Oleh: Immawan Dimas Arif Iqbal
Abtrak
Pemahaman
adalah suatu wujud keberadaan kita. Dengan melakukan proses pemahaman kita
mendayagunakan akal yang diberikan Tuhan kepada kita. Proses pemahaman juga
yang membedakan kita dengan makhluk lain. Adapun proses pemahaman disebut
sebagai hermeneutika filosofis oleh Hans-Georg Gadamer. Hermeneutika tidak
lepas dari kehidupan kita sehari-hari, namun tanpa kita sadari. Menurut Gadamer
dari proses pra-pemahaman sampai proses pemahaman bahkan aplikasi merupakan
bagian dari memahami itu sendiri sebab kita bukan bagian dari pemahaman
melainkan kita sendiri adalah pemahaman.
Kata Kunci:
Gadamer, pra-struktur, aplikasi, dialektika.
Biografi
Hans-Georg Gadamer
Sekitar
awal abad ke-20, lahir seorang tokoh hermeneutika berkebangsaan Jerman ia
adalah Hans-Georg Gadamer atau sering disapa sebagai Gadamer. Lahir di Marburg, Jerman
pada tanggal 11 Februari tahun 1900. Ayahnya bernama Dr. Johannes Gadamer, ia
adalah seorang profesor kimia di Universitas Breslau, Jerman. Ibunya seorang Protestan
yang taat terhadap agama, akan tetapi ibunya meninggal ketika Gadamer berumur
empat tahun. Ia dianugerahi umur yang cukup panjang sekitar 102 tahun, dan
meninggal di Heidelberg, Jerman pada tanggal 13 Maret 2002.
Gadamer tumbuh dan dibesarkan
di lingkungan agama protestan, namun agama tidak memiliki peran penting dalam
keluarganya. Bagi ayahnya,
ilmu-ilmu alam lebih berharga ketimbang ilmu-ilmu humaniora, bahkan ia memberi
nama lain kepada ilmu-ilmu humaniora dengan julukan ilmu gosip. Akan tetapi
ketertarikan Gadamer sejak kecil condong kepada ilmu-ilmu humaniora terutama
sastra. Pada tahun 1918 ia masuk studi kesusastraan, sejarah seni, psikologi
dan filsafat di Universitas Breslau, kini Wroclaw di Polandia. Namun tak lama
kemudian ayaknya pindah ke
Jerman, disini ia melanjutkan studinya di Universitas Marburg. Dan pada tahun
1922 ia menyelesaikan studinya dengan tema Das
Wesen der Lust in den Platonischen Dialogen (Hakikat Nafsu dalam
dialog-gialog Plato).
Pada proses menempuh
studinya di Jerman, ia sering ikut mendengarkan kuliah Heidegger tentang
hermeneutika faktisitas. Disini ia mulai tertarik dengan pemikiran Heidegger,
diceritakan setiap Heidegger mengisi suatu perkuliahan disitu pula Gadamer
selalu hadir. Ia sangat mengagumi Heidegger, menjadikan setengah dari
karya-karyanya dipengaruhi oleh pemikiran Heidegger. Di akhir perang Nazi yang
pada waktu itu di pimpin oleh Hitler ia
menjabat sebagai rektor di Universitas Leipzig, akan tetapi pada tahun 1947 ia
mengundurkan diri. Tak lama kemudian pada tahun 1949 Gadamer pindah ke
Universitas Heidelberg menggantikan Karl Jaspers, dan bekerja disitu sampai ia
meninggal.
Karya-karya
Hans-Georg Gadamer
Banyak sekali
karya-karya beliau yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti
kedalam bahasa Inggris, Prancis bahkan Indonesia. Salah satu karya yang paling
fenomenal adalah Wahrheit und Methode (Truth and Method), atau dalam bahasa
Indonesianya lebih dikenal dengan Kebenaran dan Metode. Dalam karyanya ini, ia
berusaha menjelaskan bahwa pemahaman (understanding)
adalah bentuk asal dari perwujudan keberadaan kita (manusia). Ia berusaha
membebaskan hermeneutika terdahulu yang menjadikan hermeneutika sebagai seni
atau metode, menurutnya hermeneutika tidak hanya seperti itu. Hermeneutika
adalah kemampuan universal manusia untuk memahami.
Karya-karya Hans-Georg
Gadamer yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai berikut:
1.
Truth and Method;
2.
Reason in the Age of
Science;
3.
Heidegger Way’s;
4.
Hegel’s Dialectic Five
Hermeneutical Studies;
5.
Dialogue and Dialectic;
6.
The Beginning of
Knowledge;
7.
Philosophical
Hermeneutics;
8.
