Langsung ke konten utama

Da’i Instan : Salah Satu Wujud Tantangan Dakwah Generasi Milenial


Da’i Instan : Salah Satu Wujud Tantangan Dakwah Generasi Milenial


Dewasa ini, kita sering dihadapkan dengan muncul sebuah keresahan berjamaah yang disebabkan oleh perubahan generasi yang terjadi secara global dan massif. Tak terkecuali di dalam tubuh generasi dakwah. Dakwah yang sering dimaknai sebagai sesuatu yang kaku dan kurang dinamis akhirnya harus berbenturan dengan berbagai perubahan global yang terjadi. Perubahan global yang terjadi salah satunya yaitu lahirnya generasi milenial. Generasi Millennial adalah generasi muda masa kini yang saat ini berusia dikisaran 15 – 34 tahun.
Peneliti sosial sering mengelompokkan generasi yang lahir diantara tahun 1980-an sampai 2000-an sebagai generasi millennial. Studi tentang generasi millenial di dunia, terutama di Amerika, sudah banyak dilakukan, diantaranya yang studi yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (BCG) bersama University of Berkley tahun 2011 dengan mengambil tema American Millennials: Deciphering the Enigma Generation. Sedangkan di Indonesia studi dan kajian tentang generasi millennial belum banyak dilakukan, padahal secara jumlah populasi penduduk Indonesia tahun ini yang sangat besar, sekitar 34,45%.
Mari kita melirik ke belakang sedikit, membanding generasi sebelum generasi millennial memang unik, hasil riset yang dirilis oleh Pew Researh Center misalnya secara gamblang menjelaskan keunikan generasi millennial dibanding generasi-generasi sebelumnya. Yang mencolok dari generasi millennial ini dibanding generasi sebelumnya adalah soal penggunaan teknologi dan budaya. Kehidupan generasi millennial tidak bisa dilepaskan dari teknologi terutama internet, entertainment / hiburan sudah menjadi kebutuhan pokok bagi generasi ini.
 Generasi yang secara karakter berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Generasi inilah yang akan mendominasi Indonesia 30 tahun mendatang. Meminjam istilah Anis Mata, ini yang disebut dengan bonus demografi. Inilah generasi yang akan mengendalikan negara ini. Lantas, hal ini lah yang menjadi salah satu wujud tantangan dakwah saat ini. Pertanyaan riilnya seperti ini: Bagaimana cara agar dakwah bisa berimprovisasi dengan perubahan yang ada dengan tetap menjaga kekokohan pondasi dakwah? Tentu ini menjadi pertanyaan yang serius.
Nah, dalam menjawab pertanyaan tersebut, sangat membutuhkan perhatian penting bagi para da'i. Misalnya dalam hal kaderisasi, tantangan tersebut hadir menjadi satu persoalan yang harus dijawab. Karena hal itu membawa banyak perubahan yang terjadi. Bukan dalam hal substansi, tapi dalam hal strategi. Strategi yang cocok untuk merekrut Generasi Milenial. Salah satu yang mencolok dari generasi milenial yaitu share-able dan instan. Jika mereka ingin menjadi da'i, maka mereka akan mencari cara instan. Jangankan untuk menjadi da'i, untuk belajar agama, mereka akan pilih yang instan: tanya pada syekh google. Simpel, dan tak lupa akan dishare ke berbagai akun media sosial yang dimiliki. Pada titik paling nadir, untuk belajar keislaman tak butuh halaqoh apalagi pesantren, tapi hanya butuh smartphone. Akankah kaderisasi mampu menjawab tantangan semacam ini? Tentu masih banyak perubahan-perubahan ke depan yang bahkan tak akan bisa ditebak..
Di era sebelumnya, bidang-bidang dakwah berkutat pada kaderisasi, kebijakan, media, dan jaringan. Namun di era sekarang semakin luas dari enterpreuner hingga mengenal istilah bisnis online. Dari komunitas hingga _start up_. Dari ojek hingga _gojek_. Tak perlu ditolak ataupun dihindari karena bidang inilah yang menjadi lahan dakwah baru. Akhirnya keterbukaan berpikir dan kekokohan pemahaman akan dakwah lah yang menjadi penentu mampu tidaknya berdinamika di zaman ini. Para da'i harus tahu dan memahami bahwa bangsa ini dan dunia ini sedang berubah[1].
Dalam salah satu di jelaskan bahwa sebagai umat muslim memiliki kewajiban untuk berdakwah sesuai dengan kemampuannya. Sedikit pengetahuan kita dapat sepatutnya disampaikan. “sampaikanlah walau satu ayat[2]”.
Internet sebagai media baru melahirkan beraneka ragam aplikasi dan sangat menguasai informasi serta membentuk opini publik, terutama pada generasi milenial. Sehingga di era saat ini umat islam dituntut untuk selalu berinovasi dalam berdakwah. Hal inilah yang menjadi salah satu jawaban sekaligus rintangan dalam meluruskan nilai-nilai yang menyimpang. Berdakwah di era milenial di hadapkan pada anak-anak muda yang menjadi sasarannya diperlukan penguasaan ilmu komunikasi dan teknologi. Sebab, salah satu ciri anak milenial adalah dalam hal komunikasinya .
Hal itu disampaikan intelektual muslim Haidar Bagir dalam diskusi Mengaji dan Mengkaji Islam, Medsos, dan Generasi Milenial di Gedung GP Ansor, Jakarta Pusat, Senin 25 September 2017 malam. Menurut Haidar yang pemilik penerbit Mizan, anak milenial  itu kritis sekaligus sinis. Mereka tidak tahan lama dinasehati.  “Dakwah itu pendek saja. Jangan bicara Islam semata-mata dengan konteks lokal, sebab mereka ini citizen of  the world (warga dunia).
Oleh karena itu, Haidar menjelaskan diperlukan sikap untuk mempercayai dan menghormati  generasi muda. “Rasulullah itu menghormati anak muda. Nabi percaya betul dengan generasii muda.” Berdakwah  di  era milenial harus dengan rasional. Sebab, anak muda cenderung untuk rasional. Bahkan, dalam hal tertentu orang tua perlu belajar kepada generasi milenial. Anak-anak muda ini lebih akrab dengan teknologi. Kita mengaji dan mengkaji Islam akan gagal jika tidak memahami medsos dan generasi mileniial.
Seperti kata Bung Karno, berikan kepadaku 10 pemuda maka akan kuguncangkan dunia. Pemuda Indonesia (usia 16-30 tahun sebagaimana UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan) berjumlah 61,8 juta orang atau 24,5 persen dari total penduduk Indonesia yang mencapai 252 juta orang yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik tahun 2014. Tantangan ke depan harus siap dihadapi, termasuk menyambut generasi pascamillenial, generasi Z, atau apapun namanya dalam perkembangan dari masa ke masa.




