Polemik Penggalangan Dana Bencana Alam Serta Peran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Bencana yang melanda Indonesia belakangan ini, membuat mahasiswa tergerak untuk menggalang dana sebagai bentuk kepedulian mereka. Hangat-hangatnya sekarang, bencana tsunami yang melanda Selat Sunda seperti daerah Tanjung Lesung, Pandeglang, Taman Nasional Ujung Kulon, dan sekitarnya maupun daerah Lampung. Salah di antaranya mahasiswa yang sedang menimba ilmu di kampus-kampus Yogyakarta, dengan susah payah mereka menggalang dana di jalanan meskipun harus rela kepanas-panasan dan terpapar oleh polusi udara akibat asap kendaraan roda dua maupun roda empat. Sebenarnya cara tersebut membuat ketar-ketir pengendara. Pasalnya, cara yang marak dilakukan oleh mahasiswa pada umumnya meminta-minta sumbangan di jalanan, seolah-olah ada paradigma seperti pengemis, dan bukan tidak mungkin jikalau pengendara enggan untuk menyumbangkan sebagian uangnya untuk para korban bencana.
Polemik yang ditimbulkan akibat penggalangan dana bencana alam dengan cara yang kurang tepat seperti sekarang, merupakan sesuatu yang harus dipecahkan bersama oleh mahasiswa. Berhubung pemuda terkhusus mahasiswa merupakan agent of change (Agen perubahan). Bila meminjam bahasa Marahalim Siagin, fungsi agen perubahan sebagai suatu mata rantai komunikasi antara dua orang atau lebih dalam sistem sosial. Tanpa mengurangi rasa hormat, penulis mencoba menginterpretasikan dalam bentuk kegiatan sosial berbau seni sebagai bahasa komunikasi dengan masyarakat sekitaran Yogakarta. Bisa saja dengan mengadakan pertunjukan seni teater maupun pameran seni lukis dengan memasang tarif tiket seukuran kantong mahasiswa.
Bukan tanpa problem atau masalah jikalau ide di atas digunakan sebagai pemecah atas polemik yang ditimbulkan akibat penggalangan dana bencana alam yang kurang tepat tadi, kemungkinan besar malah akan menimbulkan persoalan-persoalan baru (Masyarakat tidak ingin melihat pementasan teater maupun pameran seni lukis). Persoalan-persoalan baru yang timbul tadi merupakan rangkaian peran agen perubahan. Lagi-lagi penulis harus meminjam bahasa Marahalim Siagin. Menurutnya agen perubahan bertanggungjawab untuk menganalisa situasi permasalahan kliennya agar dapat menentukan mengapa alternatif yang telah ada tidak dapat memenuhi kebutuhan klien. Subyektivitas penulis mencoba mengartikan pendapatnya dengan merekonstruksi apa yang telah diimplementasikan dari gagasan-gagasan atau ide-ide pada kesepakatan awal. Pengandaian inovasi dalam pertunjukkan seni—salah satu cara—disinyalir dapat memberi jalan keluar. Inovasi-inovasi yang diciptakan bisa berupa kerjasama dengan perangkat Kabupaten dan Kecamatan maupun Desa. Di situlah para perangkat Kabupaten dan Kecamatan maupun Desa diharapkan mengkoordinasi masyarakat.
Bagaimana peran IMM selaku badan otonom yang berada di bawah naungan gerakan Muhammadiyah? Sangat naif jika penulis seorang kader IMM lantas tidak membahas peran IMM itu sendiri. Sebenarnya IMM sangat diuntungkan dengan keeksisanya di dalam gerakan Muhammadiyah, dibanding ekstra kampus lainnya. Kenapa demikian? itu karena, apabila di kemudian hari IMM melakukan kegiatan penggalangan dana dengan cara yang ditawarkan penulis, IMM bisa bekerjasama dengan pimpinan cabang masing-masing supaya mengkoordinasikan warga Muhammadiyah supaya melihat pentas teater maupun pameran seni lukis dari kader-kader Muhammadiyah. Dengan tarif karcis yang telah ditentukan seharga kantong mahasiswa kiranya warga Muhammadiyah akan memahami dan mengapresiasi kegiatan amal tersebut. Dengan seperti itu, akan menjauhkan paradigma seperti mengemis dalam rangka penggalangan dana bencana alam, yang akan berimbas pada keengganan masyarakat menyumbangkan sebagian dari harta mereka untuk membantu meringankan beban korban bencana.
Beberapa penawaran di atas, sebenarnya berangkat dari kritik penulis yang sebelumnya juga pernah terlibat turun ke jalan meminta sumbangan ke pengendara roda dua maupun roda empat yang menurut penulis hal tersebut kurang sesuai dengan moral Islam. Sedangkan Islam sendiri mengajarkan moral “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah”. Di lain sisi, erat kaitannya dengan teori moral yang diajarkan oleh Aristoteles “Menuju Kebahagiaan”, dimana teorinya lebih menekankan pengembangan potensi yang ada pada diri. Kreatif dan inovatif merupakan karakter teori moralnya. Dari sini bisa dipahami, mahasiswa seyogyanya supaya bisa mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya untuk menunjang kiat penggalangan dana bencana alam dengan potensi yang ada.
Dika , 28/12/18
Komentar
Posting Komentar