Hermeneutics between
History and Philosophy;
9.
Dialogue and Dialectis:
Eight Hermeneutical Studies on Plato;
10.
Hemeneutics, Religion
and Ethics;
11.
Literature and
Philosophy in Dialogue;
12.
The Idea of The Good in
Platonic – Aristotelian Philosophy.
Hidupnya yang cukup
lama sekitar 102 tahun ini, ia mengalami berbagai kejadian seperti tragedi
serangan 11 September 2001 dan juga perang Nazi oleh Hitler. Berbeda dengan
gurunya Heidegger yang ikut terlibat dalam politik Nazi, Gadamer lebih memilih
untuk tidak ikut campur dalam hal tersebut. Semasa hidupnya, ia juga sering
berdialog dengan tokoh-tokoh filsafat pada waktu itu seperti Jurgen Habermas
(1929-2014), Paul Ricouer (1913-2005), Jacques Derrida (1930-2004), Mourice
Merleau Ponty (1908-1961), Hanna Arend (1906-1975), Michael Faulcault
(1926-1984).
Pemikiran
Hermeneutika Filosofis Hans-Georg Gadamer
Berbicara pemikiran
Gadamer tidak terlepas oleh pengaruh gurunya, Heidegger. Ia sebagian
pemikirannya adalah lanjutan dari pemikiran Heidegger akan tetapi tidak sedikit
juga karya dia yang berasal dari pemikirannya sendiri. Secara umum seseorang
dalam memahami sesuatu menghasilkan pemahaman yang bersifat kognitif, namun
bagi Gadamer itu adalah sesuatu yang salah. Ia berpendapat bahwa proses
pemahaman adalah wujud dari keberaaan manusia (ontologis). Manusia bisa disebut
sebagai manusia jika melakukan kegiatan memahami, sehingga bukan manusia
memiliki pemahaman akan tetapi kita sendiri adalah pemahaman.
Ketika orang memahami
bukan dari tidak tahu menjadi tahu, akan tetapi dari pemahaman yang lama menuju
pemahaman yang baru, ini dikenal dengan istilah pra-pemahaman. Menurut
Heidegger, pemahaman itu terdiri dari faktisitas (keterlemparan) dan
pra-struktur. Gadamer setuju dengan pemikiran Heidegger tersebut, namun
menurutnya ada satu hal lain yang tidak dapat dilupakan yaitu dimensi sosial
pemahaman (dialektika sosial). Bagi Gadamer pra-pemahaman kita tidak hanya
memahami sendirian melainkan ada dialektika disekitar kita seperti budaya. Ia
berusaha membebaskan hermeneutika dari tokoh-tokoh sebelumnya, sehingga
hermeneutika tidak lagi sebagai seni atau metode melainkan sebagai kemampuan
universal manusia untuk memahami. Karena itu hermeneutika Gadamer bisa disebut
“hermeneutik filosofis” (philosophische
hermeneutik).
Bagi Scheleiermacher,
hermeneutika merupakan upaya untuk mengatasi kesalahpahaman. Ia berusaha
membaca teks seobyektif mungkin dengan cara penafsir memasuki horizon
pengarang. Namun bagi Gadamer itu mustahil, sebab yang membunyikan teks adalah
kita, sehingga tidak mungkin orang memahami sesuatu dengan pemahaman kosong.
Maka yang dicari adalah bukan sekalahpahaman melainkan kesepemahaman yang nanti
melahirkan produksi makna baru.
Selain kritik terhadap
Scheleiermacher ia juga melihat adanya ketidaksempurnaan pada hermeneutika
Dilthey. Sejarah bagi Dilthey dapat dijelaskan secara obyektif tanpa
kepentingan sehingga muncul dengan sendirinya sejarah yang bersifat obyektif
universal. Yang disebut pengetahuan obyektif adalah pengetahuan yang bebas dari
prasangka. Menurut Gadamer, tidak mungkin ada pengetahuan tanpa prasangka,
sebab kesadaran kita tidak berada di luar sejarah melainkan bergerak di dalam
sejarah. dengan ungkapan lain, pemahaman kita berada dalam fusi yang
menghasilkan pemahaman baru.
Pra-stuktur terdiri
dari Vorhabe, Vorsicht dan Vorgriff,
dipakai oleh Gadamer untuk merehabilitasi konsep prasangka. Pertama Vorhabe adalah kesan awal yang
dipahami. Kedua Vorsicht adalah visi
yang ingin dicapai. Dan yang terakhir Vorgriff
adalah kerangka teori atau perspektif. Istilah pra-struktur itu bersifat wajar
dan justru merupakan kondisi yang memungkinkan pemahaman. Prasangka juga ada
yang legitim dan yang tidak legitim, bagaimana membedakan kedua hal ini? Untuk
menjawab ini Gadamer memberikan
parameter yaitu tradisi dan otoritas.
