Langsung ke konten utama

Tuhan Selalu Menyayangi Kita

Oleh : Muhammad Ridha Basri*

Mengapa Tuhan menimpakan begitu banyak bencana kepada kami? Apakah Tuhan sudah tidak lagi merahmati kami? Apakah Tuhan sudah marah kepada kami? Ah. Beragam pertanyaan mungkin akan terbersit begitu saja di benak sebagian orang yang tertimpa musibah. Tapi pertanyaan di saat panik itu tidak akan bertahan lama. Akal yang sehat akan segera menyadari jawaban dari semua pertanyaan tersebut. Saudaraku, Tuhan justru sayang kepada kita dengan menimpakan sedikit bencana.

Diceritakan ada beberapa pekerja terlibat dalam sebuah proyek pengerjaan bangunan gedung pencakar langit. Suatu siang, mereka bekerja seperti biasanya. Sebagian ada yang bertugas di lantai dasar, mengaduk semen dan menyiapkan material bangunan. Sebagian lainnya bertugas di lantai atas, mengecor dan meninggikan dinding bangunan. Tiba-tiba salah seorang pekerja di lantai atas membutuhkan bantuan, berkali-kali ia berteriak memanggil temannya di bawah. Namun di tengah suara bising dari mesin pengaduk semen, ditambah suara deruan angin, membuat suaranya tak terdengar sama sekali oleh pekerja di bawah.
Beberapa saat, ia menemukan ide. Ia ambilkan dompetnya, dikeluarkan beberapa logam koin. Sambil berteriak ia kemudian menjatuhkan koin tersebut ke arah pekerja di bawah. Tapi, si pekerja di bawah malah hanya mengambil koinnya dan melanjutkan pekerjaannya. Setelah berkali-kali usahanya melempar koin gagal, ia melemparkan dompet beserta semua isinya. Namun si pekerja di bawah hanya memungut dompet tanpa melihat ke atas. Usahanya yang terakhir, ia mengambil sebuah batu kecil dan melemparkannya ke arah temannya di bawah. Dan ternyata berhasil, si pekerja di bawah langsung mendongak ke atas, mencari asal-muasal pelempar batu kecil ke arahnya.
Nah, begitulah hidup. Betapa sering ketika Allah terus menerus “memanjakan” manusia dengan nikmat, manusia hanya bisa memungut dan memungut semua anugerah tersebut. Disaat yang bersamaan, ia lupa untuk menengadah dan memenuhi panggilan sang pemberi nikmat. Ia terus mempergunakan nikmat tersebut secara gratis, lalu kembali sibuk dengan semua aktivitasnya. Semua nikmat yang terus menerus ia terima tidak mampu mengingatkannya untuk lebih dekat kepada Allah. Karenanya terkadang Allah menjatuhkan butiran-butiran kecil untuk mengingatkan manusia. Lumrahnya manusia, ketika Allah “menjatuhkan” batu-batu kecil berupa cobaan, barulah seseorang sadar dan menengadah kepada yang di atas. Batu kecil ujian merupakan salah satu cara Allah memanggil kita supaya ingat kepada-Nya. Allah menginginkan kita untuk bersabar. Allah menghendaki kita lebih dekat dengan-Nya. Saudaraku, Bukankah Tuhan sudah berjanji bahwa Dia hanya memberikan ujian sebatas kemampuan manusia?
Dalam kitaran sejarah, ketika Tuhan menimpakan bencana atau cobaan kepada suatu kaum tidak selalu bermakna Tuhan marah, bahkan justru itulah pengejewantahan dari kasih sayang Tuhan kepada mereka. Ungkapan “Selalu ada hikmah dalam setiap bencana” benar adanya. Semua bencana dari yang terkecil sampai yang terbesar selalu menyisakan pelajaran. Bencana gempa bumi dan tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 yang diklaim sebagai bencana terparah di abad ini, juga membawa banyak hikmah. Padahal merujuk pada data BNPB, 173.741 jiwa meninggal dan 116.368 orang dinyatakan hilang ketika itu. Tsunami Aceh juga mengakibatkan ribuan rumah dan bangunan rusak, dan menyebabkan hampir setengah juta orang jadi pengungsi. Tanah yang tadinya hijau subur, perumahan yang tadinya tertata dengan baik, hancur musnah hanya dalam hitungan menit. Yang tersisa hanyalah sampah serta tubuh-tubuh tidak bernyawa. Saat itu memang Aceh menangis, namun Aceh hari ini telah jauh lebih maju. Konflik bersudara antara pemerintah dan GAM selama puluhan tahun berakhir. Aceh bisa dibangun kembali menjadi jauh lebih baik. Anak-anak Aceh banyak yang mendapat beasiswa gratis untuk belajar di banyak negara donor. Bangunan-bangunan di Aceh berubah menjadi lebih baru, lebih kokoh, dan bercorak modern. Penataan ulang kota menjadi sangat rapi dan elegan. Ah. Terlalu banyak. Saudaraku, Bukankah semua hikmah itu mungkin hanya tercapai dengan melewati skenario bencana dari Tuhan?
Ketika kita mengeluhkan betapa beratnya cobaan yang Tuhan timpakan kepada kita hari ini. Maka sebenarnya umat-umat sebelum kita telah terlebih dahulu merasakan pahitnya diuji. Sejak manusia ada, sejak itulah ujian dimulai. Nabi Adam diuji. Nyatanya, orang-orang yang Tuhan cintai adalah mereka yang memperoleh ujian jauh lebih banyak dan lebih berat. Lihatlah para ulama, para auliya, dan para Nabi. Kita tidak meragukan betapa teguhnya hati dan iman mereka, namun mereka malah diuji lebih berat. Saudaraku, Bukankah ketika ujian itulah kita bisa melatih kesabaran dan meningkatkan kualitas iman kita kepada Tuhan?
Cobaan merupakan sebuah keniscayaan bagi manusia. Mau tidak mau, senang atau tidak rela, ujian tersebut akan selalu ada. Dalam Quran surat al-Baqarah ayat 155, Allah berfirman, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” Dalam ayat 214 surat al-Baqarah, Allah tegaskan,“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”
Jika ujian atau cobaan merupakan sebuah keniscayaan yang diluar batas kemampuan manusia, maka manusia hanya bisa menerimanya. Cara menghadapi ujian inilah yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainnya. Mereka yang menghadapi dengan sabar dan berbaik sangka kepada Allah akan mendapat keuntungan di dunia dan akhirat. Sebaliknya mereka yang menghadapi dengan marah-marah dan berburuk sangka kepada Allah akan tidak akan memperoleh kebaikan apapun dari sikap marahnya itu. Saudaraku, Bukankah bersabar merupakan pilihan yang lebih mudah dilakukan dan lebih baik dilihat dari sisi manapun?
Bersabar dalam cobaan akan mendatangkan keridhaan, bantuan, dan pertolongan dari Allah. Bersabar akan mendatangkan pahala dan balasan kebaikan.Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah seorang mukmin ditimpa suatu ujian, bahkan jika ia tertusuk duri, ataupun lebih daripada itu, melainkan dengan musibah tersebut Allah akan menggugurkan dosa-dosanya." (Hadis riwayat Bukhari dan Muslirn).Saudaraku, Bukankah ini yang kita butuhkan, menghadap Allah dengan tidak membawa beban dosa?
Jadi, tugas kita sebagai manusia adalah memberikan respon positif, berbaik sangka kepada Allah, dan bangkit menghadapi keadaan di setiap kita diuji.
*Penulis adalah aktivis IMM Ushuludin, Kabid Riset dan Media periode 2014. Termasuk salah satu korban selamat dalam bencana gempa bumi Aceh pada tahun 2004 silam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjaga Keturunan Sebagai Upaya Perlindungan (Hifdzu Nasl)

