Mengutip kata seorang Panglima Besar TNI, yakni Jenderal Sudirman “Sungguh berat menjadi kader Muhammadiyah. Ragu dan bimbang lebih baik pulang”. Saat ini kita dapat melihat tulisan yang mirip dengan apa kata Sudirman ada di sebagian tempat pelatihan para tentara untuk menjadi pasukan khusus nantinya. Sudirman memang bukanlah kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah karena memang pada masa hidupnya IMM belum lahir. Beliau merupakan kader Hizbhul Wathan yang juga organisasi otonom Muhammadiyah. Agaknya benar apa yang dikatakan Sudirman saat itu, menjadi kader muhammadiyah sangatlah berat.
Terlebih lagi bagi mereka yang memang sejak awal terlahir untuk mengabdi di persyarakitan. Amanah yang besar dititipkan kepada mereka untuk menjaga arah dan kestabilan organisasi demi mewujudkan cita-cita dan tujuan muhammadiyah yang begitu mulia tidaklah mudah, begitu juga dalam ber- IMM. Sebagaimana tertulis dalam mars IMM yang sering kita lantunkan sebelum memulai kegiatan organisasi.
“Ingatlah!! Ingat! Ingat!
Niat tlah diikrarkan
Kitalah cendekiawan berpribadi
Susila cakap takwa kepada Tuhan
Pewaris tampuk pimpinan umat nanti”
Terkadang secara tidak sadar kita hanya sekedar bernyanyi melantunkan lagu yang amat besar makna tersiratnya. Sering saya tertegun, termenung dan bertanya pada diri sendiri apakah sudah benar dan lurus niat kita untuk berproses, berdinamika dalam ikatan ini?. Niat yang telah kita ucapkan dalam diri masing-masing maupun ikrar yang disebutkan saat pembaiatan atau pelantikan. Dengan semangat kita melantunkan lagu itu dan mengklaim bahwasannya “kitalah cendekiawan berpribadi”.
Agaknya sangat optimis sekali dan yakin bahwa itu memang layak disematkan kepada kita. Perlu rasa tanggung jawab dan bukti nyata ketika kita dengan berani, tegas dan lantang berkata demikian. Artinya adalah akan ada hal-hal yang harus kita tingkatkan dalam diri untuk benar-benar bisa membuktikan dan layak menjadi cendekiawan berpribadi yang dimaksud dalam lagu tersebut. Mengingat pula tujuan IMM adalah mengusahakan terbentuknya akademisi islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
Dikutip dari buku Ilmu Amaliah Amal Ilmiah “Djazman Al kindi mengatakan bahwasannya pengembangan organisasi IMM akan berorientasi kepada kualitas anggota dari pada sekadar memperbesar jumlahnya”(Al-Kindi, 2019). Hal itu jelas bahwasannya fokus IMM adalah organisasi kader, bukan organisasi massa, tidak terfokus pada mencari banyak anggota, kuantitas saja, tetapi mencari serta membentuk kader yang berkualitas,”
Kita sepakat bahwa memang sebaiknya IMM berorientasi pada pembentukan kader yang berkualitas sebagaimana terlihat dari tujuan IMM itu sendiri. Dapat kita pahami bersama juga tujuan IMM ini untuk membantu mewujudkan tujuan Muhammadiyah. Artinya IMM berusaha untuk membentuk dan menyiapkan pemimpin masa depan untuk persyarikatan, sehingga wajar kiranya apabila beliau berpahaman seperti itu.
Namun kenyataannya hingga kini belum ada satu riset yang mengatakan bahwasannya kader-kader IMM itu memliki kualitas lebih tinggi dibandingkan dengan organisasi mahasiswa ekstra lainnya. Dalam perjalanan penulis menjadi kader dan berdiskusi dengan para demisioner IMM yang telah mengikuti segala proses serta dinamika yang ada dalam ikatan, IMM lambat laun mulai kehilangan nalar berfikir kritis, aktif, dan progresif. Hal lain juga dikatakan bahwa mulai kurangnya kader-kader berkualitas yang bermunculan dari proses kaderiasasi yang ada. Terlebih lagi tuntutan zaman yang terus berkembang dan berubah dengan cepat.