Sejarah pengaruh
(Wirkungsgedchichte), digunakan untuk
bisa memahami lebih tepat dialektis sosial. Keadaanya menjadi semakin rumit
karena kesadaran Wirkungsgedchichte
menjadi berlapis-lapis. Grodin membantu kita untuk membedakan menjadi empat
lapis kesadaran Wirkungsgedchichte diantaranya;
kesadaran peneliti akan ketersituasian, kesadaran akan bekerjanya atau
berpengaruhnya sejarah dan tradisi di dalam setiap pemahaman, kesadaran seorang
yang mengambil bagian dalam kesadaran suatu zaman, dan yang terakhir refleksi
diri.
Proses pemahaman yang
terjadi disini melalui dialektika peleburan antar horizon (Horizontverschmelaung). Misalnya ketika saya membaca Alquran itu
berarti pemahaman saya dibatasi oleh Alquran dan kandungan Alquran yang luas
itu terbatasi oleh saya maka hasil pemahaman terhadap Alquran itu nilainya
tidak sama persis dengan Alqurannya dan juga tidak sama persis dengan saya, dia
sudah berupa fusi. Alquran dibaca Imam Syafi’i lahirlah madzah Syafi’i dan itu
adalah fusi. Yang dimaksud adalah bahwa interpretasi bukanlah rekontruksi
ataupun representasi makna dari masa silam, melainkan hasil dari peleburan
horizon-horizon menjadi suatu yang baru.
Aplikasi secara umum
adalah bagian dari wujud kongkrit dari pemahaman, sehingga ada dualitas antara
pemahaman dan aplikasi. Menurut Gadamer, aplikasi adalah bagian dari pemahaman
atau upaya memahami. Ketika kita sedang mengaplikasikan suatu pemahaman di situ
pula lah ada suatu proses pemahaman baru, sehingga terkadang aplikasi dan
pemahaman itu berbeda. Sehingga aplikasi bukan hanya sekedar metode namun
pengalaman dialog antar horizon yang melahirkan horizon baru atau dikenal
dengan ‘pengalaman hermenetik’. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengalaman
kita sehari-hari tidak terlepas dari hermenetika.
Hasil pengalaman
hermenetik menghasilkan empat hal diantaranya; Bildung, Sensus Komunis (Common Sense), Pertimbangan, dan Selera.
Bildung dihubungkan erat dengan kebudayaan terutama menunjukkan cara manusia
yang benar dalam mengembangkan salah satu bakat dan kemampuannya. Sensus
komunis adalah tidak memiliki arti yang sesuai dalam bahasa Indonesia, menurut
Vico ini bercorak apologetik. Ia secara langsung mengakui konsep pengetahuannya
yang baru tentang kebenaran dalam fakta tersebut bahwa ia mempertahankan
kebaikan dari yang mungkin.[1]
Selanjtunya adalah pertimbangan, adalah kemampuan melahirkan
pertimbangan-pertimbangan atau alternatif-alternatif. Dan yang terakhir, selera
adalah sesuatu seperti sebuah perasaan sangat erat kaitannya dengan mode (fasion).
DAFTAR
PUSTAKA
Darmaji, Agus. Dasar-dasar
Ontologis Pemahaman Hermeneutik Hans-Goerg Gadamer. Refleksi, Vol.13, No.4, April 2013.
Gadamer,
Hans-Georg. Kebenaran dan Metode (terj). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Hanif, Muh. Hermeneutika
Hans-Georg Gadamer dan Signifikasinya terhadap Penafsiran Al-Qur’an. Maghza, Vol.2, No.1, Januari-Juni 2017
Hardiman,
Budi. Seni Memahami. Yogyakarta:
PT. Kanisius, 2015.
Hasanah, Hasyim. Hermeneutik
Ontologis-Dialektis Hans-Georg Gadamer.
Jurnal At-Taqaddum, Vol.9, No.1, Juli 2017.
Kushidayati,
Lina. Hermeneutika Gadamer.
YUDISIA, Vol.5, No.1, Juni 2014.
Puspoprojo,
W. Hermeneutika. Bandung: CV Pustaka Setia, 2014.
Sunarto. Kesadaran
Estetis Menurut Hans-Georg Gadamer (1990-2002). HARMONIA, Vol.11, No.2, Desember 2011.
[1] Hans-Georg Gadamer, kebenaran dan metode, Terj. Ahmad
Sahidan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.24
Komentar
Posting Komentar