Hari ini, tepatnya tanggal 18 September 2016, PK IMM Ushuluddin UIN Suka mendapat tamparan keras dari Bapak Ganjar Sri Husodo yang tadi pagi mengisi Studium General pada acara Silaturrahim Komisariat (silatkom) UIN Suka Yogyakarta. Kegiatan yang dilaksanakan di goeboeg bambu, timoho, Yogyakarta ini sekurang-kurangnya dihadiri oleh 30 orang yang terdiri dari Pimpinan Cabang Sleman serta perwakilan dari Pimpinan Komisariat se-UIN Suka Yogyakarta dan tentu saja pihak korkom sendiri sebagai pelaksana.
Pada sambutannya, beliau mengkritisi arah gerak IMM saat ini yang dianggap melenceng dari tujuan aslinya. Banyak kegiatan-kegiatan serta pemikiran yang sebelumnya kami (PK IMM Ushuluddin) anggap sebagai cara terbaik untuk mengembangkan IMM, ternyata masih belum menunjukkan wujud asli sebuah organisasi kemahasiswaan yang sebenarnya.
Aspek terpenting yang menjadi fokus pembicaraan beliau adalah tentang masih minimnya minat membaca di kalangan mahasiswa, terutama bagi mereka yang menjadi bagian dari organisasi. Sebagian dari mereka lebih suka bergerak secara dinamis, bergerak di berbagai aspek, terutama sosial. Tetapi tidak diimbangi dengan banyak membaca buku sebagai bahan referensi.
Dalam mengarungi suatu perjalanan, sudah sewajarnya bagi pihak yang bersangkutan untuk memiliki pegangan yang akan menuntunnya menuju tujuan yang hendak dicapai. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dalam hal ini telah mempunyai pegangan tersebut, yang berupa tanfidz serta SPI (sistem perkaderan ikatan). Dua pegangan ini dibuat untuk menuntun arah pergerakan IMM. Sangat naif sekali ketika sebuah organisasi bergerak dengan tanpa mempunyai pegangan. Ibarat mengarungi samudera yang luas, tanpa kompas dan tanpa pengetahuan tentang cuaca. Terombang-ambing dalam ketidakpastian, tidak menemukan tujuan yang hendak diraih. Dan sebagian besar arah gerakan IMM saat ini sedikit demi sedikit meninggalkan pedoman tersebut, dan hal itu timbul karena sifat malas anggota dalam membaca dan memahami arah pergerakan organisasinya.
Menurut Buya Yunahar Ilyas, 80% dari apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang mahasiswa adalah bergelut dalam ranah akademis, sedangkan 20% sisanya dalam ranah sosial. Ranah akademis yang dimaksud disini berupa pembudidayaan tradisi membaca oleh mahasiswa. Memperkaya ilmu pengetahuan memang seharusnya dimulai dengan banyak membaca. Bukan hanya membaca buku, namun juga membaca realita kampus.
Setidaknya terdapat dua perspektif dalam pembahasan persoalan politik di kampus. Mereka yang setuju dengan politik praktis menganggap bahwa dengan cara itulah mereka dengan mudah mampu meraih kekuasaan. Sedangkan mereka yang tidak setuju, menganggap bahwa politik, apapun bentuknya, merupakan cikal bakal munculnya permusuhan.
Kita memang tidak bisa memaksakan pihak lain untuk mengikuti perspektif kita, terserah apakah mereka ingin bergelut di dunia politik atau tidak. Namun yang menjadi titik tekan dari apa yang disampaikan Bapak Ganjar adalah, meskipun kalian tidak terjun dalam dunia perpolitikan kampus, setidaknya pastikanlah bahwa kalian mengetahui perkembangan kampus. Jangan sampai kalian buta terhadap informasi kampus sendiri. Dan jangan sampai orang dari kampus lain lebih tahu perkembangan kampus kita daripada kita sendiri sebagai tuan rumah.
Pada ranah sosial, beliau memang mengapresiasi IMM dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan bakti sosial. Tetapi beliau juga menyayangkan, ketika IMM dalam hal ini hanya sekedar melakukan bakti sosial tanpa adanya pemberdayaan. Perbedaan mendasar antara kegiatan bakti sosial biasa dengan pemberdayaan adalah bahwa, bakti sosial hanya sekedar kegiatan yang mengentaskan permasalahan dalam waktu yang relatif singkat. Sementara pemberdayaan lebih kepada pembentukan kehidupan yang lebih baik lagi, karena dengan memberdayakan, akan mampu mengembangkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing individu.
Pesan terakhir dan terpenting yang beliau sampaikan adalah jangan sampai kita melupakan peran para alumni dan dosen, dengan tidak menjalin komunikasi dengan mereka. Akan ada banyak ilmu yang diperoleh dari diskusi yang dilakukan dengan alumni, karena mereka lebih berpengalaman dan lebih mengerti sepak terjang organisasi daripada kita.
