Oleh: Hendriyan Rayhan
Ruang demokrasi telah mengilhami keleluasaan berbagai ekspresi kehidupan serta pola pikir masyarakat Indonesia. Dalam kaitannya dengan gerakan keagamaan (Islam), hal ini juga berdampak semakin suburnya berbagai corak pemikiran keagamaan serta gerakannya. Hal inilah yang kemudian melahirkan pola keagamaan yang serba ekstrem, baik ekstrim kanan yang serba kaku maupun ekstrim kiri yang serba leluasa. Muhammadiyah tentu bukan termasuk yang kiri dan bukan yang kanan, juga tidak berarti yang bukan-bukan.
Dalam perjalanan Muhammadiyah, memang ditemui kalangan yang salah paham terhadap gerakan ini. Jargon kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah (al-ruju’ ila al-Qur’an wa al-Sunnah) terkadang melahirkan interpretasi bahwa Muhammadiyah termasuk dalam gerakan ekstrim kanan. Sebaliknya ide pembaruan serta modernisasi juga sering dianggap bahwa Muhammadiyah berpaham ekstrim kiri. Selain itu ada pula yang merasa aneh terhadap ide purifikasi dan dinamisasi yang diusung Muhammadiyah. Keanehan tersebut mungkin didasari anggapan bahwa purifikasi selalu berorientasi pada pengembalian pemahaman ke masa lalu, sementara dinamisasi ialah penyesuaian dengan masa kini dan yang akan datang, sehingga dianggap tidak mungkin diintegrasikan. Sekilas memang nampak bertentangan, tetapi sebenarnya integrasi keduanya sangatlah mungkin dilakukan.
Dr. Haedar Nashir dalam bukunya Memahami Ideologi Muhammadiyah (2016) membahas tiga golongan besar dalam gerakan Islam yang bersifat mutakhir, yaitu Neorevivalisme, Neomedernisme dan Neotradisinalisme Islam. Neorevivalisme Islam termasuk bentuk baru dari revivalismedengan corak keagamaan yang lebih keras, bahkan radikal. Revivalisme Islam merupakan gerakan Islam yang ingin kembali kepada Islam yang dianggap asli atau murni. Gerakan ini cenderung memiliki sifat keras, kaku dan eksklusif. Dalam ranah politik, gerakan ini terwujud dalam bentuk yang sering disebut gerakan politik kaum Islamis.
Neomodernisme Islam memiliki orientasi yang berbeda dengan modernisme Islam. Neomodernisme menekankan kaum Muslim untuk mengkaji dunia barat beserta gagasan-gagasannya secara objektif, termasuk terhadap gagasan-gagasan dan ajaran-ajaran dalam sejarah keagamaan Islam sendiri agar mampu menghadapi dan melangsungkan kehidupan di dunia modern. Gerakan ini lebih fokus kepada isu-isu demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme agama, feminisme dan masalah-masalah aktual lainnya. Neomodernisme yang sangat progresif, mengembangkan sekularisasi dan dekonstruksi sering disebut dengan gerakan Islam liberal.
Sementara Neotradisionalisme Islam disebut Dr. Haedar Nashir sebagai bentuk baru dalam pemikiran dan gerakan keagamaan dari tradisionalisme. Gerakan ini merupakan reaksi terhadap modernisme yang dianggap mengikis nilai spiritualitas dan tradisi yang menjadi rujukan keagamaan tradisionalis. Karena pemikirannya “lompat tradisi” dan progresif, sebagian menilai generasi baru kaum tradisional ini cenderung liberal dan sekuler. Ada juga yang menganggap kelompok ini sangat kritis terhaddap Islam, tetapi tidak kritis terhadap tradisi pendahulu mereka.