Oleh: Immawan Muhammad Asro Al Aziz Keturunan ( nasl ) merupakan serangkaian karakteristik seseorang yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki seseorang dari orang tua melalui gen-gen. Keturunan juga merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan individu. Perhatian Islam terhadap keturunan dapat dilihat dari sejarahnya yang membuktikan bahwa merupakan hal yang sangat penting dalam, sehingga terdapat beberapa ayat al-Qur’an yang secara spesifik berbicara tentang penjagaan keturunan. Misalnya pada QS. al-Ahzab: 4-5 yang memberi tuntunan tentang proses pemberian nasab terhadap anak kandung dan anak angkat. Karena, perhatian terhadap keturunan juga berimplikasi terhadap hak pemberian nafkah, pewarisan harta, pengharaman nikah, dan lain-lain. Islam memberikan perhatian yang besar terhadap keturunan untuk mengukuhkan aturan dalam keluarga yang bertujuan untuk mengayominya melalui perbaikan serta menjamin kehidupannya

Implementasi Strategi Inovasi Produk Perspektif Al-Qur'an

A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk individual juga sebagai makhluk ekonomi. Banyak kebutuhan yang di perlukan oleh setiap manusia menjadikan ekonomi sebagai suatu ilmu untuk memenuhi keberlangsungan hidup seseorang. Hal bisa itu terjadi karena perubahan lingkungan yang fundamental merupakan daya dorong (driving forces) perubahan perekonomian dan bisnis. Perubahan dalam semua aspek kehidupan harus direspons sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kemanfaatan bisnis. Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan perusahaan beroperasi di tingkat lokal, regional dan global, tanpa harus membangun system bisnis di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Proses informasi dan komunikasi memperluas kemungkinan operasi jaringan perusahaan.  Disebutkan bahwa Koperasi di Jawa Tengah mengalami perkembangan jumlah koperasi aktif 22.674 (81,37%), tetapi tidak disertai dengan berkurangnya jumlah koperasi tidak aktif di Jawa Tengah dengan jumlah 5.19

Strategi Dakwah Ala Rasulullah

Oleh: Immawati Afifatur Rasyidah Islam merupakan agama perdamaian yang dianugrahkan oleh Allah swt dan perlu dijaga eksistensinya. Sebagai kader umat dan pewaris tampuk pimpinan umat kelak, sejatinya dewasa ini para generasi muda dilatih agar dapat menghadapi tantangan dan menjaga agama Islam ini. Berbagai kontroversi terjadi, agama dimonsterisasi, ulama didiskriminalisasi, umat dicurigai, dakwah dianggap provokasi, bahkan kebaikan pun dianggap radikalisasi. Salah satu   maqashidu syariah dalam agama Islam ialah hifdzu al-din (menjaga agama). Penjagaan terhadap agama dapat diimplementasikan dengan berbagai hal, salah satunya adalah dengan dakwah. Penyebaran dakwah tentu tak terlepas dengan metode atau manhaj atau thariqah. At-Thariqat Ahammu Min Al-Maddah, metode itu jauh lebih penting daripada materi. Ia merupakan sebuah seni (estetika) dalam proses penyampaian dakwah. Secara leksikal, metode ialah the way of doing. Sebaik-baik kualitas materi yang disampaikan dalam pembelajaran