Langsung ke konten utama

Pengaruh Taman Siswa dan Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan


Oleh: Immawati Landung Salsabiila Zuhaal

Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, adalah tiga semboyan utama yang dicetuskan oleh Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara atau Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Saat ini tiga kalimat tersebut menjadi slogan maupun semboyan utama dari pendidikan Indonesia. Beliau sejak dahulu digadang-gadang menjadi penggerak pendidikan modern di Indonesia sejak sebelum proklamasi kemerdekaan.

Bila dilihat dari sudut pandang sejarah, ada seorang penggerak di bidang pendidikan jauh sebelum KI Hadjar Dewantara dengan Perguruan Taman Siswa-nya. Beliau adalah KH. Ahmad Dahlan, pendiri organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta. Taman Siswa sendiri baru berdiri 3 Juli 1922. Sementara Muhammadiyah telah berdiri pada 18 November 1912, bahkan KH. Ahmad Dahlan sudah mendirikan sekolah tanpa badan hukum tahun 1911.

Pada saat itu KH. Ahmad Dahlan merasa kurang puas akan pendidikan pesantren yang tidak memiliki kejelasan dalam jenjang dan metode yang tidak efektif karena hanya berkutat pada hafalan dan cenderung mengabaikan ilmu pengetahuan umum. Padahal pada saat itu ilmu pengetahuan umum cukup penting untuk diajarkan sebagai edukasi terhadap pribumi agar tidak mudah dibodohi oleh Belanda selaku penjajah pada masa itu.

Ki Hadjar Dewantara dalam mendirikan Tamansiswa banyak terpengaruh oleh pemikiran dari Rabindranath Tagore (ahli pendidikan dan ilmu jiwa dari India yang kerap menjadi bahan rujukan penganut Theosofi), Maria Montessori (ahli pendidikan dari Italia), dan Rudolf Steiner (pendiri Anthrophosophy Society). Menurut Pradipto Niwandhono dalam karya ilmiahnya yang berjudul “Gerakan Teosofi dan Pengaruhnya Terhadap Kaum Priyayi Nasionalis Jawa 1912-1926” Teosofi adalah madzhab esoteris Barat dengan misi untuk melestarikan kebijaksanaan abadi yang menjadi intisari kebenaran religius maupun saintifik dan mewujudkan persaudaraan universal manusia.[1]

Sementara itu, K.H. Ahmad Dahlan lebih banyak terinspirasi dari gerakan Pan-Islamisme yang digagas oleh beberapa tokoh seperti Jamaluddin Al-Afgani dan Muhammad Abduh. Pemikiran keduanya tentang umat muslim juga harus memperhatikan pengetahuan umum modern cukup menggelitik hati beliau agar segera mengimplementasikan pemikiran tersebut sebagai modernisasi Islam di bumi pertiwi.

Dalam buku “Perkembangan Kebatinan di Indonesia” yang ditulis oleh Buya Hamka, beliau mengatakan bahwa Tamansiswa adalah gerakan abangan, klenik, dan primbon Jawa yang menjalankan shalat daim.[2] Dalam kepercayaan kebatinan shalat disini bukanlah shalat yang secara umum dilakukan oleh kaum muslimin melainkan melakukan kebaikan terus menerus. Menurut Ir Soekarno, apa yang Ki Hadjar Dewantara lakukan ini berangkat dari panggilan mistik. Taman Siswa juga mengamalkan beberapa poin yang mereka sebut Panca Dharma, yaitu Kemerdekaan, Kodrat Alam, Kebudayaan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan. Poin-poin inilah yang waktu itu dipandang oleh umat islam karena tidak menyebutkan tentang ketuhanan. Kekhawatiran akan organisasi yang ditakutkan anti-agama dan jauh dari nilai-nilai ketuhanan ini juga dikritik oleh Masyumi dalam media massa mereka, “Mingguan Abadi”.

Kekhawatiran terhadap ideologi Tamansiswa ini tidaklah berlebihan jika dilihat dari bagaimana para pengikutnya berperilaku. Sebagai contoh mereka menjalankan roda pendidikan dengan “Tiga Sistem Among”, yaitu mengabdi kepada kemanusiaan, membangun kepribadian sesuai kodrat alam, dan membangun kemerdekaan. Tak ada sama sekali disebutkan Ketuhanan di sana.

