Langsung ke konten utama

Kontroversi Khilafah Islamiyah


Oleh: Immawati Ninis Pradita
            Belakangan ini, isu mengenai khilafah bermunculan di Indonesia. Khilafah adalah lembaga pemerintahan Islam yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah[1]. Seiring perkembangan waktu khilafah dapat diartikan sebagai Lembaga pemerintahan secara umum. Saking seringnya mendengar mengenai khilafah, yang terlintas bukan makna asli mengenai kata tersebut melainkan khilafah dalam artian pendirian negara islam yang mutlak. Pendirian negara islam atau daulah Islamiyah ini didengungkan oleh beberapa kelompok di dunia termasuk di Indonesia. Diantara organisasi yang akrab didengar oleh kita adalah Islamic State Iraq and Suriah (ISIS). Khilafah ini bertujuan mengganti seluruh sistem negara yang ada dengan menggunakan Al Quran dan Sunnah karena beranggapan hukum selain itu (buatan manusia) adalah thaghut.
Khilafah yang dikenal banyak orang saat ini ialah Khilafah yang menganggap sistem pemerintahan yang tidak berlandaskan Al Quran dan Sunnah secara mutlak adalah sistem Kafir dan juga di klaim sebagai Thaghut. Thaghut membawa manusia keluar dari cahaya iman lalu menuju ke kegelapan.[2] Menurut Quraish Shihab Thaghut berarti “segala sesuatu yang menindas manusia dan menyesatkan dari jalan yang benar”. Isu Khilafah ini semakin marak juga karena menimbulkan keresahan dan korban. Berangkat dari ideologinya yang menganggap bahwa Hukum yang ada saat ini adalah sistem Kafir, para pejuang khilafah banyak melakukan upaya penegakan negara islam di berbagai tempat. Mengatas namakan membela agama Allah dan jihad, pejuang khilafah banyak mentakfirkan umat islam lainnya serta melaksanakan jihad berupa terror dan perang.
Sebuah pemerintahan negara yang tidak didasari aturan-aturan islam dinamai Darul Kufur. Merujuk dari Masyrû’ Dustûr li ad-Dawlah al-Islâmiyyah (Rancangan UUD Negara Islam) yang dirancang oleh Hizbut Tahrir, mereka membagi negara menjadi dua yaitu; Darul Islam dan Darul Kufr. Darul Islam (Negara Islam) adalah negara yang di dalamnya diterapkan syariah (hukum-hukum) Islam dan keamanan negara tersebut berada di bawah keamanan Islam. Sementara Darul Kufur (Negara kafir) adalah negara yang di dalamnya diterapkan hukum-hukum kufur dan keamanan negara tersebut berada di bawah keamanan bukan Islam[3]. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa negara selain Khilafah milik mereka merupakan Darul Kufur.
Bagi para pejuang khilafah, adanya khilafah adalah suatu keniscayaan dan akan datang pada waktu yang dijanjikan. Oleh karena itu, memperjuangkannya adalah wajib karena tinggal dibawah naungan darul kufur adalah mimpi buruk bagi para pejuang khilafah. Bisa dikatakan mimpi buruk sebab semua syariat yang ada di Darul Kufur sangat bertentangan dan mungkin tak layak pakai bagi mereka.
Membahas khilafah yang salah dipahami di era ini erat kaitannya dengan isu jihad, hijrah, syam, takfir dan lain sebagainya. Untuk mewujudkan Khilafah, para pejuang khilafah meyakini wajibnya jihad. Jihad yang dimaksud adalah jihad dengan pedang demi tegaknya dan keberlangsungan Khilafah. Munculnya berbagai tindakan seperti terror dan perang mengatanamakan islam merupakan bentuk jihad yang dilakukan oleh para pejuang khilafah. Contoh beberapa kejadian yang tak asing di telinga kita seperti Teror Bom Surabaya, Kerusuhan di Mako Brimob, dan Pertempuran di Marawi. Beberapa saat setelah kejadian itu, Islamic state of Iraq and Suriah (salah satu pejuang khilafah), dalam majalah dabiqnya, mengklaim bahwa hal tersebut merupakan perbuatan mereka. Alih-alih merasa bersalah membantai umat manusia, ISIS merasa bangga atas pencapaian tersebut, karena bagi mereka itu adalah pemaknaan sesungguhnya dari Jihad fi Sabilillah.
            “Adalah masa kenabian itu ada di tengah-tengah kamu sekalian adanya atas kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila ia menghendaki untuk mengangkatnya,. Kemuadian adalah masa khilafah yang menempuh jejak kenabian (khilafah ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehendak allah. Kemudian Allah mengangkatnya (menghentikannya) apabila menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa kerajaan yang mengigit (Mulkan Adhan), adanya atas kehendak Allah. Kemuian Allah mengangkatnya apabia ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa kerajaan yang menyombong (mulkan jabariyah), adanya atas kehendak Allah. Kemuian Allah mengangkatnya apabia ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa khilafah yang menempuh jejak kenabian (khilafah ‘ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (nabi) diam.” (Musnad Ahmad IV/273)
