Oleh : Fadhlil Wafi
Indonesia merupakan sebuah bangsa besar yang masih berkutat dengan label “Negara Berkembang”. Bangsa yang besar ini juga masih berjalan dengan segala perlawanannya terhadap 4 K, yaitu Kemiskinan, Kebodohan, Korupsi dan Ketidakadilan. Permasalahan utama itu bisa dituntaskan dengan adanya semangat kebersamaan dari semua elemen masyarakat, yang artinya Indonesia merupakan sebuah proyek bersama yang harus diselesaikan antara yang menduduki kursi pemerintahan maupun rakyat biasa.
Pemuda termasuk bagian dari rakyat yang diharapkan bisa menjadi penerus tampuk kepemimpinan yang akan datang dan mampu membawa Indonesia sebagai bangsa yang lebih bermartabat. Butuh sebuah manifesto dari pemuda masa kini, karena semangat yang tidak disokong oleh nilai-nilai kepahlawanan hanya akan membuat pemuda tidak berbeda dengan para tetua yang mencari kekuasaan. Pemuda adalah mereka yang seharusnya mempunyai semangat pembaharu dan progresif, tetapi pada kenyataannya banyak pemuda yang jauh dari dua karakter itu. Belum lagi ditambah dengan semakin hilangnya semangat nasionalis dari para pemuda tersebut. Karena sebagus apapun konsep yang dirumuskan oleh The Founding Fathers of Indonesia bila tidak disertai dengan adanya generasi penerus yang kuat (para pemuda), maka apa yang diperjuangkan oleh para founding fathers untuk Indonesia ke arah yang lebih baik tidak akan berjalan dengan maksimal.
Mahasiswa sebagai bagian dari pemuda, paling tidak mempunyai tiga fungsi strategis; pertama, sebagai penyampai kebenaran (agent of social control), kedua sebagai agen perubahan (agent of change), ketiga sebagai generasi penerus masa depan (iron stock). Dari ketiga fungsi tersebut seorang mahasiswa dituntut untuk lebih berperan, tidak hanya berperan sebagai seorang akademis, akan tetapi juga wajib memikirkan dan mengembangkan tujuan bangsa. Keterpaduan nilai-nilai moralitas dan intelektualitas sangat diperlukan mahasiswa, baik dalam dunia kampus maupun ketika berada diluar kampus.
Mahasiswa Muhammadiyah dituntut untuk lebih peduli terhadap permasalahan yang ada di lingkup internal maupun eksternal (Indonesia), baik itu permasalahan sosial, ekonomi, politik, hukum, dan lainnya. Terdapat tiga kompetensi dasar yang diharapkan terdapat dalam tubuh kader IMM yaitu religiusitas, intelektualitas dan humanitas. Dalam pengamalannya harus bersinergi diantara ketiganya, agar tercipta sebuah keseimbangan. Religiusitas dan intelektualitas bila tidak dibarengi dengan humanitas, maka yang terjadi adalah kader IMM menjadi eksklusif, anti pro rakyat. Religiusitas dan humanitas bila tidak dibarengi dengan intelektualitas maka kader IMM maka akan bekerja dengan tidak terarah. Intelektualitas dan humanitas bila tidak dibarengi dengan religiusitas maka akan menjadi hampa.
Indonesia merupakan sebuah bangsa besar yang masih berkutat dengan label “Negara Berkembang”. Bangsa yang besar ini juga masih berjalan dengan segala perlawanannya terhadap 4 K, yaitu Kemiskinan, Kebodohan, Korupsi dan Ketidakadilan. Permasalahan utama itu bisa dituntaskan dengan adanya semangat kebersamaan dari semua elemen masyarakat, yang artinya Indonesia merupakan sebuah proyek bersama yang harus diselesaikan antara yang menduduki kursi pemerintahan maupun rakyat biasa.
Pemuda termasuk bagian dari rakyat yang diharapkan bisa menjadi penerus tampuk kepemimpinan yang akan datang dan mampu membawa Indonesia sebagai bangsa yang lebih bermartabat. Butuh sebuah manifesto dari pemuda masa kini, karena semangat yang tidak disokong oleh nilai-nilai kepahlawanan hanya akan membuat pemuda tidak berbeda dengan para tetua yang mencari kekuasaan. Pemuda adalah mereka yang seharusnya mempunyai semangat pembaharu dan progresif, tetapi pada kenyataannya banyak pemuda yang jauh dari dua karakter itu. Belum lagi ditambah dengan semakin hilangnya semangat nasionalis dari para pemuda tersebut. Karena sebagus apapun konsep yang dirumuskan oleh The Founding Fathers of Indonesia bila tidak disertai dengan adanya generasi penerus yang kuat (para pemuda), maka apa yang diperjuangkan oleh para founding fathers untuk Indonesia ke arah yang lebih baik tidak akan berjalan dengan maksimal.
