Kedatangan Raja Salman ke Indonesia pada Rabu, 01 Maret 2017 sejenak menguras perhatian masyarakat Indonesia. Berbagai macam media informasi, seperti televisi, radio, koran serta media sosial tidak ingin ketinggalan untuk memberikan informasi terbaru mengenai kondisi atau kegiatan ter-update dari sang Raja.
Selain menyajikan informasi mengenai kondisi atau kegiatan ter-update dari sang Raja, media-media tersebut, dan juga masyarakat luas, saling melempar tanya tentang motif dibalik kedatangan Raja Salman ke Indonesia. Jika kita menengok fakta sejarah kunjungan ‘penjaga dua tanah haram ini’ ke Indonesia, bisa kita ketahui bahwa kejadian tersebut terakhir kali terjadi 47 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1970. Beragam spekulasi pun dikemukakan untuk mengetahui tujuan pasti kedatangan sang Raja. Salah satunya adalah munculnya opini tentang pertarungan investasi antara Arab Saudi –yang dikatakan sebagai ‘teman’ Amerika Serikat- melawan China –yang dianggap sedang menguasai perekonomian Indonesia-. Namun pendapat yang lebih bijak sepertinya adalah untuk memperkuat hubungan bilateral antar kedua negara atau karena undangan dari Presiden Joko Widodo dua tahun yang lalu.
Terlepas dari tujuan kedatangan sang Raja, dunia media dihinggapi beragam kejadian atau fenomena yang bagi sebagian orang dianggap sebagai hal yang kurang etis dan tidak sepatutnya dilakukan, dimana para pencari berita (informasi) disajikan perdebatan-perdebatan yang kurang begitu penting.
Secara umum, penulis setidaknya menemukan dua fenomena yang menimbulkan perdebatan-perdebatan tersebut. Pertama, pertentangan antara pihak pro-Arab dengan pihak kontra-Arab. Perdebatan ini terjadi akibat munculnya statement dari masing-masing pihak yang saling menguatkan argumentasi pemihakannya terhadap Arab Saudi. Anehnya, perdebatan juga meluas kedalam ranah agama, bahkan tidak sedikit yang saling tuduh antara pihak pro-Wahhabi dan kontra-Wahhabi. Kedua, pro-kontra kemunculan Ahok. Tersebarnya foto dan video Ahok yang bersalaman dengan Raja Salman membuat masyarakat luas bertanya, kenapa Ahok termasuk dalam rombongan yang menjemput kedatangan sang Raja? Apakah ada hubungan antara kedatangan Raja Salman dengan kondisi politik di Indonesia, terutama di Jakarta?. Nampaknya masyarakat berharap ada penjelasan dari pemerintah dan para pengamat mengenai hal ini, sementara penulis bukanlah orang yang tepat dan mumpuni untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Beralih ke sisi lain, kedatangan Raja Salman dan munculnya fenomena-fenomena diatas memberikan ‘pekerjaan empuk’ bagi para penyebar hoax. Beragam isu dan fitnah menyebar begitu saja dengan kecepatan yang sulit untuk dikendalikan. Ironinya, tidak sedikit media atau fanspage yang mengatasnamakan Islam terlibat aktif dalam menyebarkan berita palsu tersebut demi bisa menjatuhkan lawan politiknya dan memperkuat posisinya di hadapan masyarakat. Sebuah tindakan yang disadari atau tidak akan menjatuhkan sekaligus memperburuk citra Islam. Tindakan yang timbul dari kejahilan penyebarnya.