Muhammadiyah disebut Dr. Haedar Nashir sebagai gerakan ideologi Reformis-Modernis berada di antara tiga orientasi pemikiran tersebut, yang dituntut pikiran-pikiran alternatifnya sehingga tetap bertahan dan berkembang dengan karakter dirinya sebagai gerakan Islam yang berkemajuan. Maka purifikasi (pemurnian) yang dilakukan Muhammadiyah berbeda dengan Neorevivalisme saat ini. Begitu juga dinamisasi (pengembangan) yang dilakukan Muhammadiyah berbeda dengan neomodernisme di era kontemporer ini. Usaha tajdid (pembaharuan) dalam Muhammadiyah mengintegrasikan purifikasi dan dinamisasi tersebut untuk mewujudkan umat Islam yang berkemajuan.
Tajdid adalah Kata yang diambil dari bahasa Arab yang berkata dasar "Jaddada-Yujaddidu-Tajdiidan" yang artinya memperbarui. Term ini memang sering digunakan oleh gerakan yang melakukan pemberantasaan takhayul, bid’ah dan khurafat. Kecenderungan ke arah inilah yang lebih dikenal oleh masyarakat umum—mungkin termasuk sebagian kader Muhammadiyah—tentang Muhammadiyah, sehingga menganggap Muhammadiyah bersifat eksklusif, kaku, bahkan anti budaya.
Website resmi Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah (tarjih.muhammadiyah.or.id) menyebutkan yang dimaksud dengan pembaharuan oleh Muhammadiyah ialah yang seperti yang dikemukakan M. Djindar Tamimy adalah mengenai dua segi menurut sasarannya. Pertama, pembaharuan dalam arti mengembalikan kepada keaslian atau kemurniannya, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai soal-soal prinsip perjuangan yang sifatnya tetap dan tidak berubah-ubah. Kedua, berarti pembaharuan dalam arti modernisasi, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai masalah seperti: metode, sistem, teknik, strategi, taktik perjuangan, dan lain-lain yang semisalnya, yang sifatnya berubah-ubah, disesuaikan dengan situasi dan kondisi ruang dan waktu. Inilah yang membentuk integrasi antara purifikasi daan dinamisasi dalam Persyrikatan Muhammadiyah sebagai usaha “menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyrakat Islam yang sebenar-benarnya”.
Ruang demokrasi telah mengilhami keleluasaan berbagai ekspresi kehidupan serta pola pikir masyarakat Indonesia. Dalam kaitannya dengan gerakan keagamaan (Islam), hal ini juga berdampak semakin suburnya berbagai corak pemikiran keagamaan serta gerakannya. Hal inilah yang kemudian melahirkan pola keagamaan yang serba ekstrem, baik ekstrim kanan yang serba kaku maupun ekstrim kiri yang serba leluasa. Muhammadiyah tentu bukan termasuk yang kiri dan bukan yang kanan, juga tidak berarti yang bukan-bukan.
Dalam perjalanan Muhammadiyah, memang ditemui kalangan yang salah paham terhadap gerakan ini. Jargon kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah (al-ruju’ ila al-Qur’an wa al-Sunnah) terkadang melahirkan interpretasi bahwa Muhammadiyah termasuk dalam gerakan ekstrim kanan. Sebaliknya ide pembaruan serta modernisasi juga sering dianggap bahwa Muhammadiyah berpaham ekstrim kiri. Selain itu ada pula yang merasa aneh terhadap ide purifikasi dan dinamisasi yang diusung Muhammadiyah. Keanehan tersebut mungkin didasari anggapan bahwa purifikasi selalu berorientasi pada pengembalian pemahaman ke masa lalu, sementara dinamisasi ialah penyesuaian dengan masa kini dan yang akan datang, sehingga dianggap tidak mungkin diintegrasikan. Sekilas memang nampak bertentangan, tetapi sebenarnya integrasi keduanya sangatlah mungkin dilakukan.
Dr. Haedar Nashir dalam bukunya Memahami Ideologi Muhammadiyah (2016) membahas tiga golongan besar dalam gerakan Islam yang bersifat mutakhir, yaitu Neorevivalisme, Neomedernisme dan Neotradisinalisme Islam. Neorevivalisme Islam termasuk bentuk baru dari revivalismedengan corak keagamaan yang lebih keras, bahkan radikal. Revivalisme Islam merupakan gerakan Islam yang ingin kembali kepada Islam yang dianggap asli atau murni. Gerakan ini cenderung memiliki sifat keras, kaku dan eksklusif. Dalam ranah politik, gerakan ini terwujud dalam bentuk yang sering disebut gerakan politik kaum Islamis.
