Oleh: Immawati Ninis Pradita
Belakangan ini, isu mengenai
khilafah bermunculan di Indonesia. Khilafah adalah lembaga pemerintahan Islam
yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah[1].
Seiring perkembangan waktu khilafah dapat diartikan sebagai Lembaga
pemerintahan secara umum. Saking seringnya mendengar mengenai khilafah, yang
terlintas bukan makna asli mengenai kata tersebut melainkan khilafah dalam
artian pendirian negara islam yang mutlak. Pendirian negara islam atau daulah
Islamiyah ini didengungkan oleh beberapa kelompok di dunia termasuk di
Indonesia. Diantara organisasi yang akrab didengar oleh kita adalah Islamic
State Iraq and Suriah (ISIS). Khilafah ini bertujuan mengganti seluruh sistem
negara yang ada dengan menggunakan Al Quran dan Sunnah karena beranggapan hukum
selain itu (buatan manusia) adalah thaghut.
Khilafah
yang dikenal banyak orang saat ini ialah Khilafah yang menganggap sistem
pemerintahan yang tidak berlandaskan Al Quran dan Sunnah secara mutlak adalah
sistem Kafir dan juga di klaim sebagai Thaghut. Thaghut membawa manusia keluar dari cahaya iman
lalu menuju ke kegelapan.[2]
Menurut Quraish Shihab Thaghut
berarti “segala sesuatu yang menindas manusia dan menyesatkan dari jalan yang
benar”. Isu Khilafah ini semakin marak juga karena menimbulkan keresahan dan
korban. Berangkat dari ideologinya yang menganggap bahwa Hukum yang ada saat
ini adalah sistem Kafir, para pejuang khilafah banyak melakukan upaya penegakan
negara islam di berbagai tempat. Mengatas namakan membela agama Allah dan
jihad, pejuang khilafah banyak mentakfirkan umat islam lainnya serta
melaksanakan jihad berupa terror dan perang.
Sebuah pemerintahan
negara yang tidak didasari aturan-aturan islam dinamai Darul Kufur. Merujuk
dari Masyrû’
Dustûr li ad-Dawlah al-Islâmiyyah (Rancangan UUD Negara
Islam) yang dirancang oleh Hizbut Tahrir, mereka membagi negara menjadi dua
yaitu; Darul Islam dan Darul Kufr. Darul Islam (Negara Islam) adalah negara
yang di dalamnya diterapkan syariah (hukum-hukum) Islam dan keamanan negara
tersebut berada di bawah keamanan Islam. Sementara Darul Kufur (Negara kafir)
adalah negara yang di dalamnya diterapkan hukum-hukum kufur dan keamanan negara
tersebut berada di bawah keamanan bukan Islam[3].
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa negara selain Khilafah milik
mereka merupakan Darul Kufur.
Bagi para pejuang
khilafah, adanya khilafah adalah suatu keniscayaan dan akan datang pada waktu
yang dijanjikan. Oleh karena itu, memperjuangkannya adalah wajib karena tinggal
dibawah naungan darul kufur adalah mimpi buruk bagi para pejuang khilafah. Bisa
dikatakan mimpi buruk sebab semua syariat yang ada di Darul Kufur sangat
bertentangan dan mungkin tak layak pakai bagi mereka.
Membahas khilafah yang
salah dipahami di era ini erat kaitannya dengan isu jihad, hijrah, syam, takfir
dan lain sebagainya. Untuk mewujudkan Khilafah, para pejuang khilafah meyakini
wajibnya jihad. Jihad yang dimaksud adalah jihad dengan pedang demi tegaknya
dan keberlangsungan Khilafah. Munculnya berbagai tindakan seperti terror dan
perang mengatanamakan islam merupakan bentuk jihad yang dilakukan oleh para
pejuang khilafah. Contoh beberapa kejadian yang tak asing di telinga kita
seperti Teror Bom Surabaya, Kerusuhan di Mako Brimob, dan Pertempuran di
Marawi. Beberapa saat setelah kejadian itu, Islamic state of Iraq and Suriah
(salah satu pejuang khilafah), dalam majalah dabiqnya, mengklaim bahwa hal
tersebut merupakan perbuatan mereka. Alih-alih merasa bersalah membantai umat
manusia, ISIS merasa bangga atas pencapaian tersebut, karena bagi mereka itu
adalah pemaknaan sesungguhnya dari Jihad fi Sabilillah.
