Rintik
riuh dan
gerimis. Sisa hujan hari ini (27/11) tidak menghalangi niatan kami untuk bersilaturahim
ke rumah bapak Dr Mutiullah M.Hum (biasa dipanggil Pak Muti'). Beliau adalah
salah satu alumni kami (PK IMM
Ushuluddin) sekaligus sebagai salah satu dosen kami di
Fakultas Ushuluddin. Perjuangan berorganisasinya tidak berhenti sampai di PK
IMM, kini beliau menjabat sebagai anggota LPCR PP Muhammadiyah. Ghiroh ber-Muhammadiyahnya tidak
pernah padam dan selalu tersulut,
salah satunya karena terinspirasi dari kata-kata berikut:
“Di semua unit peradaban, MINORITAS
BERKUALITAS akan menentukan”
-Buya Syafi'i Maarif-
"Jangan
pernah malu. Jangan trima dianggap dan atau menganggap sebagai minoritas, tapi
anggaplah dan jadilah minoritas berkualitas. Jadilah minoritas berkualitas," tegasnya berulang kali.
Pak
Muti' sebagai sosok yang berasal dari Madura,
punya cerita tersendiri bagaimana beliau bergabung dengan Muhammadiyah. Banyak
orang yang menyangka beliau sosok NU. Namun baginya, tidak masalah. "Saya
juga tidak minder kalau pada akhirnya ketahuan orang Muhammadiyah, justru saya
bangga,"
pungkasnya.
Semangatnya
yang menggelora, ruh ber-IMM
yang masih tersemat dalam dirinya terlihat dari mimik dan sikap tubuhnya.
Ketika kami bercerita tentang dinamika berorganisasi pada saat ini, beliau
terlihat sangat berfikir keras dan berusaha
menyumbangkan ide-idenya untuk menggugah kami.
Sembari
berdiskusi, teh hangat, kacang godog, dan tahu goreng krispi menjadi pelengkap
dinginnya malam dan hangatnya kami.
Beliau
bercerita bagaimana Muhammadiyah sebagai organisasi yang ultra-sosialis dimana
dalam setiap pembangunan amal usahanya dimulai dari bawah. Dimulai dari
perkumpulan beberapa orang, yang nantinya amal usaha tersebut menjadi milik
bersama. Milik persyarikatan PP Muhammadiyah. Hal tersebut tidak pernah menjadi
sengketa, rebutan hak milik dan merasa paling memiliki karena orang-orang
Muhammadiyah lebih dari sekedar sosialis.
Beliau
juga bercerita bagaimana Muhammadiyah sebagai organisasi ultra-kapitalis yang
tidak memandang orang dari segi keturunan atau apapun. Dimana ia berperan
disitu ia dihargai. Dimana ia acuh disitu ia mengacuhkan diri sendiri. Tak
peduli anak pejabat Muhammadiyah
atau hanya sekedar partisipan Muhammadiyah.
Muhammadiyah senantiasa menyamakan untuk sama-sama beramal.
Beliau
berharap, IMM sebagai organisasi Mahasiswa diharapkan terus mampu menjadi wadah
bagi golongan orang-orang menengah
terpelajar, sehingga mampu menjadi agen perubahan. Karena ada sebuah riset yang
menyatakan bahwa tidak ada perubahan sosial yang dimulai dari orang-orang
miskin, perubahan itu terjadi dari orang-orang kelas menengah terpelajar--yang
mana kelas tersebut di Indonesia masih terbilang minoritas-- dan satu-satunya
organisasi yang mandegani kaum terpelajar itu ialah Muhammadiyah.
Seiring
bertambah larutnya malam, habisnya kacang dan tahu goreng krispi, menyudahi
diskusi malam ini. Meski harapan, jalinan kerjasama, gandengan tangan, eratkan
barisan, untuk terus mewujudkan perbaikan-perbaikan kemaslahatan, selalu
menjadi niat mulia kami yang in syaa Allah tak kan kami sudahi.
Malam
Selasa di Musim Hujan, 27 November 2017. (fad)
Komentar
Posting Komentar