Oleh: Muhammad Ridha Basri
Mungkin pembaca sudah tidak asing
dengan nama Ahmad Najib Wiyadi, atau Kang Wiyadi, atau Gotank Wiyadi. Untuk sebutan
yang terakhir, merupakan nama familiarnya di sosial media. Tiga nama itu
mengerucut pada satu sosok penuh inspirasi. Aku mengenalnya di salah satu
kegiatan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Dulunya, ia juga menjadi bagian
dari IMM, sama sepertiku kini. Dan masanya bertepatan dengan masa akhir pemerintahan
Orde Baru dan awal kemunculan era reformasi. Kebayang kan ketika disebut sebagai
mahasiswa sekaligus aktivis di era itu? Karena itu pula, ia dikenal sebagai orator
ulung, spesialis kegiatan advokasi, juga ahli mobilisasi massa.
Kang Wiyadi dilahirkan di Bayuwangi,
Jawa Timur. Ayahnya sedikit terpengaruh oleh paham komunis. Buktinya, ia dan
saudaranya hidup dengan peraturan yang sangat minim. “Kamu boleh hidup
sesukamu, asalkan tidak mabuk-mabukan dan tidak melanggar hukum”, hanya itu
pesan sang ayah kepada Wiyadi muda. Latar keluarganya tergolong sangat miskin.
Andaikan saja ada yang meninggal, keluarga itu tidak memiliki apapun. “Termasuk
tanpa menyisakan selembar kain untuk kafan,” kata Kang Wiyadi suatu ketika.
Setelah lulus SMA, Wiyadi muda
mendapat pesan dari Ayahnya, “Sekarang kau telah tumbuh dewasa, terserah kau
mau jadi buruh di mana pun, atau pengangguran di rumah, atau bahkan kuliah. Itu
pilihanmu.” Akhirnya berbekal nekat, ia memilih untuk merantau dan kuliah di
jogja dengan modal nol. Sehari-hari ia menjadi buruh menjahit celana dalam di
salah satu pabrikan konveksi sekitaran Malioboro. Awal-awal di jogja, pernah
harus tidur berhari-hari menginap di masjid. Untuk makan sesuap nasi, ia harus
“memohon belas kasih” ke beberapa teman akrab.
Entah apa yang terjadi, sampai
kemudian Tuhan mempertemukannya dengan para aktivis mahasiswa berjas merah. Ya.
Yang dimaksud adalah jas almamaternya IMM. Ketika itu, baru saja terjadi demo
besar-besaran di bundaran UGM. Sehingga ia yang tinggal di sekitar itu menjadi
salah satu korban tak langsung, jalan menuju ke tempat tinggalnya diblokade
oleh petugas polisi demi alasan keamanan. Akhirnya, ia bertemu dengan para aktivis
IMM dan mengizinkannya untuk tinggal di sekber (sekretariat bersama IMM). Hari
demi hari ia menjadi akrab dan kemudian jatuh hati dengan IMM. Maka ia pun
bergabung dengan IMM, meskipun tanpa melalui tahapan prosedural yang
seharusnya.
Singkat cerita, karirnya di salah
satu organisasi otonom Muhammadiyah ini menanjak cepat. Beberapa jabatan
struktural pernah ia duduki, misalnya menjadi ketua Korkom IMM UIN Sunan Kalijaga,
menjadi Ketua Umum Cabang IMM Sleman, hingga puncaknya ia menjadi ketua DPD IMM
DIY. Mungkin karena kepribadiannya yang tegas, kaya pengalaman, terbiasa hidup
susah, dan mudah bergaul adalah di antara penyebabnya.
Perjuangan yang dilalui Kang Wiyadi di
IMM tidak semudah yang terbayang. Ia melalui dengan perjuangan militan. Memproklamirkan
diri menjadi pembela kaum teraniaya melalui wadah organisasi yang ia pimpin. Ia
menjamin kekurangan sarana organisasi. Menyumbang uangnya yang tidak seberapa
untuk operasional organisasi. Semua itu dilakukannya dengan militansi radikal
cara-cara ekstrem. Sering, ia dan kawan-kawan yang loyal pada IMM melakukan
cara yang diluar biasanya untuk mendapatkan dana. Mengamen misalnya. Ia tak
ragu untuk mengkritisi kebijakan sesiapapun yang menurutnya menidas kaum
mustadh’afin.
Ketika menjadi Ketua DPD IMM, ia
menjadi semakin matang dan progresif bergerak di lingkup yang lebih luas. Namun
semangatnya untuk saling berbagi dan menjadi berarti bagi sesama tak pernah
padam. Semangat yang ditularkan oleh KH. Ahmad Dahlan berdasarkan konsep
theologi al-Maun tak pernah surut. Justru melakukan gebrakan besar,
mengumpulkan anak-anak jalanan untuk dibina. Kang Wiyadi mengumpulkan mereka
lalu ditampung di sebuah rumah kontrakan. Untuk mendapat kontrakan itu, ia
meminjam uang ke UAD (Universitas Ahmad Dahlan). Ia tak takut jika ia tak
sanggung membayar pinjaman, tekadnya adalah ingin membantu sesama, dan ini jauh
lebih penting. Bukankah ketika seseorang mau membantu sesama manusia, maka
Tuhan yang di atas akan membantu hamba ini melebihi apapun?
