ekosistem, juga memunculkan ketimpangan ekonomi dan penindasan. Sehingga, berbicara perubahan iklim, berarti berbicara menyangkut keadilan yang universal. Seluruh pihak harus mengambil bagian dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan sejarah manusia terhadap lingkungan, mulai dari individu, komunitas global, ataupun komunitas agama.

Ambil bagian dalam penyelesaian masalah lingkungan, bukanlah pekerjaan yang dapat diselesaikan dengan sekali bekerja, butuh konsistensi dan kesungguhan utuh, serta kemampuan integratif dalam paradigma lingkungan dan laku hidup. Agama sebagaimana yang diyakini para pemeluknya merupakan pedoman hidup, tetapi tentunya pedoman hidup ini dapat diinterpretasi segala macam rupa, sehingga perilaku-perilaku yang menyimpang dari nilai semacam keadilan, dapat dibenarkan. Untuk itulah peran pemeluk agama dalam interaksi global menjadi penting, pemahaman pemeluk agama terhadap agamanya, adalah juga pemahaman mereka tentang bagaimana seharusnya memandang lingkungan.

Islam yang Memihak

Islam adalah agama yang tidak hanya didasarkan pada spiritual spekulatif, tapi sesungguhnya yang paling fundamental ialah nilai kemanusiaan, dan lebih jauh lagi merupakan rahmat bagi semesta. Moeslim Abdurrahman dalam bukunya, Islam yang Memihak (2005), menjelaskan Tauhid sebagai dasar ajaran Islam, yang tidak hanya semata-mata konsep teologis yang melangit atau vertikal, tapi juga merupakan moralitas yang paling dasar dalam segala hal, politik hingga ketimpangan ekonomi yang menjadi ancaman kemanusiaan.

Krisis iklim seperti yang tertulis di awal, sangat berkaitan erat dengan aktivitas manusia di muka bumi, yang dengan dalih perkembangan ekonomi dan globalisasi membuat bumi berada pada hari-hari yang makin parah. Islam, sebagai agama dan pandangan hidup semestinya menjadi pedoman bagaimana manusia, yakni, masyarakat mengambil bagian untuk bertanggung jawab terhadap keadaan lingkungan.

Agenda pemerintah dan pemilik modal dalam merambah wilayah bisnis, berdampak pada masyarakat. Kita dapat melihat bagaimana pelanggaran hak asasi yang dilakukan negara terhadap masyarakat begitu masif, tapi mendapat pembenaran dari pihak-pihak yang berkepentingan, mudah saja bagi mereka untuk memutuskan aksi protes misalnya, sebagai upaya memancing kegaduhan atau bahkan terkena pasal penghinaan. Kriminalisasi aktivis dan masyarakat yang lingkungannya dirampas, menjadi lumrah.

Berbagai persoalan lingkungan yang begitu kompleks, hingga konflik yang bersumber dari kesewenagan negara terhadap sumber daya alam, seharusnya memantik umat beriman untuk berani memihak mereka yang tertindas. Solidaritas iman untuk kemanusiaan ini paling tidak berasal dari the good society. Berangkat dari ajaran Islam, Moeslim Abdurrahman menjelaskan, the good society secara luas berorientasi pada pentingnya the good citizen dan sekaligus dengan the good person. Individu atau pribadi harus memiliki moralitas kebajikan (social virtues).

Moralitas kebajikan mengalir pada hidup secara komunitas, di mana kita berbicara dan membagi kasih sayang secara autentik. Artinya, pribadi yang memiliki moralitas kebajikan, meniscayakan solidaritas antar sesama, the caring society. Penulis Islam yang Memihak dan salah satu penggagas Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Muhammadiyah ini, menyebutkan, instrumen penting untuk memperkuat moralitas, pertama lewat kelembagaan sosial yang strategis, kedua lewat bahasa dan lembaga-lembaga keagamaan, ketiga lembaga pendidikan, dan keempat mutual aid and voluntary hosiptals. Semua instrumen ini berpijak pada prinsip solidaritas sosial.

Dengan adanya moralitas kebajikan, dan terbentuk sebuah masyarakat yang baik, yang saling menganggap ada, dan tidak meminggirkan satu sama lain, barangkali merupakan permulaan jalan tempuh mengatasi krisis iklim yang tampak jauh itu. Ambisi pribadi, dalam hal ini negara dan pemilik modal, seharusnya mempertimbangkan aspek sosial dan politik dari pandangan nurani yang baik, di mana keuntungan untuk kita, ternyata membuat orang lain terdampak dan lingkungan hidup mengalami kerusakan.