[1] Artinya: “Barangsiapa melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman”.
[2] بلغ عن ولو اية

Komentar

  1. Rasakan sensasi judi kartu dengan dibekali dengan server terbaik di Indoenesia. Anti Robot, Fair Play 100% player vs player, No Admin, Layanan 24 jam penuh non stop. Kemenangan berapapun dibayarkan langsung tanpa di tunda-tunda, cukup bermodalkan 10rb anda dapat menikmati 8 permainan dalam 1 user id. Hanya di PokerVita anda dapat merasakan kemenangan setiap hari dengan mudah.

    Fasilitas :
    * Minimal Deposit : 10.000
    * Minimal Withdraw : 25.000
    * Deposit dan Withdraw 24 jam Non stop ( Kecuali Bank offline / gangguan )
    * Bonus REFFERAL 15% Seumur hidup tanpa syarat
    * Bonus TurnOver Mingguan 0.5%
    * Proses Deposit & Withdraw PALING CEPAT
    * Sistem keamanan Terbaru & Terjamin
    * Poker Online Terpercaya
    * Live chat yang Responsive
    * Support transaksi bank LOKAL

    Contact us :
    WA: 0812.2222.996
    BBM : PKRVITA1 (HURUF BESAR)
    Wechat: pokervitaofficial
    Line: vitapoker

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjaga Keturunan Sebagai Upaya Perlindungan (Hifdzu Nasl)

Oleh: Immawan Muhammad Asro Al Aziz Keturunan ( nasl ) merupakan serangkaian karakteristik seseorang yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki seseorang dari orang tua melalui gen-gen. Keturunan juga merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan individu. Perhatian Islam terhadap keturunan dapat dilihat dari sejarahnya yang membuktikan bahwa merupakan hal yang sangat penting dalam, sehingga terdapat beberapa ayat al-Qur’an yang secara spesifik berbicara tentang penjagaan keturunan. Misalnya pada QS. al-Ahzab: 4-5 yang memberi tuntunan tentang proses pemberian nasab terhadap anak kandung dan anak angkat. Karena, perhatian terhadap keturunan juga berimplikasi terhadap hak pemberian nafkah, pewarisan harta, pengharaman nikah, dan lain-lain. Islam memberikan perhatian yang besar terhadap keturunan untuk mengukuhkan aturan dalam keluarga yang bertujuan untuk mengayominya melalui perbaikan serta menjamin kehidupannya

Implementasi Strategi Inovasi Produk Perspektif Al-Qur'an

A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk individual juga sebagai makhluk ekonomi. Banyak kebutuhan yang di perlukan oleh setiap manusia menjadikan ekonomi sebagai suatu ilmu untuk memenuhi keberlangsungan hidup seseorang. Hal bisa itu terjadi karena perubahan lingkungan yang fundamental merupakan daya dorong (driving forces) perubahan perekonomian dan bisnis. Perubahan dalam semua aspek kehidupan harus direspons sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kemanfaatan bisnis. Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan perusahaan beroperasi di tingkat lokal, regional dan global, tanpa harus membangun system bisnis di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Proses informasi dan komunikasi memperluas kemungkinan operasi jaringan perusahaan.  Disebutkan bahwa Koperasi di Jawa Tengah mengalami perkembangan jumlah koperasi aktif 22.674 (81,37%), tetapi tidak disertai dengan berkurangnya jumlah koperasi tidak aktif di Jawa Tengah dengan jumlah 5.19

Strategi Dakwah Ala Rasulullah

Oleh: Immawati Afifatur Rasyidah Islam merupakan agama perdamaian yang dianugrahkan oleh Allah swt dan perlu dijaga eksistensinya. Sebagai kader umat dan pewaris tampuk pimpinan umat kelak, sejatinya dewasa ini para generasi muda dilatih agar dapat menghadapi tantangan dan menjaga agama Islam ini. Berbagai kontroversi terjadi, agama dimonsterisasi, ulama didiskriminalisasi, umat dicurigai, dakwah dianggap provokasi, bahkan kebaikan pun dianggap radikalisasi. Salah satu   maqashidu syariah dalam agama Islam ialah hifdzu al-din (menjaga agama). Penjagaan terhadap agama dapat diimplementasikan dengan berbagai hal, salah satunya adalah dengan dakwah. Penyebaran dakwah tentu tak terlepas dengan metode atau manhaj atau thariqah. At-Thariqat Ahammu Min Al-Maddah, metode itu jauh lebih penting daripada materi. Ia merupakan sebuah seni (estetika) dalam proses penyampaian dakwah. Secara leksikal, metode ialah the way of doing. Sebaik-baik kualitas materi yang disampaikan dalam pembelajaran