Hadits diatas adalah salah satu hadits yang dipakai untuk meyakinkan akan kewajiban berdirinya sistem khilafah. Dalam buku Islam Yes Khilafah No, Gus Nadir menerangkan bahwa salah satu rawi hadits tersebut Habib bin Salim adalah “Fihi nazhar”. Itu sebabnya Imam Bukhori tidak pernah menerima hadits yang diriwayatkan Habib bin Salim tersebut. Kitab Al Muwatha dan Tuhfatul Ahwazi mendhaifkan riwayat lain dari Habib. Kitab Faidul Qadir mengatakan riwayat Habib dari Huzaifah itu mursal dan hadits tentang khilafah ala minhajin nubuwwah ini diriwayatkan oleh Habib bin Salim dari Huzaifah.                 
                Merujuk dari Al Quran, tidak ada satu dalil pun yang yang mengatakan wajibnya pendirian Khilafah. Alih-alih membahas tentang pendirian Khilafah, Al Quran justru membahas mengenai wajibnya mengikuti seorang pemimpin atau khalifah.
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
Organisasi lain yang bisa dijadikan contoh lagi adalah Hizbu Tahrir. Motivasi HTI untuk mendirikan negara khilafah pada dasarnya didasarkan kepada keyakinan yang mereka yakini sebagai sebuah kewajiban seorang Muslim sejati[4]. Dalil yang digunakan tidak lain adalah an-Nur ayat 55.
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”
(An Nur : 55)
   ĺ
Dimuat dalam situs web Nahdhatul Ulama yaitu NUonline mengambil tafsiran lain dari Kitab afsir al-Munir karya Syekh Wahbah az-Zuhayli dijelaskan asbabun Nuzul dari surat An nur ayat 55, Syekh Wahnah az-Zuhayli memaparkan; Ketika Rasulullah SAW bersama para sahabatnya sampai ke Madinah, dan disambut serta dijamin keperluan hidupnya oleh kaum Ansar, mereka tidak melepaskan senjatanya siang dan malam, karena selalu diincar oleh kaum kafir. Mereka berkata kepada Nabi: “Kapan engkau dapat melihat kami hidup aman dan tenteram tiada takut kecuali kepada Allah.” Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai jaminan dari Allah SWT bahwa mereka akan dianugerahi kekuasaan di muka bumi. Perihal ini, janji yang dimaksud dalam ayat tersebut telah tertunaikan pada masa Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin.[5] Tafsir ar-Razi juga menyebutkan adanya pendapat yang menentang memasukkan period el-Khulafa ar-Rasyidun dalam kandungan ayat ini karena penggalan ayat selanjutnya “sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa,” padahal kekuasaan sebelum Islam itu tidak datang lewat kekhilafahan. Jadi ayat ini cukup hanya pada periode Nabi Muhammad saja. Penggalan ayat ini dimaknai sebagaimana kekuasaan Bani Israil dan para Nabi sebelumnya seperti Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman.[6]
            Dalam pemaparan diatas, telah disebutkan bahwa janji Allah yang ada dalam An Nur ayat 55 telah tertunai pada masa lampau. Ada yang beranggapan hal tersebut terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin, kekuasaan Bani Israil dan para Nabi sebelumnhya. Selain itu mengutip tulisan Gus Nadirsyah Hosen di situs islami.co, beliau merujuk beberapa kitab tafsir tentang An nur ayat 55 dalam tulisannya. Tafsir Fathul Qadir memaknai kekuasaan sebelum Nabi itu tidak hanya terbatas pada Bani Israil, dan karenanya juga tidak membatasi makna ayat ini pada masa Nabi di Mekkah dan khalifah yang empat, tapi menggunakan keumuman ayat.[7] Tafsir al-Qurthubi juga menyetujui keumuman ayat ini.[8]
Selain itu para pejuang Khilafah juga sering mengambil rujukan dari Ibnu Taimiyyah. Salah satunya tentang jihad ialah perkataan Ibnu Ibnu Taimiyah “Tegaknya agama ini dengan kitab yang meberi petunjuk dan pedang yang menolong.”[9] Beberapa hal diataslah yang menjadi dasar para pejuang khilafah dalam melakukan jihad fi sabilillah.
Merujuk dari Dabiq, nama majalah yang diterbitkan oleh Islamic State of Iraq and Suriah, dalam melaksanakan jihad fi sabillilah, mereka mengambil juga perkataan dari Ali bin Abi Thalib ra, “Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam diutus dengan dengan empat pedang:
1. Sebuah pedang untuk kaum musyrikin, "Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orangorang musyrik itu dimana saja kamu jumpai mereka." (At-Taubah: 5)  
فَإِذَا انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ ۚ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ        
“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.”
2. Sebuah pedang untuk Ahli Kitab, "Perangilah orangorang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk." (At-Taubah: 29)
قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّىٰ يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ   
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.”             