Akhirnya, dalam menjalankan roda organisasi kedepan, semoga kita selaku PK IMM Ushuluddin khususnya dan seluruh Pimpinan IMM secara umum, mampu bergerak di jalan yang semestinya. Memperbaiki segala kesalahan dan melangkah lebih maju untuk meraih kemenangan.
Billahi Fii Sabiilil Haq
Fastabiqul Khairat
Pada sambutannya, beliau mengkritisi arah gerak IMM saat ini yang dianggap melenceng dari tujuan aslinya. Banyak kegiatan-kegiatan serta pemikiran yang sebelumnya kami (PK IMM Ushuluddin) anggap sebagai cara terbaik untuk mengembangkan IMM, ternyata masih belum menunjukkan wujud asli sebuah organisasi kemahasiswaan yang sebenarnya.
Aspek terpenting yang menjadi fokus pembicaraan beliau adalah tentang masih minimnya minat membaca di kalangan mahasiswa, terutama bagi mereka yang menjadi bagian dari organisasi. Sebagian dari mereka lebih suka bergerak secara dinamis, bergerak di berbagai aspek, terutama sosial. Tetapi tidak diimbangi dengan banyak membaca buku sebagai bahan referensi.
Dalam mengarungi suatu perjalanan, sudah sewajarnya bagi pihak yang bersangkutan untuk memiliki pegangan yang akan menuntunnya menuju tujuan yang hendak dicapai. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dalam hal ini telah mempunyai pegangan tersebut, yang berupa tanfidz serta SPI (sistem perkaderan ikatan). Dua pegangan ini dibuat untuk menuntun arah pergerakan IMM. Sangat naif sekali ketika sebuah organisasi bergerak dengan tanpa mempunyai pegangan. Ibarat mengarungi samudera yang luas, tanpa kompas dan tanpa pengetahuan tentang cuaca. Terombang-ambing dalam ketidakpastian, tidak menemukan tujuan yang hendak diraih. Dan sebagian besar arah gerakan IMM saat ini sedikit demi sedikit meninggalkan pedoman tersebut, dan hal itu timbul karena sifat malas anggota dalam membaca dan memahami arah pergerakan organisasinya.
Menurut Buya Yunahar Ilyas, 80% dari apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang mahasiswa adalah bergelut dalam ranah akademis, sedangkan 20% sisanya dalam ranah sosial. Ranah akademis yang dimaksud disini berupa pembudidayaan tradisi membaca oleh mahasiswa. Memperkaya ilmu pengetahuan memang seharusnya dimulai dengan banyak membaca. Bukan hanya membaca buku, namun juga membaca realita kampus.
Setidaknya terdapat dua perspektif dalam pembahasan persoalan politik di kampus. Mereka yang setuju dengan politik praktis menganggap bahwa dengan cara itulah mereka dengan mudah mampu meraih kekuasaan. Sedangkan mereka yang tidak setuju, menganggap bahwa politik, apapun bentuknya, merupakan cikal bakal munculnya permusuhan.
Kita memang tidak bisa memaksakan pihak lain untuk mengikuti perspektif kita, terserah apakah mereka ingin bergelut di dunia politik atau tidak. Namun yang menjadi titik tekan dari apa yang disampaikan Bapak Ganjar adalah, meskipun kalian tidak terjun dalam dunia perpolitikan kampus, setidaknya pastikanlah bahwa kalian mengetahui perkembangan kampus. Jangan sampai kalian buta terhadap informasi kampus sendiri. Dan jangan sampai orang dari kampus lain lebih tahu perkembangan kampus kita daripada kita sendiri sebagai tuan rumah.
Pada ranah sosial, beliau memang mengapresiasi IMM dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan bakti sosial. Tetapi beliau juga menyayangkan, ketika IMM dalam hal ini hanya sekedar melakukan bakti sosial tanpa adanya pemberdayaan. Perbedaan mendasar antara kegiatan bakti sosial biasa dengan pemberdayaan adalah bahwa, bakti sosial hanya sekedar kegiatan yang mengentaskan permasalahan dalam waktu yang relatif singkat. Sementara pemberdayaan lebih kepada pembentukan kehidupan yang lebih baik lagi, karena dengan memberdayakan, akan mampu mengembangkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing individu.
Pesan terakhir dan terpenting yang beliau sampaikan adalah jangan sampai kita melupakan peran para alumni dan dosen, dengan tidak menjalin komunikasi dengan mereka. Akan ada banyak ilmu yang diperoleh dari diskusi yang dilakukan dengan alumni, karena mereka lebih berpengalaman dan lebih mengerti sepak terjang organisasi daripada kita.
Akhirnya, dalam menjalankan roda organisasi kedepan, semoga kita selaku PK IMM Ushuluddin khususnya dan seluruh Pimpinan IMM secara umum, mampu bergerak di jalan yang semestinya. Memperbaiki segala kesalahan dan melangkah lebih maju untuk meraih kemenangan.
Billahi Fii Sabiilil Haq
Fastabiqul Khairat
Komentar
Posting Komentar