Ambisi ekonomi inilah yang membuat begitu banyak ketimpangan, dan terusirnya masyarakat dari lingkungan yang telah membersamainya secara autentik. Mereka yang sebelumnya hidup damai dengan lingkungan, dirusak secara sistematis dan ganas. Dan, Islam sebagai agama bisa menjadi alat untuk membenarkan perusakan itu, untuk itulah perlu wacana dan gerakan Islam yang memihak, tentunya yang dimaksud memihak, adalah memperjuangkan kemanusiaan dan membawa misi Islam sebagai rahmat bagi semesta.

Perubahan iklim yang makin tidak wajar ini memiliki keterkaitan dengan pelbagai persoalan sosial dan politik, negara yang masih nyaman dengan energi fosil seperti gas bumi dan batu bara, penggalian dan perluasan wilayah tambang mengakibatkan banyak kelompok masyarakat hidup dalam kubangan kerusakan lingkungan, termasuk perkebenunan sawit, limbah parbrik, komersialisasi air bersih, dan berbagai tindakan tidak ramah lingkungan. Pemenuhan kebutuhan dan bahkan keinginan sehari-hari masyarakat metropolitan, menumbalkan lingkungan dan hak hidup orang lain. Bermuaralah kita semua pada krisis iklim. Islam dengan pemeluknya yang begitu banyak, bisa menjadi kekuatan besar transformasi sosial, yang mengarah pada perbaikan lingkungan. Ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjaga Keturunan Sebagai Upaya Perlindungan (Hifdzu Nasl)

Oleh: Immawan Muhammad Asro Al Aziz Keturunan ( nasl ) merupakan serangkaian karakteristik seseorang yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki seseorang dari orang tua melalui gen-gen. Keturunan juga merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan individu. Perhatian Islam terhadap keturunan dapat dilihat dari sejarahnya yang membuktikan bahwa merupakan hal yang sangat penting dalam, sehingga terdapat beberapa ayat al-Qur’an yang secara spesifik berbicara tentang penjagaan keturunan. Misalnya pada QS. al-Ahzab: 4-5 yang memberi tuntunan tentang proses pemberian nasab terhadap anak kandung dan anak angkat. Karena, perhatian terhadap keturunan juga berimplikasi terhadap hak pemberian nafkah, pewarisan harta, pengharaman nikah, dan lain-lain. Islam memberikan perhatian yang besar terhadap keturunan untuk mengukuhkan aturan dalam keluarga yang bertujuan untuk mengayominya melalui perbaikan serta menjamin kehidupannya

Implementasi Strategi Inovasi Produk Perspektif Al-Qur'an

A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk individual juga sebagai makhluk ekonomi. Banyak kebutuhan yang di perlukan oleh setiap manusia menjadikan ekonomi sebagai suatu ilmu untuk memenuhi keberlangsungan hidup seseorang. Hal bisa itu terjadi karena perubahan lingkungan yang fundamental merupakan daya dorong (driving forces) perubahan perekonomian dan bisnis. Perubahan dalam semua aspek kehidupan harus direspons sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kemanfaatan bisnis. Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan perusahaan beroperasi di tingkat lokal, regional dan global, tanpa harus membangun system bisnis di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Proses informasi dan komunikasi memperluas kemungkinan operasi jaringan perusahaan.  Disebutkan bahwa Koperasi di Jawa Tengah mengalami perkembangan jumlah koperasi aktif 22.674 (81,37%), tetapi tidak disertai dengan berkurangnya jumlah koperasi tidak aktif di Jawa Tengah dengan jumlah 5.19

Strategi Dakwah Ala Rasulullah

Oleh: Immawati Afifatur Rasyidah Islam merupakan agama perdamaian yang dianugrahkan oleh Allah swt dan perlu dijaga eksistensinya. Sebagai kader umat dan pewaris tampuk pimpinan umat kelak, sejatinya dewasa ini para generasi muda dilatih agar dapat menghadapi tantangan dan menjaga agama Islam ini. Berbagai kontroversi terjadi, agama dimonsterisasi, ulama didiskriminalisasi, umat dicurigai, dakwah dianggap provokasi, bahkan kebaikan pun dianggap radikalisasi. Salah satu   maqashidu syariah dalam agama Islam ialah hifdzu al-din (menjaga agama). Penjagaan terhadap agama dapat diimplementasikan dengan berbagai hal, salah satunya adalah dengan dakwah. Penyebaran dakwah tentu tak terlepas dengan metode atau manhaj atau thariqah. At-Thariqat Ahammu Min Al-Maddah, metode itu jauh lebih penting daripada materi. Ia merupakan sebuah seni (estetika) dalam proses penyampaian dakwah. Secara leksikal, metode ialah the way of doing. Sebaik-baik kualitas materi yang disampaikan dalam pembelajaran