 3. Sebuah pedang untuk orang-orang munafik, "Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orangorang munafik itu." (At-Taubah: 73)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ         
“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.”
 4. Sebuah pedang untuk bughat, "Maka perangilah kelompok yang melampaui batas hingga mereka kembali kepada perintah Allah." (Al-Hujurat: 9)” (Tafsir ibnu Katsir)
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ   
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
   
Pejuang Khilafah beranggapan bahwa hukum selain Allah adalah hukum buatan manusia yang didasari hawa Nafsu. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, sistem Khilafah hanya merujuk mutlak dari al Qur’an dan Sunnah dengan catatan mereka menutup pintu penafsiran lain yang tidak sejalan dengan penafsiran ulama mereka. Perihal ini dalil yang sering dipakai adalah al maidah ayat 49. Ayat ini menjadi patokan bagi para pejuang khilafah bahwa segala sesuatu yang ada di Darul Kufur sangatlah berlawanan, karena para pejuang Khilafah tidak mengamini apalagi mematuhi segala aturan, sistem, norma, dan nilai yang ada di Darul Kufur.
Ada dua buah slogan kontradiktif yang sering kita dengar dari pejuang khilafah dan kotra khilafah; islam agama damai dan islam agama pedang. Keduanya menggambarkan visi misi yang berbenturan disebabkan perbedaan pemahaman atas teks. Merupakan kemustahilan bagi para pejuang khilafah untuk berdamai permanen (tanpa syarat) dengan kekafiran dan orang-orang kafir, karena hal tersebut dianggap telah jauh dari klaim kebenaran menurut takaran mereka
Beberapa kritik dilayangkan kepada kaum pendukung jihad. Pada dasarnya perang pun tidak terjadi begitu saja. Ada beberapa perkara yang pasti menjadi pemicu mengapa perang terjadi, entah karena terdesak, ekspansi, penjajahan, dan lain sebagainya. Hal yang perlu digaris bawahi adalah, apa saja pemicu perang yang terjadi dalam islam di masa lampau?
            Dari uraian yang saya dapat dari Gus Nadir dalam bukunya Islam Yes Khilafah No, ada dua pendapat mengenai ini, yaitu; jihad defensive dan ofensif. Jihad defensive yaitu memerangi orang kafir hanya bersifat pembelaan disebabkan mereka memerangi atau mengganggu umat islam[10] dan jihad ofensif yaitu memandang hubungan muslim dan non muslim atas dasar perang sehingga memerangi karena kekufurannya[11]. Perihal ini, pendapat pertamalah yang diambil. Selain itu, ayat- ayat al Quran tentang perang bersifat muqayyad, yaitu dibatasi dan dikaitkan dengan sesuatu sebab semisal membela diri atau pembelaan atas aniaya[12]
            Dalam poin sebelumnya, telah diuraikan beberapa panafsiran dari kitab yang berbeda. Kesamaan dari semuanya ialah tidak ada yang menyebut secara tegas mengenai pendirian khilafah Islamiyah karena ayat tersebut sebenarnya bukan membahas mengenai khilafah. Sementara perbedaannya adalah mengenai penafsiran atas janji Allah yang tertuang dalam surat An-Nur ayat 55, dimana dari beberapa mufassir berpendapat bahwa janji tersebut telah tertuang pada masa Nabi Muhammad SAW,  khulafaur Rasyidin, dan masa nabi-nabi sebelumnya.
