Langsung ke konten utama

Menjadi Anak Jalanan Tak Melulu Faktor Ekonomi

Sumber gambar: Republika Online

Oleh: Immawan Andika Setiawan
              Belakangan ini, fenomena anak jalanan yang marak terjadi di Kota-kota besar maupun Kota-kota kecil disinyalir karena ada faktor ekonomi (Aly Aulia, 2016: 1). Notabene anak jalanan tersebut menjadikan kegiatan ngamen sebagai ladang mengais rezeki. Fenomena yang dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat Indonesia ini, merupakan rangkaian yang mungkin saja kita tak tahu apa yang mendasari meraka untuk melakukannya. Tetapi memang, jika dilihat dari kacamata awam, anak jalanan yang ngamen memiliki alasan yang mendasar yaitu karena faktor ekonomi.
 Masyarakat menganggap anak jalanan merupakan anak yang bisa dikatakan urakan dan tidak mencerminkan sikap displin. Bajunya pun sobek-sobek, terlihat kumuh dan lusuh. Apalagi rambutnya diwarnai dengan warna yang mencolok seperti warna-warna dalam segmen warna pelangi. Aroma badanya pun juga tak sedap, dan terlihat jarang mandi.
Masih teringat betul saat penulis berencana berangkat ke Kota pelajar untuk menetap lama di Kota itu. Dengan pertimbangan nilai ekonomis, penulis pun berangkat dari Kota asal dengan menggunakan bus kelas ekonomi. Menjadi hal yang lumrah jika bus ekonomi selalu dimasuki pengamen jalanan. Mulai dari usia anak-anak, remaja, hingga dewasa, dengan gender yang beragam; laki-laki, perempuan, dan wandu.
Biasalah kalau bus Jawa Timur terkenal ugal-ugalan di jalan raya yang dilaui—tetapi bukan hal ini yang ingin dibahas. Penulis saat itu duduk di belakang dan kebetulan saat sepi penumpang juga. Di persimpangan jalan, saat lampu merah masuklah seorang pengamen dengan penampilan sangar, rambut dicat dengan berbalut pakaian yang sepertinya jarang dicuci. Celananya pun juga bolong-bolong, tapi anak ini tidak terlihat jarang mandi. Setelah persembahan satu lagu dan selepas memintai uang penumpang dalam bus, anak ini duduk di dekat penulis.
Lalu ia bertanya kepada penulis, “Mas mau ke mana? Kok kelihatanya bawaanya berat sekali” penulis pun menjawab “Iya Mas, ingin ke Yogya”. Disahut pun olehnya “Ngapain Mas?” untuk kedua kalinya penulis pun menjawab pertanyaan anak ini “Mau belajar Mas” sembari tersenyum menghadap ke wajah penulis anak ini lantas bertanya lagi “Kalau pulang berapi Minggu sekali atau berapa bulan sekali?” Sontak ini yang membuat ane kaget, dengan sedikit kira-kira, masalahnya penulis  juga baru pertama kali merantau ke Kota orang. Lalu penulis pun menjawab “Ya mungkin, enam bulan sekali Mas”. Jawaban anak ini membuat kaget penulis, bagaimana tidak, ia menjawab “Ya kalau bisa disempatkan pulang kalau sering juga lebih bagus, kan orang tua khususnya Ibu itu sangat penting bagi kita, beruntung masih ada orang tua masih mau menunggui kita” terlihat matanya pun berkaca-kaca, di situ penulis hanya mengangguk-angguk dan kemudian ia turun dari bus.
Apa yang dialami anak jalanan barusan mesti ada faktor sejarah yang berkenaan langsung dengan lingkungan keluarganya di rumah. Bagaimana kacamata Dilthey dalam memandang hal tersebut. Kita tahu Wilhem Dilthey ini sosok penggagas metode ilmu-ilmu sosial-kemanusiaan. Jadi ia memiliki kekhasan sendiri dibanding tokoh hermeutika lain. Konsep kunci dari hermeneutikanya ialah Erlebnis (Konsep penghayatan), Ausdruck (Konsep ungkapan), dan yang terakhir Verstehen (Konsep memahami/empati) (F. Budi Hardiman, 2015: 82—86).
Jika menggunakan pendekatan atau perspektif Dilthey dalam memandang fenomena anak tersebut, hal pertama yang harus dilakukan ialah dengan penghayatan. Kita mencoba menghayati perjalanan hidupnya lewat pertemuan seperti perbincangan langsung di dalam bus seperti apa yang yang dilakukan penulis. Di sini penulis bukan sebagai seorang pengamat, tetapi sebagai peserta—penghayatan waktu.
Kemudian yang kedua ada Ausdruck  yang mana, ini biasanya berupa gerak-gerik dan mimik. Mimik yang ditunjukkan oleh anak jalanan tersebut ialah kesedihan. Di sana kita dapat memahami anak ini pasti ada kekecauan yang hebat dalam rumah tangga orang tuanya.
Selanjutnya yang terakhir ada Verstehen, kita mencoba memahami dengan menjadi anak jalanan tersebut. Setelah memahami menjadi anak jalanan tersebut kita akan sadar, penampilan bukanlah hal yang utama, namun ada di hati; kebaikan-kebaikan yang menjadi cerminan (Ibid).
Dengan begitu, kita jadi paham bahwa faktor seseorang menjadi anak jalanan bukan hanya dikarenakan faktor ekonomi, tetapi juga karena kekacauan hebat dalam keluarganya. Dan tak seyogyanya kita memukul rata pada semua anak jalanan, bahwa mereka melakukan demikian karena faktor ekonomi. Bukan, mereka tak melulu hanya faktor ekonomi. Dan tentulah dengan menggunakan kacamata Dilthey dalam memandang anak jalanan, setidaknya membuat kita sadar, bahwa kita tak memiliki hak untuk menilai seseorang dari tampang fisik.