Neomodernisme Islam memiliki orientasi yang berbeda dengan modernisme Islam. Neomodernisme menekankan kaum Muslim untuk mengkaji dunia barat beserta gagasan-gagasannya secara objektif, termasuk terhadap gagasan-gagasan dan ajaran-ajaran dalam sejarah keagamaan Islam sendiri agar mampu menghadapi dan melangsungkan kehidupan di dunia modern. Gerakan ini lebih fokus kepada isu-isu demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme agama, feminisme dan masalah-masalah aktual lainnya. Neomodernisme yang sangat progresif, mengembangkan sekularisasi dan dekonstruksi sering disebut dengan gerakan Islam liberal.
Sementara Neotradisionalisme Islam disebut Dr. Haedar Nashir sebagai bentuk baru dalam pemikiran dan gerakan keagamaan dari tradisionalisme. Gerakan ini merupakan reaksi terhadap modernisme yang dianggap mengikis nilai spiritualitas dan tradisi yang menjadi rujukan keagamaan tradisionalis. Karena pemikirannya “lompat tradisi” dan progresif, sebagian menilai generasi baru kaum tradisional ini cenderung liberal dan sekuler. Ada juga yang menganggap kelompok ini sangat kritis terhaddap Islam, tetapi tidak kritis terhadap tradisi pendahulu mereka.
Muhammadiyah disebut Dr. Haedar Nashir sebagai gerakan ideologi Reformis-Modernis berada di antara tiga orientasi pemikiran tersebut, yang dituntut pikiran-pikiran alternatifnya sehingga tetap bertahan dan berkembang dengan karakter dirinya sebagai gerakan Islam yang berkemajuan. Maka purifikasi (pemurnian) yang dilakukan Muhammadiyah berbeda dengan Neorevivalisme saat ini. Begitu juga dinamisasi (pengembangan) yang dilakukan Muhammadiyah berbeda dengan neomodernisme di era kontemporer ini. Usaha tajdid (pembaharuan) dalam Muhammadiyah mengintegrasikan purifikasi dan dinamisasi tersebut untuk mewujudkan umat Islam yang berkemajuan.
Tajdid adalah Kata yang diambil dari bahasa Arab yang berkata dasar "Jaddada-Yujaddidu-Tajdiidan" yang artinya memperbarui. Term ini memang sering digunakan oleh gerakan yang melakukan pemberantasaan takhayul, bid’ah dan khurafat. Kecenderungan ke arah inilah yang lebih dikenal oleh masyarakat umum—mungkin termasuk sebagian kader Muhammadiyah—tentang Muhammadiyah, sehingga menganggap Muhammadiyah bersifat eksklusif, kaku, bahkan anti budaya.
Website resmi Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah (tarjih.muhammadiyah.or.id) menyebutkan yang dimaksud dengan pembaharuan oleh Muhammadiyah ialah yang seperti yang dikemukakan M. Djindar Tamimy adalah mengenai dua segi menurut sasarannya. Pertama, pembaharuan dalam arti mengembalikan kepada keaslian atau kemurniannya, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai soal-soal prinsip perjuangan yang sifatnya tetap dan tidak berubah-ubah. Kedua, berarti pembaharuan dalam arti modernisasi, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai masalah seperti: metode, sistem, teknik, strategi, taktik perjuangan, dan lain-lain yang semisalnya, yang sifatnya berubah-ubah, disesuaikan dengan situasi dan kondisi ruang dan waktu. Inilah yang membentuk integrasi antara purifikasi daan dinamisasi dalam Persyrikatan Muhammadiyah sebagai usaha “menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyrakat Islam yang sebenar-benarnya”.
Komentar
Posting Komentar