Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika didefinisikan
sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, serta tentang hak dan
kewajiban moral. Terkadang etika juga
disebut dengan moral atau akhlak. Moral berasal dari kata latin mores
yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Moral
pada dasarnya merupakan rangakaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang
harus di patuhi (Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2012:151). Sedangkan akhlak
menurut kacamata Al-Ghazali adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan. Akhlak terbagi menjadi dua, yakni akhlak mulia (mahmudah)
dan akhlak tercela (madzmumah).
Karakter dan kualitas manusia menurut IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient) dapat terbagi menjadi
empat. Karakter pertama ialah manusia yang memiliki IQ baik, namun EQ dan SQ
rendah, karakter ini disebut sebagai buta hati. Karakter kedua ialah manusia
yang memiliki IQ dan EQ baik, namun SQ rendah, maka manusia karakter ini akan
cenderung menjadi diktator. Karakter ketiga ialah manusia yang memiliki IQ dan
EQ rendah, namun SQ tinggi, manusia dengan karakter seperti ini disebut
pertama. Terakhir ialah manusia paripurna, yakni manusia yang memiliki karakter
IQ, EQ, dan SQ yang baik. Karakter dan kualitas tersebutlah yang mewarnai
karakter dan kualitas manusia. IQ manusia relatif tetap, EQ dapat meningkat
selama hidup, sedangakan SQ dapat naik turun.
Seiring dengan perkembangan zaman, dewasa ini kader umat dihadapkan
dengan beragam tantangan, dan peran penting etika dalam pergaulan tidak dapat
dilepaskan. Thomas Lickona (Professor pendidikan dari Cortland
University) mengatakan bahwa ada 10 tanda-tanda zaman, dimana suatu bangsa
sedang menuju jurang kehancuran, maka perlu diwaspadai, diantaranya: meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, penggunaan bahasa dan kata-kata yang
memburuk, pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan, meningkatnya perilaku
merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, semakin
kaburnya pedoman moral baik dan buruk, menurunnya etos kerja, semakin rendahnya rasa hormat kepada
orang tua dan guru, rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga Negara, membudayanya ketidakjujuran, serta adanya rasa saling curiga dan
kebencian di antara sesama.
Sebagai warga Muhammadiyah, sejatinya memiliki
panduan kehidupan, atau yang biasa disebut dengan PHIWM (Panduan Hidup Islami
Warga Muhammadiyah). Terdapat
rambu-rambu Etika/Akhlaq dalam Pergaulan
menurut Panduan Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah, bahwasanya setiap warga
Muhammadiyah dituntut untuk meneladani perilaku Nabi dalam mempraktikkan akhlaq
mulia (28), sehingga menjadi uswah hasanah (29) yang
diteladani oleh sesama yang berupa siddiq, amanah, tabligh, dan fathanah.
Adapun dalam melakukan amal dan kegiatan hidup harus senantiasa didasarkan
kepada niat yang ikhlas (30) dalam wujud amal shalih dan ihsan,
serta menjauhkan diri dari perilaku riya’, sombong, ishraf, fasad,
fahsya’, dan kemunkaran. Untuk menunjukkan akhlaq yang mulia (akhlaq
al-karimah) sehingga disukai/diteladani dan menjauhkan diri dari akhlaq
yang tercela (akhlaq al-madzmumah) yang membuat dibenci dan dijauhi
sesama. Warga Muhammadiyah di mana pun bekerja dan menunaikan tugas maupun
dalam kehidupan sehari-hari harus benar-benar menjauhkan diri dari perbuatan
korupsi dan kolusi, serta praktik-praktik buruk lainnya yang merugikan hak-hak
publik dan membawa kehancuran dalam kehidupan di dunia ini. Adapun hal-hal lain
dalam etika pergaulan Islam yang perlu diperhatikan ialah jilbab, aurat, etika
dengan lawan jenis (larangan berkhalwat), ghibah, dan lain sebagainya.
Oleh: Immawati Afifatur Rasyidah
Oleh: Immawati Afifatur Rasyidah
Disampaikan oleh Nur Hidayani S.H, M.H (Majelis Tabligh Pimpinan
Pusat Muhammadiyah) pada Pelatihan Nasional Muballigh Muda Muhammadiyah (PNM3)
pada November 2019.
Komentar
Posting Komentar