            Kemudian berbicara mengenai khilafah, ada dua hal yang terlihat jelas, yaitu adanya pro dan kontra dalam pendiriannya. Pejuang khilafah menafsiran dalil dalil yang telah diurai diatas sebagai dasar berdirinya khilafah yang mereka anggap sebagai suatu keniscayaan. Sementara itu, disebutkan dalam Buku Islam Yes Khilafah No, ada beberapa poin ringkas mengenai kontra  khilafah, diantaranya:[13]
1.      Sumber utama islam yakni al-quran dan hadits tidak memerinci secara detail dan kaku mengenai cara pemilihan pemimpin dan mekanisme pemerintahan.
2.      Pemutlakan konsep khilafah adalah sebuah kekhilafan juga
3.      Khilafah dipahami sebagai sebuah solusi satu-satunya dalam permasalahan umat
Sementara itu, lembaga-lembaga pemerintahan saat ini adalah bentuk dari sebuah sistem pemerintahan yang menyesuaikan dengan kebutuhan dan zaman. Tidak mungkin bagi umat manusia untuk memakai litelatur lama yang tidak sesuai dengan kemajuan zaman. Dalam agama islam, ada hal yang perlu di purifikasi dan dinamisasi, dengan begitu umat islam dapat menemukan irama yang tepat dalam beragama. Dengan begitu, setiap negara hari ini boleh mengambil sistem pemerintahan apapun (selama tidak meresahkan masyarakat) tidak terpatok hanya pada Khilafah Islamiyah saja. Setiap negara bebas menggunakan sistem yang dapat membuat negaranya menjadi makmur dan damai dengan catatan mensejahterakan bukan menebar terror.
Bila membuka lembaran masa lalu, memang terjadi banyak peperangan dan pertumpahan darah di Dunia. Namun, perlu digaris bawahi bahwa nilai secara perlahan mulai bergeser. Saat ini umat manusia telah memasuki tahap dimana permasalahan bisa diselesaikan tanpa berperang. Revolusi industry 4.0 membuat manusia mencapai berbagai hal tanpa perlu menembakan peluru. Oleh karena itu, alangkah bijaknya bila perbedaan agama tidak dijadikan alasan untuk saling membantai, mengkafirkan, dan berdebat tentang siapa yang paling benar.



[1] R Susanti, “Khilafah dalam Islam”, Repository UIN Suska, 2014, Bab 2, hlm 14
[2] Tafsir Al Mishbah
[3] Masyrû’ Dustûr li ad-Dawlah al-Islâmiyyah (Rancangan UUD Negara Islam)
[4]Nilda Hayati,”Konsep Khilafah Islamiyah”, Epistemé, Vol. 12, No. 1, Juni 2017. Hlm 183
[6] Nadirsyah Hosen, “Benarkah Allah Menjanjikan Kembalinya Khilafah? Tafsir Surat An Nur ayat 55”,Islami.co, 10 Juni 2019, https://islami.co/benarkah-allah-menjanjikan-kembalinya-khilafah-tafsir-surat-an-nur-ayat-55/
[7] Nadirsyah Hosen, “Benarkah Allah Menjanjikan Kembalinya Khilafah? Tafsir Surat An Nur ayat 55”,Islami.co, 10 Juni 2019, https://islami.co/benarkah-allah-menjanjikan-kembalinya-khilafah-tafsir-surat-an-nur-ayat-55/
[8] ibid
[9] Majalah Dabib vol 1 mengutip dari Majmu Fatawa
[10] Nadirsyah Hosen, “Islam Yes Khilafah No”, Suka Press: Yogyakarta, 2018, hlm 8
[11] ibid
[12] Nadirsyah Hosen, “Islam Yes Khilafah No”, Suka Press: Yogyakarta, 2018, hlm 9
[13] Nadirsyah Hosen, “Islam Yes Khilafah No”, Suka Press: Yogyakarta, 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjaga Keturunan Sebagai Upaya Perlindungan (Hifdzu Nasl)

