Trilogi IMM: Wujudkan Karya Nyata melalui Aktualisasi Religiusitas
Slogan1 dari Ikatan mahasiswa Muhammadiyah yang paling familiar adalah “anggun dalam moral dan unggul dalam intelektual”. Moral-intelektual telah menjadi tubuh IMM sebagai karakter bagi setiap kader. Namun, mengemban dan memangku kalimat tesebut tidak mudah seperti membalikkan kedua telapak tangan. Dalam hal ini, tidak serta merta penulis menjabarkan bagaimana menjadi sosok kader yang ideal. Akan tetapi, penulis ingin menyampaikan terlebih dahulu mengenai kegelisahan terhadap penerapan trilogi dan trikompetensi dasar dalam tubuh IMM. Salah satunya ialah penerapan nilai religiusitas.
Menurut hemat penulis, religiusitas merupakan tujuan utama yang menjadi dasar berdirinya IMM. Gerakan keagama-an menjadi identitas, bahkan mendarah daging dalam tubuh IMM. Namun, ketika melihat suatu kegiatan yang dilaksanakan IMM, penulis justru jarang melihat sisi ke-agamaan yang menjadi identitas setiap kader-kader IMM. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan zaman, teknologi, informasi dan revolusi industry 4.0. yang membuat seseorang menjadi lebih mudah justru melalikan. Ditambah lagi dengan tradisi yang beralih di warung yang menawarkan fasilitas wifi, sering membuat pemuda-pemuda betah menghabiskan waktu untuk berselancardi dunia maya.
Tradisi solat berjamaah diawal waktu, membaca al-Qur’an bersama, mengkaji isi kandungan al-Qur’an bersama kini nampaknya mulai luntur ditengah-tengah kegiatan kader IMM. Bahkan yang seharusnya IMM lakukanialah sebagai pemuda yang harusnya menjalankan peran dan aktif untuk menghidupkan masjid. Namun realitas yang kita lihat bahwa masjid diisi dengan mayoritas aki-aki bukan akh-akhi. Berbeda dengan kegiatan yang hura-hura dan hanya sebatas seru-seruan, lebih banyak di bandingkan basis ke-agamaan dan ke-ilmuan.
Berangkat dari kegelisahan tersebut, penulis ingin memberikan sebuah taawaran untuk menjawab terkait hal di atas. Karena sekarang, IMM telah memasuki setengah abad perjuangan dalam menjaga kepribadian serta kepiawaiannya sebagai organisasi pergerakan mahasiswa. Selalu memegang prinsip, cita-cita dan tak lupa pula meng-aktualisasikan nilai-nilai keagamaan.
Jika kita flashback sedikit mengenai tujuan dibentuknya IMM, secara akademisi, IMM di bentuk bertujuan untuk membenrtuk kader-kader Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Oleh karena itu, IMM dikatakan sebagai organisasi pergerakan. Sebagai organisasi Islam yang mengemban amanah dakwah Islam dalam lingkup mahasiswa dan masyarakat luas. Sesuai dengan falsafah perkaderan IMM yaitu mengembangkan nilai-nilai uswah, paedagogi–kritis dan hikmah untuk mewujudkan gerakan IMM sebagai gerakan intelektual.
Karena itu, menurut al-Attas, antara ilmu, amal dan adab merupakan satu kesatuan (entitas) yang utuh. Tidak hanya religiusitas yang dikembangkan, namun juga intelektualitas yang juga harus menjadi penopang setiap keilmuan kader. Dapat dikatakan bahwa kaum elit intelektual adalah mereka yang berkecimpung dalam masyarakat. Searah dengan pendapat Ali Syariati bahwa tanggung jawab para intelek adalah mengendalikan diri dan ide–ide yang ada dalam masyarakat. Dan tanggung jawab tersebut diberikan pada pemahaman-pemahaman terhadap masyarakat (orang-orang awam).