“Adalah
masa kenabian itu ada di tengah-tengah kamu sekalian adanya atas kehendak
Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila ia menghendaki untuk
mengangkatnya,. Kemuadian adalah masa khilafah yang menempuh jejak kenabian
(khilafah ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehendak allah. Kemudian Allah
mengangkatnya (menghentikannya) apabila menghendaki untuk mengangkatnya.
Kemudian adalah masa kerajaan yang mengigit (Mulkan Adhan), adanya atas
kehendak Allah. Kemuian Allah mengangkatnya apabia ia menghendaki untuk
mengangkatnya. Kemudian adalah masa kerajaan yang menyombong (mulkan
jabariyah), adanya atas kehendak Allah. Kemuian Allah mengangkatnya apabia ia
menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa khilafah yang menempuh
jejak kenabian (khilafah ‘ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (nabi) diam.”
(Musnad Ahmad IV/273)
Hadits
diatas adalah salah satu hadits yang dipakai untuk meyakinkan akan kewajiban
berdirinya sistem khilafah. Dalam buku Islam Yes Khilafah No, Gus Nadir
menerangkan bahwa salah satu rawi hadits tersebut Habib bin Salim adalah “Fihi
nazhar”. Itu sebabnya Imam Bukhori tidak pernah menerima hadits yang
diriwayatkan Habib bin Salim tersebut. Kitab Al Muwatha dan Tuhfatul Ahwazi
mendhaifkan riwayat lain dari Habib. Kitab Faidul Qadir mengatakan riwayat
Habib dari Huzaifah itu mursal dan hadits tentang khilafah ala minhajin
nubuwwah ini diriwayatkan oleh Habib bin Salim dari Huzaifah.
Merujuk dari Al Quran,
tidak ada satu dalil pun yang yang mengatakan wajibnya pendirian Khilafah.
Alih-alih membahas tentang pendirian Khilafah, Al Quran justru membahas
mengenai wajibnya mengikuti seorang pemimpin atau khalifah.
“Dan
hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu
terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang
telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah
diturunkan Allah) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah
kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya
kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
Organisasi lain yang bisa dijadikan contoh lagi adalah Hizbu
Tahrir. Motivasi HTI untuk mendirikan negara
khilafah pada dasarnya didasarkan kepada keyakinan yang mereka yakini sebagai
sebuah kewajiban seorang Muslim sejati[4].
Dalil yang digunakan tidak lain adalah an-Nur ayat 55.
“Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh
bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan
sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir
sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”
(An Nur : 55) ĺ
(An Nur : 55) ĺ
Dimuat dalam situs web Nahdhatul
Ulama yaitu NUonline mengambil tafsiran lain dari Kitab afsir al-Munir karya
Syekh Wahbah az-Zuhayli dijelaskan asbabun Nuzul dari surat An nur ayat 55,
Syekh Wahnah az-Zuhayli memaparkan; Ketika Rasulullah SAW bersama para
sahabatnya sampai ke Madinah, dan disambut serta dijamin keperluan hidupnya
oleh kaum Ansar, mereka tidak melepaskan senjatanya siang dan malam, karena
selalu diincar oleh kaum kafir. Mereka berkata kepada Nabi: “Kapan engkau dapat
melihat kami hidup aman dan tenteram tiada takut kecuali kepada Allah.” Ayat
ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai jaminan dari Allah SWT
bahwa mereka akan dianugerahi kekuasaan di muka bumi. Perihal ini, janji yang
dimaksud dalam ayat tersebut telah tertunaikan pada masa Nabi Muhammad SAW dan
Khulafaur Rasyidin.[5]
Tafsir
ar-Razi juga menyebutkan adanya pendapat yang menentang memasukkan period
el-Khulafa ar-Rasyidun dalam kandungan ayat ini karena penggalan ayat
selanjutnya “sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa,” padahal kekuasaan sebelum Islam itu tidak datang lewat kekhilafahan.