Mahasiswa sebagai bagian dari pemuda, paling tidak mempunyai tiga fungsi strategis; pertama, sebagai penyampai kebenaran (agent of social control), kedua sebagai agen perubahan (agent of change), ketiga sebagai generasi penerus masa depan (iron stock). Dari ketiga fungsi tersebut seorang mahasiswa dituntut untuk lebih berperan, tidak hanya berperan sebagai seorang akademis, akan tetapi juga wajib memikirkan dan mengembangkan tujuan bangsa. Keterpaduan nilai-nilai moralitas dan intelektualitas sangat diperlukan mahasiswa, baik dalam dunia kampus maupun ketika berada diluar kampus.
Mahasiswa Muhammadiyah dituntut untuk lebih peduli terhadap permasalahan yang ada di lingkup internal maupun eksternal (Indonesia), baik itu permasalahan sosial, ekonomi, politik, hukum, dan lainnya. Terdapat tiga kompetensi dasar yang diharapkan terdapat dalam tubuh kader IMM yaitu religiusitas, intelektualitas dan humanitas. Dalam pengamalannya harus bersinergi diantara ketiganya, agar tercipta sebuah keseimbangan. Religiusitas dan intelektualitas bila tidak dibarengi dengan humanitas, maka yang terjadi adalah kader IMM menjadi eksklusif, anti pro rakyat. Religiusitas dan humanitas bila tidak dibarengi dengan intelektualitas maka kader IMM maka akan bekerja dengan tidak terarah. Intelektualitas dan humanitas bila tidak dibarengi dengan religiusitas maka akan menjadi hampa.
Realita yang terjadi dalam tubuh IMM saat ini adalah para kader mulai kehilangan identitasnya sebagai kader IMM. Pengamalan dari adanya tiga kompetensi dasar masih jauh dari kata cukup. Di usianya yang semakin tua ini masih perlu dilakukan banyak pembenahan terkait idiologisasi dan yang lainnya agar kader IMM mempunyai karakter yang kuat dan matang sesuai dengan apa yang dicetuskan ketika IMM pertama kali didirikan.
Dalam sebuah deklarasi yang dikenal dengan sebutan deklarasi kota barat ini ditegaskan bahwa ilmu adalah amaliyah dan amal adalah ilmiah. Dan amal IMM itu dilakukan dan dibaktikan untuk kepentingan agama, nusa dan bangsa. Segala sesuatu apabila tidak dilakukan maka hanya berhenti pada konsep saja. Begitupun juga sebaliknya, bila pengamalan tanpa konsep maka akan tidak terarah dan terkontrol. Ketika nilai dasar tersebut dapat bersinergi dengan baik antara satu dengan yang lain, maka tidak akan mengalami kesulitan dalam mempersiapkan calon kader bangsa pada umumnya dan kader ikatan pada khususnya.
Kader menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti orang yang diharapkan akan memegang peran penting, Hal ini berarti IMM memang diharapkan menjadi pewaris tampuk pimpinan umat pada nantinya seperti yang termaktub pada syair mars IMM.
Di dalam organisasi Muhammadiyah dikenal dengan adanya Trilogi kader yaitu :
1. Muhammadiyah sebagai kader umat : Menjadikan Muhammadiyah sebagai rahmatan lil’alamin
2. Muhammadiyah sebagai kader bangsa : Berperan dalam kenegaraan
3. Muhammadiyah sebagai kader persyarikatan : Berperan aktif terhadap kemajuan persyarikatan.
IMM memiliki model gerakan yang tercermin dalam Tri Kompetensi Dasar yang berupa religiusitas, intelektualitas dan humanitas.
Dari model gerakan yang tercermin dalam Tri Kompetensi Dasar itu menunjukkan bahwa IMM berusaha untuk mengungkapkan identitasnya dengan basis moral, basis intelektual dan basis perjuangan yang istiqomah. Dari hal tersebut, IMM mampu melahirkan kaum intelektual yang selalu bergerak dengan agenda perubahan dan pembaharuannya. Mampu memunculkan individu yang produktif dengan konsep, model, pola, strategi maupun taktik perjuangan di zamannya. Kerja intelektual kurang bisa bergerak terencana dan terukur bila tidak disertai dengan mekanisme kelembagaan sebagai pengejawantahan dari gerakan aksi. Kelemahan kader muda Muhammadiyah adalah kurangnya melahirkan karya-karya kelembagaan. Tidak heran jika gerakan intelektual banyak yang berhenti pada tataran konseptual. Kalaupun bergerak dalam tataran praktis hanya bergerak tanpa terencana, tanpa terukur, dan tanpa ada evaluasi dan monitoring terhadap kerja gerakan.
Kelembagaan adalah kerangka acuan atau hak-hak yang dimiliki oleh individu-individu untuk berperan dalam pranata kehidupan. Kelembagaan itu dapat diartikan sebagai perangkat aturan main atau tata cara untuk kelangsungan suatu kepentingan. Perumusan gerakan aksi kelembagaan tidak akan mungkin berjalan dengan baik jika tidak diawali dengan perumusan kerangka filosofis. Seperti yang dilakukan oleh Muhammad Yunus di Bangladesh sebelum memasuki wilayah kelembagaan, dia mampu merumuskan kerangka filosofisnya dalam menangkap fenomena masyarakat yang dilihatnya. Dia tidak mau hanya diam, hanya sekedar berfikir dan menulisnya diatas kertas, tetapi dia juga mampu mengimplementasikan apa yang telah dirumuskannya.