Dalam dua tahun periode kepemimpinannya
di DPD IMM, Kang Wiyadi berhasil mendapatkan dana abadi ratusan juta berkat
lobi-lobi yang dilakukan. Namun semua uang itu lagi-lagi ia gunakan untuk
projek membela kaum mustadh’afin (kaum marjinal), baik secara ekonomi maupun
sosial. Ia kemudian membangun pondok pesantren, juga membangun rumah singgah
Ahmad Dahlan yang masih berdiri hingga hari ini. Tempat itu ia peruntukkan pada
anak-anak jalanan, para pelacur, dan anak telantar untuk mendapatkan kehidupan
yang layak. Ia belikan berbagai peralatan musik dan menyewa guru profesional
untuk mengajari mereka ketrampilan bermusik. Ia rela mewakafkan masa muda untuk
berbagi kegembiraan bersama anak-anak yang kurang beruntung.
Sambil itu, ia menyelesaikan
skripsinya, sebagai syarat kelulusan sarjana. Dengan berbagai kiprahnya di luar
kampus, Kang Wiyadi bisa lulus kuliah S1 dalam waktu tujuh tahun (empat belas
semester). Ia tak pernah menyesali itu. Baginya apa yang ia lakukan jauh lebih
penting. Membantu dan berbagi kegembiraan kepada sesama jauh lebih urgen
daripada menjadi manusia kupu-kupu (kuliah-pulang). Hal ini terinspirasi dari
tokoh legendaris WS. Rendra. Sosok pujangga itu merupakan mahasiswa yang dengan
penuh kesadaran keluar dari univertisas favorit di negeri ini. Ia kemudian
lebih memilih untuk mendampingi kaum marjinal, ikut membersamai para tukang
becak di Malioboro. Lalu disana ia merasa menjadi manusia yang sesungguhnya.
Berbanfaat untuk sesama. WS. Rendra keluar dari UGM dan membangun UJM,
singkatan dari Universitas Jalanan Malioboro. Nama legenda WS Rendra harum
hingga sekarang, namun penyebabnya bukan karena ia kuliah di UGM dengan selaksa
prestasi akademis. Sama sekali bukan. Justru karena ia hidup bersama oran-orang
biasa, para tukang becak, anak jalanan. Hal itulah yang sangat membekas di
benak Kang Wiyadi, dan menginspirasinya untuk berbuat sesuatu.
###
Di tahun 2015, Ahmad Najib Wiyadi sudah
bukan lagi sosok yang dulu hidup serba kekurangan, yang untuk bisa makan saja
sulit. Hari ini, ia masih sebagai sosok yang sederhana. Kerap memakai Honda Grand.
Namun di balik itu, kini ia telah menjadi sosok hartawan yang memiliki omset
lebih dari dua puluh milyar. Ia berbisnis properti, rumah makan, tempat game
olahraga (fitness), hingga kolam renang. Kini, ia bisa memiliki segalanya jika
ia mau. Semua jenis kenderaan mahal bisa ia peroleh dengan mudah. Namun, sifat kesederhanaan
dan kedermawanan mendominasi kehidupannya.
Kang Wiyadi mengaku, bahwa semua itu
ia dapatkan berkat ia bergabung dengan IMM. Ia menjadi seperti sekarang berkat
didikan kerasnya selama menjadi aktivis. Semua kehidupannya mempunyai latar
belakang IMM. Hingga istrinya sekarang, yang merupakan menantu Gubernur Kalimantan
ketika itu, merupakan sosok yang ia kenal di IMM. Uniknya, ia menikahi sang
istri dengan modal nekat. Tanpa melalui proses pacaran dan tanpa memiliki modal
harta. Bahkan, sejak menjadi aktivis, ia bertekad mengaramkan dirinya untuk
pacaran. Ia memilih tak ingin memecah konsentrasinya antara berjuang di IMM
dengan berpacaran.
Aku sudah beberapa kali bertemu
dengannya, dua kali diantaranya bertemu ketika aku menjadi peserta kegiatan
IMM. Ia menjadi pemateri. Ia rela datang ketika diundang oleh IMM untuk
kegiatan apapun. Dan setiap datang ke lokasi acara, ia memakai honda grand,
motor bututnya yang penuh kenangan. Di dua kali menjadi murid di kelasnya, aku terinsprasi
banyak hal. Diantara kata-katanya yang terus tergiang-giang, “Jika ingin
menjadi orang hebat, syaratnya hanya satu, bangkit dan lawan!” Melawan nafsu
diri sendiri, melawan ketidakadilan, melawan semua kelemahan, melawan semua
sifat negatif. Baginya tak penting masa lalu kita sesuaram apa, terpenting
adalah berbuat maksimal untuk masa sekarang, sembari mempersiapkan masa depan
yang cerah.
Kunci suksesnya hingga menjadi
pengusaha sukses dengan omset puluhan milyar adalah berani melawan dan
melakukan sesuatu lebih dari usaha maksimal orang lain. Rumusnya, lakukanlah
segala hal melebihi siapapun, maka kita pun akan memperoleh hasil melebihi
siapapun. Jika orang lain bangun jam 4, maka ia bangun jam 3 dini hari. Jika
orang lain ada yang berangkat kerja jam 8 pagi, maka ia harus berangkat kerja
jam 7. Jika orang di lingkungannya pulang kerja jam 8 malam, maka ia pulang jam
9 malam. Tak mau dikalahkan oleh siapapun dalam hal positif. Hanya itu
kuncinya. Setelah itu, bersumpahlah di hadapan Tuhan dan dirinya sendiri untuk
berbuat maksimal dalam hal apapun! Bangkit dan lawan!
Penulis adalah mahasiswa Fakultas
Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Kader IMM Sleman.
Komentar
Posting Komentar