Melihat di sisi lain, bahwa IMM termasuk dalam bagian spirit dakwah yang sesuai dengan basis Muhammadiyah dalam Qur’an Surah Al-Imron ayat 104. Maka, sudah barang tentu, kader IMM harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ke-Islam-an kepada mahasiswa khususnya dan masyarakat umumnya. Dengan kata lain, kader IMM harus merepresentasikan diri sebagai kader yang mengamalkan nilai ke-agamaan namun juga dalam eksistensinya sebagai suri tauladan.
Tentu sangat mudah dipahami bukan materi-materi yang berorientasi pada ke-Islaman. Namun, bagaimana penerapan dan pengaplikasiannya itu masih sedikit dibandingkan pemahaman materinya. Dalam hal ini, penulis memandang nilai Ke-Islaman yang sering kali menjadi nilai remedy bersama. Terutama corak keilmuan dari seorang kader harus dipresentasikan dari identitas dirinya itu. Yah, identitas ke-agamaan yang menajadikan IMM anggun dalam moral. Karena nilai-nilai etik dan moral yang diterapkan kader itulah yang menjadi cerminan slogan diatas.
Generasi IMM di masa awal, justru sangat akrab dan kental dengan nilai-nilai religiusitas. Memperlihatan keanggunan dan kesantunan yang menjadikan IMM disegani oleh ormawa lainnya. Tentu, perlu adanya proses-proses yang harus dilewati. Salah satunya ialah menanamkan kembali kesadaran nilai-nilai religiusitas. Kembali ke masjid, minimal pemuda IMM punya peran sebagai muadzin, ataupun jama’ah solat. Juga salah satu tawaran penulis, ialah membudayakan mengaji sebelum rapat dan diskusi di mulai sembari menunggu teman-teman lain datang. Hal ini penulis katakan agar penantian dan waktu menunggu tidak terbuang dengan sia-sia.
Sebagai mahasiswa yang disibukkan dengan kuliah pun berikut dengan tugas-tugasnya, juga sebagai aktifis organisasi, barangkali masih terkendala membagi waktu dengan bacaan al-Qur’an. Hemat penulis ialah upaya ini untuk memperlihatkan kembali identitas IMM sebagai organisasi mahasiswa Islam yang tanggung jawab dalam ranah keagamannya yang telah tetuang dalam salah satu trilogy yaitu religiusitas.
Sebagai organisasi kader Muhammadiyah, perkaderan IMM diarahkan pada terbentuknya kader yang bisa berkembang sesuai dengan spesifikasi profesi yang ditekuninya, kritis, tekun, trampil, dinamis dan utuh. Karena dalam hal ini, kader dapat didefinisikan sebagai kelompok manusia yang terbaik karena terpilih, yaitu merupakan tulang punggung (kerangka) dari kelompok yang labih besar dan terorganisasi secara permanen. Maka dari itu, kader-kader perlu di ciprati serta didampingi agar nantinya dapat melanjutkan estafet kepemimpinan.
Hal ini sejalan dengan cita-cita ikatan. Bahwa ikatan ini telah dideklarasikan untuk setiap kadernya agar memiliki moral yang baik dan intelektual yang unggul lagi berkualitas tentunya. Sudah menjadi sebuah keharusan dalam proses pengkaderan untuk menanamkan kultur IMM kedalam diri setiap kader. Kultur kagamaan, intelektual dan berdaya sosialdi tengah masyarakat. Tujuan dari kulturisasi ke-IMM-an tidak lain ialah agar setiap kader merasa memiliki IMM. Hal tersebut kemudian akan memberikan dampak positif yang lebih jauh, yaitu tertanamnya loyalitas, dedikasi dan kontribusi kader pada IMM. Sehingga setiap kader pada ahirnya bukan hanya menjadi sekadar kader yang resmi secara struktur IMM, melainkan kader yang bangga membawa serta menjaga nama baik IMM.
Komentar
Posting Komentar