Jadi ayat ini cukup hanya pada periode Nabi Muhammad saja. Penggalan ayat ini
dimaknai sebagaimana kekuasaan Bani Israil dan para Nabi sebelumnya seperti
Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman.[6]
Dalam
pemaparan diatas, telah disebutkan bahwa janji Allah yang ada dalam An Nur ayat
55 telah tertunai pada masa lampau. Ada yang beranggapan hal tersebut terjadi
pada masa Nabi Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin, kekuasaan Bani Israil dan para
Nabi sebelumnhya. Selain itu mengutip tulisan Gus Nadirsyah Hosen di situs
islami.co, beliau merujuk beberapa kitab tafsir tentang An nur ayat 55 dalam
tulisannya. Tafsir Fathul Qadir memaknai kekuasaan sebelum Nabi
itu tidak hanya terbatas pada Bani Israil, dan karenanya juga tidak membatasi
makna ayat ini pada masa Nabi di Mekkah dan khalifah yang empat, tapi
menggunakan keumuman ayat.[7]
Tafsir al-Qurthubi juga menyetujui keumuman ayat ini.[8]
Selain itu para pejuang Khilafah
juga sering mengambil rujukan dari Ibnu Taimiyyah. Salah satunya tentang jihad
ialah perkataan Ibnu Ibnu Taimiyah “Tegaknya agama ini dengan kitab yang meberi
petunjuk dan pedang yang menolong.”[9]
Beberapa hal diataslah yang menjadi dasar para pejuang khilafah dalam melakukan
jihad fi sabilillah.
Merujuk
dari Dabiq, nama majalah yang diterbitkan oleh Islamic State of Iraq and
Suriah, dalam melaksanakan jihad fi sabillilah, mereka mengambil juga perkataan
dari Ali bin Abi Thalib ra, “Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam diutus
dengan dengan empat pedang:
1.
Sebuah pedang untuk kaum musyrikin, "Apabila sudah habis bulan-bulan Haram
itu, maka bunuhlah orangorang musyrik itu dimana saja kamu jumpai mereka."
(At-Taubah: 5)
فَإِذَا انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ ۚ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.”
“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.”
2.
Sebuah pedang untuk Ahli Kitab, "Perangilah orangorang yang tidak beriman
kepada Allah dan hari kemudian, dan tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh
Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah),
(yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka
membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk."
(At-Taubah: 29)
قَاتِلُوا
الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّىٰ يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
“Perangilah
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari
kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan
Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu
orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar
jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.”
3. Sebuah pedang untuk orang-orang munafik,
"Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orangorang munafik
itu." (At-Taubah: 73)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.”
“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.”
4. Sebuah pedang untuk bughat, "Maka
perangilah kelompok yang melampaui batas hingga mereka kembali kepada perintah Allah."
(Al-Hujurat: 9)” (Tafsir ibnu Katsir)
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
Pejuang
Khilafah beranggapan bahwa hukum selain Allah adalah hukum buatan manusia yang
didasari hawa Nafsu. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, sistem Khilafah
hanya merujuk mutlak dari al Qur’an dan Sunnah dengan catatan mereka menutup
pintu penafsiran lain yang tidak sejalan dengan penafsiran ulama mereka.
Perihal ini dalil yang sering dipakai adalah al maidah ayat 49. Ayat ini menjadi patokan bagi para
pejuang khilafah bahwa segala sesuatu yang ada di Darul Kufur sangatlah
berlawanan, karena para pejuang Khilafah tidak mengamini apalagi mematuhi
segala aturan, sistem, norma, dan nilai yang ada di Darul Kufur.
Ada
dua buah slogan kontradiktif yang sering kita dengar dari pejuang khilafah dan
kotra khilafah; islam agama damai dan islam agama pedang. Keduanya
menggambarkan visi misi yang berbenturan disebabkan perbedaan pemahaman atas teks.
Merupakan kemustahilan bagi para pejuang khilafah untuk berdamai permanen
(tanpa syarat) dengan kekafiran dan orang-orang kafir, karena hal tersebut
dianggap telah jauh dari klaim kebenaran menurut takaran mereka
Beberapa kritik dilayangkan kepada
kaum pendukung jihad. Pada dasarnya perang pun tidak terjadi begitu saja. Ada
beberapa perkara yang pasti menjadi pemicu mengapa perang terjadi, entah karena
terdesak, ekspansi, penjajahan, dan lain sebagainya. Hal yang perlu digaris
bawahi adalah, apa saja pemicu perang yang terjadi dalam islam di masa lampau?
Dari
uraian yang saya dapat dari Gus Nadir dalam bukunya Islam Yes Khilafah No, ada
dua pendapat mengenai ini, yaitu; jihad defensive dan ofensif. Jihad defensive
yaitu memerangi orang kafir hanya bersifat pembelaan disebabkan mereka
memerangi atau mengganggu umat islam[10]
dan jihad ofensif yaitu memandang hubungan muslim dan non muslim atas dasar
perang sehingga memerangi karena kekufurannya[11].
Perihal ini, pendapat pertamalah yang diambil. Selain itu, ayat- ayat al Quran
tentang perang bersifat muqayyad, yaitu dibatasi dan dikaitkan dengan sesuatu
sebab semisal membela diri atau pembelaan atas aniaya[12]
Dalam
poin sebelumnya, telah diuraikan beberapa panafsiran dari kitab yang berbeda.