Dibanding Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa-nya, kiprah KH. Achmad Dahlan dan Muhammadiyah lebih berperan dalam memajukan pendidikan nasional. Achmad Dahlan kental dengan corak pemikiran Islam dan nasionalis, anti kolonialisme, tidak terpengaruh paham barat, dan mengembangkan lembaga pendidikan untuk mengantisipasi besarnya arus Kristenisasi pada masa itu yang dibawa oleh lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan oleh pemerintah kolonial.

Sejarawan Abdurrachman Surjomihardjo dalam buku sejarah Kota Yogakarta Tempoe Doeloe menjelaskan keprihatinan KH Achmad Dahlan dengan tumbuh suburnya pendidikan netral bercorak barat, yang dikelola oleh Gerakan Kemasonan (Freemason). Selain itu, Kiai Dahlan juga prihatin dengan maraknya sekolah-sekolah Kristen yang mendapat subsidi pemerintah Belanda, yang kerap melakukan upaya kristenisasi. Semua sekolah-sekolah ini, selain mendapat dukungan pemerintah kolonial, juga mendapat dukungan elit pemerintahan setempat yang kebanyakan sudah berada dalam pengaruh Gerakan Kemasonan dan Theosofi.

Dalam disertasinya, Dr Alwi Shihab mengatakan bahwa Muḥammadiyah berdiri untuk membendung gejolak Kristenisasi dan Freemason yang semakin menguat pada masa itu. Bahkan politik kristenisasi juga dijalankan dengan salah satu kebijakannya yang bernama “Sirkuler Minggu dan Sirkuler Pasar”. Dampak dari kebijakan yang dikeluarkan oleh gubernur jenderal ini adalah peliburan paksa seluruh kegiatan yang ada di hari tersebut, termasuk hari pasaran.

Bila dilihat dari rekam jejak di masa sekarang, sekolah-sekolah Muhammadiyah dengan beragam jenjang lebih banyak menyebar di seluruh Nusantara jika dibandingkan dengan milik perkumpulan Tamansiswa sendiri. Tak hanya itu, perguruan tinggi negeri juga masih kalah jumlah jika dibandingkan dengan perguruan tinggi Muhammadiyah. Meskipun dari segi kualitas cenderung bervariasi, ada yang lebih unggul ada pula yang tidak. Perguruan Taman Siswa juga tidak memiliki pamor setinggi Muhammadiyah di mata masyarakat.

Sejarah selalu ditulis oleh para pemenang. Entah disini siapa yang memenangkannya siapapun bisa melihatnya. Padahal geliat yang terjadi tidak seperti yang orang-orang kebanyakan tahu. Pun jika tahu tak banyak yang akan bersuara karena menganggap hal tersebut sudah terlanjur dan tidak perlu diperjuangkan kembali. Padahal sejarah adalah sesuatu yang berharga dan tidak bisa diulang kembali.

Dari sini seharusnya sudah jelas siapa yang memiliki andil lebih besar dalam mencerdaskan bangsa. Bahkan pemerintah dan bangsa sendiri memiliki hutang banyak pada Muhammadiyah. Akan lebih baik jika Muhammadiyah mendapatkan perhatian dan dukungan lagi dari masyarakat dan pemerintah.


Materi Softskill Kepenulisan

DAD Akbar PC IMM Sleman 2021


REFERENSI:

Irna H.N Hadi Soewito, Soewardi Soerjaningrat dalam Pengasingan, Jakarta: Balai Pustaka, 1991

Bambang S Dewantara, 100 Tahun Ki Hadjar Dewantara, Jakarta: Pustaka Kartini, 1989

Abdurrachman Surjomihardjo, Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa dalam Sejarah Indonesia Modern, Jakarta:Sinar Harapan, 1986

Kenji Tsuchiya, Democracy and Leadership: The Rise of The Taman Siswa Movement in Indonesia, University of Honolulu Press, 1987

Taman Siswa dan Sila Ketuhanan, Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa: Yogyakarta, 1972