Referensi:
Aulia, Aly. 2016. “Fenomena Anak Jalanan Peminta-minta Dalam Perspektif Hadis”, Tarjih,         Vol, 12, No. 1, hlm. 1—13.
Hardiman, F. Budi. 2015. Seni Memahami. Yogyakarta: Kanisius.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjaga Keturunan Sebagai Upaya Perlindungan (Hifdzu Nasl)

Oleh: Immawan Muhammad Asro Al Aziz Keturunan ( nasl ) merupakan serangkaian karakteristik seseorang yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki seseorang dari orang tua melalui gen-gen. Keturunan juga merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan individu. Perhatian Islam terhadap keturunan dapat dilihat dari sejarahnya yang membuktikan bahwa merupakan hal yang sangat penting dalam, sehingga terdapat beberapa ayat al-Qur’an yang secara spesifik berbicara tentang penjagaan keturunan. Misalnya pada QS. al-Ahzab: 4-5 yang memberi tuntunan tentang proses pemberian nasab terhadap anak kandung dan anak angkat. Karena, perhatian terhadap keturunan juga berimplikasi terhadap hak pemberian nafkah, pewarisan harta, pengharaman nikah, dan lain-lain. Islam memberikan perhatian yang besar terhadap keturunan untuk mengukuhkan aturan dalam keluarga yang bertujuan untuk mengayominya melalui perbaikan serta menjamin kehidupannya

Implementasi Strategi Inovasi Produk Perspektif Al-Qur'an

A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk individual juga sebagai makhluk ekonomi. Banyak kebutuhan yang di perlukan oleh setiap manusia menjadikan ekonomi sebagai suatu ilmu untuk memenuhi keberlangsungan hidup seseorang. Hal bisa itu terjadi karena perubahan lingkungan yang fundamental merupakan daya dorong (driving forces) perubahan perekonomian dan bisnis. Perubahan dalam semua aspek kehidupan harus direspons sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kemanfaatan bisnis. Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan perusahaan beroperasi di tingkat lokal, regional dan global, tanpa harus membangun system bisnis di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Proses informasi dan komunikasi memperluas kemungkinan operasi jaringan perusahaan.  Disebutkan bahwa Koperasi di Jawa Tengah mengalami perkembangan jumlah koperasi aktif 22.674 (81,37%), tetapi tidak disertai dengan berkurangnya jumlah koperasi tidak aktif di Jawa Tengah dengan jumlah 5.19

Strategi Dakwah Ala Rasulullah

Oleh: Immawati Afifatur Rasyidah Islam merupakan agama perdamaian yang dianugrahkan oleh Allah swt dan perlu dijaga eksistensinya. Sebagai kader umat dan pewaris tampuk pimpinan umat kelak, sejatinya dewasa ini para generasi muda dilatih agar dapat menghadapi tantangan dan menjaga agama Islam ini. Berbagai kontroversi terjadi, agama dimonsterisasi, ulama didiskriminalisasi, umat dicurigai, dakwah dianggap provokasi, bahkan kebaikan pun dianggap radikalisasi. Salah satu   maqashidu syariah dalam agama Islam ialah hifdzu al-din (menjaga agama). Penjagaan terhadap agama dapat diimplementasikan dengan berbagai hal, salah satunya adalah dengan dakwah. Penyebaran dakwah tentu tak terlepas dengan metode atau manhaj atau thariqah. At-Thariqat Ahammu Min Al-Maddah, metode itu jauh lebih penting daripada materi. Ia merupakan sebuah seni (estetika) dalam proses penyampaian dakwah. Secara leksikal, metode ialah the way of doing. Sebaik-baik kualitas materi yang disampaikan dalam pembelajaran