Banyak terlihat ke khawatiran dari para demisioner maupun ayahanda kita mengenai masa depan Muhammadiyah dan organisasi otonom yang ada dibawahnya. Dadi Nurhaedi S.Ag., M.Si. anggota Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengatakan bahwasannya IMM harus mampu menjawab permasalahan yang dialami kader dalam perkuliahan, memberikan manfaat langsung dan membantu proses kader dalam belajar maupun yang lainnya. Beliau menuturkan bahwasannya kader-kader IMM harus hadir, aktif, kritis dalam ruang diskusi yang ada dalam ruang kelas maupun lainnya dilingkungan kampus.
Demisioner Pimpinan Cabang Sleman tersebut mengakui bahwa kini Muhammadiyah merasa sedang kekurangan kader-kader yang memiliki militansi dan ideologi yang kuat serta mempunyai kualitas mumpuni dalam bidangnya, terlebih lagi pakar dalam ilmu pengetahuan umum dan agama. Sehingga mampu bersaing dan siap ketika diminta untuk mengabdi dalam persyarikatan maupun berdiaspora diluar untuk hal-hal kemaslahatan umat yang lebih besar.
Seorang demisoner Pimpinan Cabang Sleman lainnya juga pernah mengatakan bahwasannya “nikmatilah dahulu masa-masa menjadi kader dasar, tidak perlu terburu-buru untuk menjadi kader madya”. Beliau menyampaikan agar para kader ditingkat dasar benar-benar memahami pengetahuan yang seharusnya sudah dimiliki atau memenuhi kompetensi profil kader dasar. Terlihat memang adanya perbedaan yang cukup banyak dirasakan para kader mengenai orientasi berorganiasi sebelum dan sesudah seseorang bergabung dalam IMM.
Budaya feodal yang masih mengakar kuat dan malah menjadi budaya dalam ikatan membuat adanya persaingan yang tidak sehat. Berlomba-lomba dalam kebaikan telah berubah menjadi berlomba-lomba menjadikan kebaikan dan keuntungan untuk diri sendiri. Sangat perlu bahwa kekeluargaan lebih diutamakan dalam ber IMM. Ikhtiar menjadikan IMM organisasi yang inklusif perlu diseriuskan dan benar-benar diupayakan bisa terwujud.
IMM harus benar-benar memupuk kadernya sejak dari dasar, memberikan manfaat yang dijanjikan dalam formulir pendaftaran. Selain untuk menyiapkan pemimpin persyarikatan dimasa depan, ikatan ini harusnya juga mampu menjadi ladang dakwah untuk menarik orang-orang bergabung dan aktif dalam persyarikatan nantinya. Kader-kader aktif yang telah ada harus dijaga dan benar-benar dibimbing betul agar mendapatakan kenyamanan serta bisa memberikan manfaat untuk ikatan maupun persyarikatan kedepan.
Perlu disadari bahwasannya akan banyak tantangan dan persaingan kedepannya dalam berorganisasi. IMM harus tetap dan terus konsisten menjaga semangat perjuangan untuk membentuk akademisi islam yang berkahlak mulia. Jangan sampai ikatan yang baik ini dinodai oleh oknum-oknum yang hanya memanfaatkan ikatan untuk memuluskan perjalanan karirnya. Perlu adanya kesadaran para pengurus, baik tingkat pusat, daerah, cabang, maupun komisariat untuk lebih peduli akan masa depan. Masa yang akan juga dipengaruhi oleh periode kepemimpinan saat ini.
Hilangkan sifat meninggi, merasa sudah memiliki segalanya. Seharusnya previllage yang ada dapat dimanfaatkan dengan baik dan semestinya. Mari bersatu untuk benar-benar bisa mewujudkan tujuan yang sudah dicita-citakan. Terus tingkatkan kualitas kader dan ikatan serta jangan lupakan bahwa kuantitas juga diperlukan. Hingga kini tidak ada garansi bahwa kader yang ada mempunyai kualitas yang mumpuni. Jikalau bisa sekali mendayung dua pulai disebarangi. Lalu kenapa kita takut untuk meningkatkan kualitas sembari menambah kuantitas.
Mari jadikan milad yang ke-60 ini sebagai momentum refleksi diri. Semoga semangat merah itu terus membara dan dinaungi kebaikan. Moment perkaderan maupun permusyawarah harus dimanfaatkan dengan baik demi menghasilkan kader, ikatan, kebijakan dan hal baik lainnya. Demi Allah dijalan yang benar, maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.
Komentar
Posting Komentar