Oleh: Immawan Muhammad Asro Al Aziz Keturunan ( nasl ) merupakan serangkaian karakteristik seseorang yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki seseorang dari orang tua melalui gen-gen. Keturunan juga merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan individu. Perhatian Islam terhadap keturunan dapat dilihat dari sejarahnya yang membuktikan bahwa merupakan hal yang sangat penting dalam, sehingga terdapat beberapa ayat al-Qur’an yang secara spesifik berbicara tentang penjagaan keturunan. Misalnya pada QS. al-Ahzab: 4-5 yang memberi tuntunan tentang proses pemberian nasab terhadap anak kandung dan anak angkat. Karena, perhatian terhadap keturunan juga berimplikasi terhadap hak pemberian nafkah, pewarisan harta, pengharaman nikah, dan lain-lain. Islam memberikan perhatian yang besar terhadap keturunan untuk mengukuhkan aturan dalam keluarga yang bertujuan untuk mengayominya melalui perbaikan serta menjamin kehidupannya

Implementasi Strategi Inovasi Produk Perspektif Al-Qur'an

A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk individual juga sebagai makhluk ekonomi. Banyak kebutuhan yang di perlukan oleh setiap manusia menjadikan ekonomi sebagai suatu ilmu untuk memenuhi keberlangsungan hidup seseorang. Hal bisa itu terjadi karena perubahan lingkungan yang fundamental merupakan daya dorong (driving forces) perubahan perekonomian dan bisnis. Perubahan dalam semua aspek kehidupan harus direspons sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kemanfaatan bisnis. Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan perusahaan beroperasi di tingkat lokal, regional dan global, tanpa harus membangun system bisnis di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Proses informasi dan komunikasi memperluas kemungkinan operasi jaringan perusahaan.  Disebutkan bahwa Koperasi di Jawa Tengah mengalami perkembangan jumlah koperasi aktif 22.674 (81,37%), tetapi tidak disertai dengan berkurangnya jumlah koperasi tidak aktif di Jawa Tengah dengan jumlah 5.19

Strategi Dakwah Ala Rasulullah

Oleh: Immawati Afifatur Rasyidah Islam merupakan agama perdamaian yang dianugrahkan oleh Allah swt dan perlu dijaga eksistensinya. Sebagai kader umat dan pewaris tampuk pimpinan umat kelak, sejatinya dewasa ini para generasi muda dilatih agar dapat menghadapi tantangan dan menjaga agama Islam ini. Berbagai kontroversi terjadi, agama dimonsterisasi, ulama didiskriminalisasi, umat dicurigai, dakwah dianggap provokasi, bahkan kebaikan pun dianggap radikalisasi. Salah satu   maqashidu syariah dalam agama Islam ialah hifdzu al-din (menjaga agama). Penjagaan terhadap agama dapat diimplementasikan dengan berbagai hal, salah satunya adalah dengan dakwah. Penyebaran dakwah tentu tak terlepas dengan metode atau manhaj atau thariqah. At-Thariqat Ahammu Min Al-Maddah, metode itu jauh lebih penting daripada materi. Ia merupakan sebuah seni (estetika) dalam proses penyampaian dakwah. Secara leksikal, metode ialah the way of doing. Sebaik-baik kualitas materi yang disampaikan dalam pembelajaran