Akhirnya, penulis sebagai bagian dari ummat Islam dan warga negara Indonesia berharap datangnya hasil positif –atas izin Allah Swt- dari kedatangan Raja Salman ke Indonesia terutama setelah diadakannya pertemuan dengan para tokoh Islam di Indonesia, terlepas dari fenomena-fenomena yang terjadi diatas. Penulis juga berharap munculnya kesadaran dari pihak yang menyebarkan hoax agar tidak lagi melakukannya, juga berharap agar perdebatan-perdebatan yang tidak penting tersebut segara diakhiri. (siraj)
Selain menyajikan informasi mengenai kondisi atau kegiatan ter-update dari sang Raja, media-media tersebut, dan juga masyarakat luas, saling melempar tanya tentang motif dibalik kedatangan Raja Salman ke Indonesia. Jika kita menengok fakta sejarah kunjungan ‘penjaga dua tanah haram ini’ ke Indonesia, bisa kita ketahui bahwa kejadian tersebut terakhir kali terjadi 47 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1970. Beragam spekulasi pun dikemukakan untuk mengetahui tujuan pasti kedatangan sang Raja. Salah satunya adalah munculnya opini tentang pertarungan investasi antara Arab Saudi –yang dikatakan sebagai ‘teman’ Amerika Serikat- melawan China –yang dianggap sedang menguasai perekonomian Indonesia-. Namun pendapat yang lebih bijak sepertinya adalah untuk memperkuat hubungan bilateral antar kedua negara atau karena undangan dari Presiden Joko Widodo dua tahun yang lalu.
Terlepas dari tujuan kedatangan sang Raja, dunia media dihinggapi beragam kejadian atau fenomena yang bagi sebagian orang dianggap sebagai hal yang kurang etis dan tidak sepatutnya dilakukan, dimana para pencari berita (informasi) disajikan perdebatan-perdebatan yang kurang begitu penting.
Secara umum, penulis setidaknya menemukan dua fenomena yang menimbulkan perdebatan-perdebatan tersebut. Pertama, pertentangan antara pihak pro-Arab dengan pihak kontra-Arab. Perdebatan ini terjadi akibat munculnya statement dari masing-masing pihak yang saling menguatkan argumentasi pemihakannya terhadap Arab Saudi. Anehnya, perdebatan juga meluas kedalam ranah agama, bahkan tidak sedikit yang saling tuduh antara pihak pro-Wahhabi dan kontra-Wahhabi. Kedua, pro-kontra kemunculan Ahok. Tersebarnya foto dan video Ahok yang bersalaman dengan Raja Salman membuat masyarakat luas bertanya, kenapa Ahok termasuk dalam rombongan yang menjemput kedatangan sang Raja? Apakah ada hubungan antara kedatangan Raja Salman dengan kondisi politik di Indonesia, terutama di Jakarta?. Nampaknya masyarakat berharap ada penjelasan dari pemerintah dan para pengamat mengenai hal ini, sementara penulis bukanlah orang yang tepat dan mumpuni untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Beralih ke sisi lain, kedatangan Raja Salman dan munculnya fenomena-fenomena diatas memberikan ‘pekerjaan empuk’ bagi para penyebar hoax. Beragam isu dan fitnah menyebar begitu saja dengan kecepatan yang sulit untuk dikendalikan. Ironinya, tidak sedikit media atau fanspage yang mengatasnamakan Islam terlibat aktif dalam menyebarkan berita palsu tersebut demi bisa menjatuhkan lawan politiknya dan memperkuat posisinya di hadapan masyarakat. Sebuah tindakan yang disadari atau tidak akan menjatuhkan sekaligus memperburuk citra Islam. Tindakan yang timbul dari kejahilan penyebarnya.
Akhirnya, penulis sebagai bagian dari ummat Islam dan warga negara Indonesia berharap datangnya hasil positif –atas izin Allah Swt- dari kedatangan Raja Salman ke Indonesia terutama setelah diadakannya pertemuan dengan para tokoh Islam di Indonesia, terlepas dari fenomena-fenomena yang terjadi diatas. Penulis juga berharap munculnya kesadaran dari pihak yang menyebarkan hoax agar tidak lagi melakukannya, juga berharap agar perdebatan-perdebatan yang tidak penting tersebut segara diakhiri. (siraj)
Komentar
Posting Komentar