PERKATAAN
KASAR
ATAU KOTOR
:
PENYAKIT MAHASISWA DI RUANG DOMESTIK DAN PUBLIK
Perkataan kasar atau kotor merupakan kata-kata yang
tidak baik, tidak patut, tidak sopan, jorok,
caci-maki, tidak
senonoh atau
ungkapan bahasa yang secara
sosial bersifat ofensif atau menyerang, menghina, menistakan,
atau merendahkan orang lain maupun kelompok.
Di Indonesia bentuk dari
perkataan ini bermacam-macam, ada yang seri binatang, alat kelamin, kebodohan,
psikologi, atau seri umum. Kata-kata kotor/kasar
digunakan untuk mencaci-maki, mengata-ngatai, menjelek-jelekkan, memberikan
hujatan, dan lain sebagainya.
Sebagian
besar mahasiswa menganggap bahwa perkataan kasar atau kotor
merupakan hal yang lazim dan tidak terlalu menjadi permasalahan dalam pergaulan
internal
maupun
dimasyarakat karena mayoritas mahasiswa sering melakukannya dan mengaanggap itu hanya candaan
biasa.
Namun sebagian mahasiswa lain menganggap hal ini bukanlah suatu candaan belaka, melainkan ada
maksud dan tujuan. Maka jangan pernah anda
mengeluarkan kata-kata ini jika lawan bicara anda tidak menganggap ini sebagai
bercanda.
Perkataan
seperti ini menjadi penyakit atau gangguan bagi mahasiswa, karena dapat
menimbulkan efek negatif didalam pergaulan antara sesama mahasiswa maupun
dimuka umum. Hal
ini menunjukan bahwa masih banyak mahasiswa yang belum sadar terhadap dampak buruk dari kata-kata kotor atau kasar yang
mereka lontarkan.
Mahasiswa dianggap sebagai orang yang sudah dewasa,
matang secara pemikiran dan cakap dalam perkataan. Usia seorang mahasiswa
umumnya 17 tahun yang berarti sudah beranjak dewasa. Seorang yang dewasa
hendaknya bisa mengendalikan diri dalam hal apapun terutama perkataan.
Seringkali kata-kata yang keluar dari mulut kita menjadi boomerang.
Mahasiswa dikenal sebagai kaum akademis yang kritis
terhadap persoalan-persoalan yang terjadi. Mahasiswa sering menyuarakan
pendapatnya melalui aksi demontrasi yang memang diperbolehkan oleh Negara
Indonesia namun tetap dengan peraturan atau norma-norma yang harus dipatuhi.
Di kutip dari TEMPO.CO, JAKARTA- “Polda Gorontalo memeriksa salah seorang mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG) berinisial YP yang diduga mengucapkan kata tidak pantas kepada Presiden Joko Widodo”. Hal ini sempat menjadi perhatian public dimana salah seorang oknum mahasiswa berorasi pada saat demo yang terjadi pada jum’at, 2 september 2022 di Gorontalo.
Ia mengaku bahwa kata-kata tersebut keluar dari mulutnya secara spontan, tidak ada niatan untuk menghina presiden. Hal ini bisa saja terjadi karena memang ia terbiasa menyebut kata-kata kotor dalam pergaulan sehingga terbawa dan spontan keluar saat berorasi atau mungkin untuk menarik perhatian demonstran agar viral dan terkenal.
Kasus ini mengajarkan kita bahwasannya harus berhati-hati dalam berucap, terkhusus diruang publik. Dalam pergaulan mahasiswa tentu berbeda dengan anak-anak sekolah pada umumnya. Di era milenial kini ucapan-ucapan kasar atau kotor seperti sudah menjadi kebiasaan jelek yang dianggap wajar, bahkan jika tidak berkata kotor atau kasar seseorang dianggap cupu dan tak gaul.
Ucapan-ucapan itu dapat menjadi momok atau biang permasalahan dalam pergaulan yang bisa menyebabkan hancurnya sebuah hubungan antar individu maupun dengan kelompok. Hal-hal seperti ini sering terjadi karena pengaruh pergaulan serta lingkungan yang memang menganggap perkataan kotor maupun kasar itu lazim dan wajar.
Mahasiswa yang berbicara kasar menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam mengelola lingkungan yang dihadapinya dengan baik. Sebagian orang mungkin akan merasa marah, kesal, atau frustrasi dengan perilaku orang lain atau lingkungan terhadap kita, tetapi kita harus bisa berpikir rasional sebelum berbicara untuk menyampaikan emosi negatif tersebut.
Negara mengatur
dan membatasi
seseorang berucap, berpendapat ataupun mengkritik seseorang atau lembaga dengan tidak
boleh menghina, menghujat, memfitnah dan ujaran kebencian, didalam
pasal 310 KUHP ayat 1 : “Barang
siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan
sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam
karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”. Dikutip dari Legal Smart Channel “Konsultasi Hukum”.
Didalam al-qur’an surat an-nisa ayat
148 menerangkan bahwasannya Allah tidak menyukai orang yang meninggikan
suaranya dengan kata-kata yang buruk. Namun, orang yang terzalimi diperbolehkan untuk merujuk
kepada orang yang menyebabkan perilaku buruk terhadapnya untuk menjelaskan bentuk kesalahannya. Ada pepatah bijak mengatakan,
mulutmu harimaumu.
Menurut Dosen Psikologi Universitas Kristen Maranatha,
Gianti Gunawan yang di kutip dari kompasian.com. "Kata –kata yang ceroboh dapat mengakibatkan
perselisihan. kata-kata yang jahat dapat menghancurkan hubungan baik. Kata-kata yang pahit dapat menimbulkan perasaan benci,
kata-kata yang brutal dapat membunuh, kata-kata yang penuh cinta dapat
menyembuhkan, kata-kata yang ramah memperlancar jalan kehidupan, kata-kata sukacita
dapat membuat hari-hari kita ceria, dan kata-kata yang lemah lembut dapat
mengurangi stress”.
Oleh
karena itu mahasiswa saat ini harus mengaanggap bahwa perkataan kotor atau
kasar itu penyakit, karena ucapan seperti itu bisa jadi boomerang pada dirinya
sendiri, maka dari itu perlunya berfikir sebelum berbicara mapun bertindak agar
tidak menyakiti atau merugikan siapapun. Hindarilah pergaulan-pergaulan tidak
baik yang dapat mengarahkan kita pada hal-hal yang negatif.
Perkataan dapat berdampak besar bagi mereka
yang mendengarnya. Negara dan agama hadir untuk mengatur hal seperti ini. Seorang
mahasiswa harus mampu menjadi agen perubahan yang baik, contoh teladan yang
baik untuk masyarakat, serta menjaga martabat mahasiswa sebagai kaum
intelektual dengan cara cakap berbicara serta bisa memberikan dampak positif
dari apa yang ia ucapakan.
Sumber dan
Refrensi
https://lsc.bphn.go.id/konsultasiView?id=5639
https://tafsirweb.com/1680-surat-an-nisa-ayat-148.html
Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus versi online/daring (dalam jaringan)
Komentar
Posting Komentar