Akan tetapi yang terjadi sekarang banyak kader IMM yang tidak berdaya ditundukkan oleh figure dari para tokoh-tokoh penting (tokoh partai, menteri, dll) dan miskin akan kreativitas. Dari situlah para kader IMM dituntut untuk mampu melakukan penguatan formulasi dari aksi atas tradisi dan pergerakan dari Ikatan itu sendiri. Terdapat tiga fokus yang menjadi formulasi dari persoalan diatas, yaitu:
1. Fokus pertama : sebagai gerakan dakwah keagamaan menuntut ikatan bukan saja sekedar kembali pada romantisme sejarahnya, melainkan tradisi gerakan dakwah keagamaan ini diharapkan mampu mereposisi peran mahasiswa Muhammadiyah dalam hal keagamaan. Dan mampu menjadi sebuah pilihan yang tepat sebagai gerakan dakwah dibandingkan dengan gerakan dakwah lainnya di kampus.
2. Fokus kedua : sebagai gerakan kader intelektual dapat dimantapkan dengan sinergi dan inklusivitas gerakan. Poros intelektual dibangun atas bingkai leadership dan praksis sosial yang nyata.
3. Fokus ketiga : gerakan sosial bukan hanya dibangun dalam bentuk gerakan protes perlawanan aksi massa, akan tetapi harus mampu mengambil hati rakyat dan berbaur dengan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih universal.
IMM selaku mata rantai kaderisiasi di ranah mahasiswa memegang peranan penting dalam melahirkan calon pemimpin bangsa yang baru tersebut. Mahasiswa adalah fase dimana seseorang memilkiki rasa intelektualitas yang tinggi. Ibarat kata mahasiswa adalah lahan subur dimana budaya intelektual tumbuh subur di sudut-sudut kampus dalam ruang diskusi. Melahirkan seorang calon pemimpin baru bukan hal yang mudah karena itu berarti mencetak seorang intelektual yang religius humanis tanpa meninggalkan cita-cita Muhammadiyah. Dengan adanya IMM sebagai ortom di ranah kampus, diharapkan ortom ini mampu mencetak calon pemimpin bangsa dengan optimalisasi perkaderan maupun budaya intelektual untuk para masyarakat mahasiswa. Sehingga tongkat estafet kepemimpinan ini tidak terhenti ditengah jalan. Dan oleh karena itu IMM sebagai pewaris pimpinan umat harus kuat dalam sisi kaderisasi baik kualitas maupun kuantitas agar mata rantai ini tetap terhubung dan tongkat estafet kepemimpinan tetap berjalan.
Seperti yang terdapat dalam Suara Muhammadiyah No 12 mengatakan bahwa sebelum menjadi kader bangsa generasi muda Islam Indonesia seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiiyah perlu melakukan dua hal penting, pertama: menggugat dirinya sendiri yang wajahnya tidak terlalu jelas dan kedua: menggugat agenda bangsa yang juga tidak jelas. Dengan gugatan yang efektif dan konsep langkah serta upaya untuk menggugat yang bentuknya seperti apa. Jelas terlihat bahwa bukan hanya bangsa yang butuh adanya pertolongan, akan tetapi dari orang yang akan menolong pun masih butuh pertolongan.
Dengan realita bahwa para pemuda sekarang banyak yang lebih suka mencurahkan isi pikiran melalui sosial media tanpa ada manfaat yang ditimbulkan dibandingkan dengan menambah wawasan kebangsaan dengan orang-orang yang expert di bidangnya. Itu menjadi tugas besar para pemuda yang masih mempunyai keinginan supaya bangsa Indonesia kedepan menjadi bangsa yang lebih baik dari sebelumnya.
Tugas bagi para calon kader bangsa dari generasi muda Islam seperti IMM yang lain adalah perlunya membangun karakter agar tidak kehilangan identitas ke Islamannya dan mulai pandai mengkomunikasikan ide-ide dan mau bekerjasama untuk saling memperbaiki.
Sebagai basis dan wadah kader Muhammadiyah, IMM seharusnya juga bisa menghasilkan kelompok-kelompok elite kader yang bisa diandalkan. Karenanya, keberadaan IMM di samping untuk senantiasa berupaya dalam menjaga eksistensinya, juga mempunyai fungsi dan peran strategis untuk menyuplai kader-kader terbaiknya bagi kepentingan Muhammadiyah. Bahkan keistimewaan (yang berarti juga menjadi beban moral) IMM, sebagai basis kader ternyata tercakup dalam “spektrum perkaderan” : kader persyarikatan, kader umat dan kader bangsa. Spektrum perkaderan IMM tersebut menunjukkan peran dan fungsinya yang multidimensi dan inklusif bagi kepentingan hidup umat dan kejayaan bangsa.
Penulis adalah mahasiwa semester akhir Ilmu Al-Quran dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga
Komentar
Posting Komentar