Kesamaan dari semuanya ialah tidak ada yang menyebut secara tegas mengenai
pendirian khilafah Islamiyah karena ayat tersebut sebenarnya bukan membahas
mengenai khilafah. Sementara perbedaannya adalah mengenai penafsiran atas janji
Allah yang tertuang dalam surat An-Nur ayat 55, dimana dari beberapa mufassir
berpendapat bahwa janji tersebut telah tertuang pada masa Nabi Muhammad
SAW, khulafaur Rasyidin, dan masa
nabi-nabi sebelumnya.
Kemudian berbicara mengenai khilafah, ada dua hal yang
terlihat jelas, yaitu adanya pro dan kontra dalam pendiriannya. Pejuang
khilafah menafsiran dalil dalil yang telah diurai diatas sebagai dasar
berdirinya khilafah yang mereka anggap sebagai suatu keniscayaan.
Sementara itu, disebutkan dalam Buku Islam
Yes Khilafah No, ada beberapa poin ringkas mengenai kontra khilafah, diantaranya:[13]
1. Sumber
utama islam yakni al-quran dan hadits tidak memerinci secara detail dan kaku
mengenai cara pemilihan pemimpin dan mekanisme pemerintahan.
2. Pemutlakan
konsep khilafah adalah sebuah kekhilafan juga
3. Khilafah
dipahami sebagai sebuah solusi satu-satunya dalam permasalahan umat
Sementara
itu, lembaga-lembaga pemerintahan saat ini adalah bentuk dari sebuah sistem
pemerintahan yang menyesuaikan dengan kebutuhan dan zaman. Tidak mungkin bagi
umat manusia untuk memakai litelatur lama yang tidak sesuai dengan kemajuan
zaman. Dalam agama islam, ada hal yang perlu di purifikasi dan dinamisasi,
dengan begitu umat islam dapat menemukan irama yang tepat dalam beragama.
Dengan begitu, setiap negara hari ini boleh mengambil sistem pemerintahan
apapun (selama tidak meresahkan masyarakat) tidak terpatok hanya pada Khilafah
Islamiyah saja. Setiap negara bebas menggunakan sistem yang dapat membuat
negaranya menjadi makmur dan damai dengan catatan mensejahterakan bukan menebar
terror.
Bila
membuka lembaran masa lalu, memang terjadi banyak peperangan dan pertumpahan
darah di Dunia. Namun, perlu digaris bawahi bahwa nilai secara perlahan mulai
bergeser. Saat ini umat manusia telah memasuki tahap dimana permasalahan bisa
diselesaikan tanpa berperang. Revolusi industry 4.0 membuat manusia mencapai
berbagai hal tanpa perlu menembakan peluru. Oleh karena itu, alangkah bijaknya
bila perbedaan agama tidak dijadikan alasan untuk saling membantai,
mengkafirkan, dan berdebat tentang siapa yang paling benar.
[1]
R Susanti, “Khilafah dalam Islam”, Repository
UIN Suska, 2014, Bab 2, hlm 14
[2]
Tafsir Al Mishbah
[4]Nilda
Hayati,”Konsep Khilafah Islamiyah”, Epistemé, Vol. 12, No. 1, Juni 2017. Hlm
183
[6]
Nadirsyah Hosen, “Benarkah Allah
Menjanjikan Kembalinya Khilafah? Tafsir Surat An Nur ayat 55”,Islami.co, 10
Juni 2019, https://islami.co/benarkah-allah-menjanjikan-kembalinya-khilafah-tafsir-surat-an-nur-ayat-55/
[7]
Nadirsyah Hosen, “Benarkah Allah
Menjanjikan Kembalinya Khilafah? Tafsir Surat An Nur ayat 55”,Islami.co, 10
Juni 2019, https://islami.co/benarkah-allah-menjanjikan-kembalinya-khilafah-tafsir-surat-an-nur-ayat-55/
[8]
ibid
[9]
Majalah Dabib vol 1 mengutip dari Majmu Fatawa
[10]
Nadirsyah Hosen, “Islam Yes Khilafah No”, Suka Press: Yogyakarta, 2018, hlm 8
[11]
ibid
[12]
Nadirsyah Hosen, “Islam Yes Khilafah No”, Suka Press: Yogyakarta, 2018, hlm 9
[13]
Nadirsyah Hosen, “Islam Yes Khilafah No”, Suka Press: Yogyakarta, 2018
Komentar
Posting Komentar