SURAT UNTUK KAMPUS

Sumber foto: Wikipedia

Pembinaan mahasiswi bercadar adalah satu gebrakan baru yang harusnya didasarkan pada fakta dan bukti ilmiah tertentu. Mahasiswa sebagai calon akademisi memiliki hak untuk mengetahui hasil riset agar dapat dikembangkan lebih baik. Sementara pihak universitas memiliki tanggung jawab untuk memberikan pengertian kepada masyarakatnya mengenai kontroversi keputusan tersebut. Kenyataannya, tidak pernah ada keterangan yang jelas tentang ide pembinaan mahasiswi bercadar tersebut.

Kata pembinaan, menurut KBBI, bermakna suatu usaha, tindakan, kegiatan, yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik.  Parameter baik dan buruk harus diputuskan, salah satunya, oleh penelitian ilmiah. Terlebih, UIN Sunan Kalijaga adalah lembaga resmi yang memiliki otoritas untuk melakukan dan menyebarkan hasil penelitian.

Universitas-universe-universal. Kata universe menurut Oxford Dictionary bermakna everything that exists in space, including all the stars and planet (alam semesta). Sedangkan universal artinya berlaku untuk semua orang. Dari dasar pengertian ini, maka setiap yang meneriakkan dirinya sebagai universitas harus mampu mengakomodasi segala sesuatu/semua warna/segala macam pemahaman yang ada di dunia. Kata universitas itu kemudian dibatasi oleh kata Islam. Konsekuensinya, pihak universitas harus mampu untuk mengayomi semua cara berislam masyarakat dunia. Pembatasan berlanjut dengan kata "Negeri", Negeri Indonesia. Jadi, jelas dalam hal ini terdapat tanggung jawab untuk melindungi keberagaman dari seluruh cara berislam masyarakat Indonesia.

Ide pembinaan yang dapat berujung pada pemecatan tersebut (https://www.viva.co.id/berita/nasional/1013094-uin-yogyakarta-akan-pecat-mahasiswi-yang-pakai-cadar) justru memberangus keberagaman dan menghianati kebebasan berekspresi. Kami diajarkan teori untuk memahami perbedaan, namun teori itu harus patah oleh praktik dari pengajarnya.

Ketidakjelasan informasi tentang ide pembinaan tersebut terpampang dalam acara Seminar Nasional dan Penutupan Sersantara pada hari Ahad, 4 Maret 2018. Seminar dengan tema “Respon dan Solusi Islam terhadap Fenomena Patologi Sosial di Indonesia” tersebut dihadiri oleh beberapa dosen dari Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam yang bertindak sebagai pembicara. Pada sesi tanya-jawab, peserta seminar menanyakan alasan tentang ide pembinaan mahasiswi bercadar. Salah satu jawaban dari pemateri adalah alasan administratif; bagaimana dosen bisa mengetahui mahasiswi tersebut benar-benar mahasiswi yang terdaftar dalam kelas  jika mengenakan cadar?. Nampaknya modernitas belum hinggap dalam benak pemateri. Kartu identitas dari mahasiswi bisa dilihat dengan seksama dan hati-hati lalu disesuaikan dengan data yang terdaftar dalam sistem informasi akademik. Dosen perempuan UIN juga memiliki hak untuk melihat wajah dari mahasiswi tersebut. Atau ada cara lain dari pembaca untuk menumbuhkan kreativitas bagi para dosen?

Jawaban selanjutnya, pemateri mengatakan bahwa keputusan tentang pembinaan mahasiswi bercadar ini bukanlah soal ideologi. Namun lebih sebagai keingintahuan pihak kampus untuk memahami motif murni dari pelaku; apakah paksaan dari satu aliran tertentu atau sikap mantap dari paham keagamaan? Hal ini kontras berbeda dengan pendapat Rektor UIN Sunan Kalijaga. Menurutnya, pembinaan ini bertujuan untuk menangkal ideologi radikal yang muncul dari paham keagamaan yang ekstrem (https://m.detik.com/news/jawatengah/3899058/uin-yogya-dibina-tetap-bergeming-mahasiswi-bercadar-diminta-mundur). Pembinaan dimaksudkan untuk membersihkan lingkungan kampus dari pencemaran ideologi radikal. Jadi yang benar alasan ideologi atau bukan? Disini kita lihat kekacauan pikiran demi kekacauan pikiran diperlihatkan pada masyarakat kampus. Kejadian seperti ini, menurut Rocky Gerung, menunjukkan adanya persekongkolan yang belum selesai dan ada kebohongan yang hendak disembunyikan.

Jika Universitas Islam saja tidak mampu mengakomodasi mereka yang berislam dengan cara yang berbeda, lantas siapa lagi? Atau hendak dibuang kemana mereka? Toh, mereka juga akan tetap melanjutkan kehidupan.

*Usman Al-Amudi