Hamka, Perkembangan Kebatinan di Indonesia, Jakarta:Penerbit Bulan Bintang, 1974. Cet.Kedua

K.H.A Dahlan Amal dan Perdjoangannja,Djakarta:Depot Pengadjaran Mohammadijah,1968

Niwandhono Pradipto, Gerakan Teosofi dan Pengaruhnya Terhadap Kaum Priyayi Nasionalis Jawa Tahun 1912-1926, Yogyakarta, 2014


[1] Niwandhono Pradipto, Gerakan Teosofi dan Pengaruhnya Terhadap Kaum Priyayi Nasionalis Jawa Tahun 1912-1926, Yogyakarta, 2014

[2] https://fkip.uad.ac.id/hari-pendidikan-nasional 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjaga Keturunan Sebagai Upaya Perlindungan (Hifdzu Nasl)

Oleh: Immawan Muhammad Asro Al Aziz Keturunan ( nasl ) merupakan serangkaian karakteristik seseorang yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki seseorang dari orang tua melalui gen-gen. Keturunan juga merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan individu. Perhatian Islam terhadap keturunan dapat dilihat dari sejarahnya yang membuktikan bahwa merupakan hal yang sangat penting dalam, sehingga terdapat beberapa ayat al-Qur’an yang secara spesifik berbicara tentang penjagaan keturunan. Misalnya pada QS. al-Ahzab: 4-5 yang memberi tuntunan tentang proses pemberian nasab terhadap anak kandung dan anak angkat. Karena, perhatian terhadap keturunan juga berimplikasi terhadap hak pemberian nafkah, pewarisan harta, pengharaman nikah, dan lain-lain. Islam memberikan perhatian yang besar terhadap keturunan untuk mengukuhkan aturan dalam keluarga yang bertujuan untuk mengayominya melalui perbaikan serta menjamin kehidupannya

Implementasi Strategi Inovasi Produk Perspektif Al-Qur'an

A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk individual juga sebagai makhluk ekonomi. Banyak kebutuhan yang di perlukan oleh setiap manusia menjadikan ekonomi sebagai suatu ilmu untuk memenuhi keberlangsungan hidup seseorang. Hal bisa itu terjadi karena perubahan lingkungan yang fundamental merupakan daya dorong (driving forces) perubahan perekonomian dan bisnis. Perubahan dalam semua aspek kehidupan harus direspons sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kemanfaatan bisnis. Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan perusahaan beroperasi di tingkat lokal, regional dan global, tanpa harus membangun system bisnis di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Proses informasi dan komunikasi memperluas kemungkinan operasi jaringan perusahaan.  Disebutkan bahwa Koperasi di Jawa Tengah mengalami perkembangan jumlah koperasi aktif 22.674 (81,37%), tetapi tidak disertai dengan berkurangnya jumlah koperasi tidak aktif di Jawa Tengah dengan jumlah 5.19

Strategi Dakwah Ala Rasulullah

Oleh: Immawati Afifatur Rasyidah Islam merupakan agama perdamaian yang dianugrahkan oleh Allah swt dan perlu dijaga eksistensinya. Sebagai kader umat dan pewaris tampuk pimpinan umat kelak, sejatinya dewasa ini para generasi muda dilatih agar dapat menghadapi tantangan dan menjaga agama Islam ini. Berbagai kontroversi terjadi, agama dimonsterisasi, ulama didiskriminalisasi, umat dicurigai, dakwah dianggap provokasi, bahkan kebaikan pun dianggap radikalisasi. Salah satu   maqashidu syariah dalam agama Islam ialah hifdzu al-din (menjaga agama). Penjagaan terhadap agama dapat diimplementasikan dengan berbagai hal, salah satunya adalah dengan dakwah. Penyebaran dakwah tentu tak terlepas dengan metode atau manhaj atau thariqah. At-Thariqat Ahammu Min Al-Maddah, metode itu jauh lebih penting daripada materi. Ia merupakan sebuah seni (estetika) dalam proses penyampaian dakwah. Secara leksikal, metode ialah the way of doing. Sebaik-baik kualitas materi yang disampaikan dalam pembelajaran