Yogyakarta- Korupsi sebagai perbuatan keji
dan merugikan orang banyak merupakan penyakit kronis yang menggerogoti bangsa
ini. Berbagai kerugian dan dampak yang ditimbulkan oleh korupsi bisa dirasakan
oleh semua kalangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hak-hak yang
seharusnya diterima oleh rakyat kecil dirampas oleh beberapa orang atau
kelompok tertentu. Parahnya, perilaku korupsi semakin mendapatkan legitimasi
oleh akibat adanya upaya dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk melemahkan
lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara sistemik. Oleh karena itu,
sudah seharusnya pelemahan KPK yang dilakukan secara massif dan rapi itu
dilawan dengan upaya yang massif dan kolegtif.
“Sudah 18 kali DPR dan Pemerintah mencoba
langkah sistemik untuk melakukan revisi Undang-Undang KPK,” ujar Busyro
Muqoddas, mantan Ketua KPK di gedung PP Muhammadiyah Chiek Ditiro Yogyakarta
pada Minggu (14/02/2016). Pak Busyro kemudian menjelaskan rentetan kasus per
kasus dan berbagai upaya yang dilakukan oleh banyak oknum untuk melemahkan KPK,
terutama apa yang dialami oleh beliau ketika masih menjabat. Sejak era SBY
sampai sekarang, tercatat para DPR dan Pemerintah secara bersama dan sistemik
mencoba melemahkan dan membatasi gerak KPK dengan upaya revisi UU KPK.
Padahal UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK sudah
sedemikian cukup dan sempurna untuk diterapkan sebagai regulasi. Bahkan UU KPK
yang sudah ada dibutuhkan penyetaraan lagi demi memperluas jangkauan dan
wilayah penanganan kasus-kasus korupsi. Menurut anggota LHKP PP Muhammadiyah
Iwan Setiawan, Revisi UU KPK tidak urgen sama sekali. Yang urgen justru
menyempurnakan UU sehingga KPK bisa menangani kasus yang dilakukan oleh swasta
dan juga pihak asing. Atau KPK bisa menagkap para tersangka korupsi yang berada
di luar negeri. Dirinya juga menegaskan bahwa Muhammadiyah harus konsisten
dalam jihad konstitusi dan jihad meawan korupsi.
Di bagian lain, Pak Busyro yang juga Ketua PP
Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM itu menyatakan bahwa setiap ada upaya
pelemahan KPK melalui revisi UU KPK, maka secara tidak sadar berarti pihak
terkait sedang melemahkan institusi negara. Dikatakannya, “Negara hukum
setidaknya memiliki dua pilar utama, yaitu demokrasi dan Hak Asasi Manusia.”
Jika kedua pilar ini belum bisa tegak, maka pemberlakukan hukum di negara
tersebut juga tidak akan berjalan lancar. “Yang terjadi justru pelacuran
prinsip negara hukum,” pungkasnya. (MRB)
Komentar
Posting Komentar