Yogyakarta-Fenomena LGBT di Indonesia
belakangan ini menuai tanggapan yang beragam. Penduduk Indonesia yang mayoritas
merupakan penganut agama bereaksi sangat keras terhadap perilaku pernikahan
sejenis. Tak sedikit yang menilai dengan kacamata teks-teks keislaman klasik,
sesuai dengan kodifikasi para ulama abad pertengahan. Terlebih ketika melihat
pada sejarah kaum nabi Luth, yang digolongkan sebagai perbuatan keji (fahisya).
Di masa khulafaur rasyidin juga terdapat riwayat bahwa pelaku
homoseksual dihukumi dengan dibakar. Fakta ini menjadi complicated ketika
dihubungkan dengan HAM.
Merebaknya LBGT di Indonesia belakangan ini
menjadi salah satu dari sepuluh isu yang memicu “adrenalin ideologi” umat
Islam, sebagaimana dirumuskan oleh Bilal Philip. Kesepuluh aspek yang dimaksud
meliputi; maariage and divorce, women’s right, birth control, criminal
justice, diatery laws, the art, islam and the modern science, economics islam
and terorism, sects. Khusus perilaku LGBT, sebenarnya merupakan fenomena
lama yang sudah ada semenjak masa nabi Luth. Al-Quran menyebutnya sebagai
perilaku fahisya (perbuatan keji). Hal ini dikemukakan oleh Aris Fauzan
dalam FGD di gedung Pascasarja UMY, pada Jumat siang (26/02/2016).
“Berdasarkan pada ayat-ayat yang ada,
sebagaimana didokumentasikan oleh Thoshihiko Izutsu, terdapat sepuluh ayat yang
menyebut dan memberi penilaian kepada umat nabi Luth. Semua kata-katanya
berkonotasi negatif, seperti; jahilun, fahisya, mufsid, fasid, zhalim,
mujrim, dan ghabirun. Kata Fahisya memiliki arti melampaui batas,
buruk, jelek, keji, zina, cabul, jorok, dan beragam derivasi kata lainnya.”
Menurutnya, perbuatan homoseksual sangat tidak
ditolerir dalam Islam. “Dalam konsteks pernikahan, Islam hanya melegalkan
pernikahan lawan jenis (laki-laki dan perempuan), dengan beragam landasan
normatif dari al-quran dan hadis. Tujuan utama dari pernikahan adalah untuk melahirkan
keturunan, sebagaimana diungkapkan oleh Imam al-Ghazali.”
Meskipun LGBT perbuatan fahisya, dirinya
juga meminta semua pihak untuk menahan diri dan tidak bertindak ceroboh dengan
menuduh, mencurigai, dan memata-matai pelaku. Perbuatan menuduh tanpa bukti
bisa dijatuhi sangsi berat sebagaimana hukuman menuduh seseorang berzina tanpa
bukti yang kuat (qazaf). Selain itu, ketika perilaku LBGT dideteksi dan
diawasi berlebihan, justru gerakan LBGT akan lebih massif untuk melawan dan
berkembang. Dikatakannya, meskipun belum ada solusi yang jelas terkait dengan
LGBT, dirinya menawarkan supaya para pelaku homoseksual disadarkan dengan
membangun milieu yang positif. (MRB)
Komentar
Posting Komentar